29. Jari Yang Terluka

26 1 7
                                    

"Tidak. Aku tidak menginginkan apa pun. Aku hanya ingin tahu apa yang telah terjadi di kantor polisi. Apakah seluruh bukti itu cukup untuk memenjarakan mereka?" tanya Jaq ketika menerima panggilan sang paman yang baru saja menyelesaikan urusan di kantor polisi.

"Baiklah. Paman akan segera kembali ke sana." Panggilan dari Elsiff pun berakhir.

Beberapa jam lalu Elsiff sudah datang ke rumah sakit, ia langsung menjenguk Jaq. Polisi juga datang bersama Elsiff. Mereka langsung meringkus empat orang senior Jaq yang sudah sadarkan diri dan membawanya ke kantor polisi beserta bukti dari ponsel Jaq, setelah selesai meminta kesaksian dari Jaq sendiri.

Tak hanya itu, Elsiff juga pergi ke tempat yang telah Jaq sebutkan, tempat di mana rekaman CCTV berisi bukti itu berada. Ia tak pergi sendirian, polisi juga mendampinginya dan kemudian mengurus semua hal tersebut di kantor yang berwenang.

"Kuharap mereka mendapatkan balasan yang setimpal. Bibi Seraphina sampai mendapatkan luka karena berusaha menolongku dari mereka," ucap Jaq sembari memegangi ponsel. Tubuhnya masih duduk di blankar tempat pasien beristirahat. Beberapa bagian tubuh terbalut perban dan plester. Keempat seniornya itu sangat bernafsu.

"Jaq, kau sudah merasa lebih baik?" Felix kembali datang dan memeriksa keadaan Jaq.

"Aku baik, Dok. Terima—"

"Jaq, cucuku!" Bu Amy tiba dan langsung menghampiri sang cucu dengan air mata yang tidak tertahan dan rasa khawatir yang tak bisa dibendung. "Apa kau baik-baik saja? Mengapa kau sok jagoan, hah? Ingin membereskan masalah seperti itu tanpa bantuan orang dewasa! Kau keterlaluan! Apa fungsi Omah dan pamanmu jika kau berbuat sendirian seperti itu?!"

"O-omah, apa semua wanita berbicara cepat seperti itu? Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit terluka. Bibi Seraphina juga mengajukan pertanyaan bertubi-tubi seperti itu? Apa kalian tidak lelah?" tanya balik Jaq. Bu Amy kemudian memeluk cucunya dengan hati-hati serta penuh kasih.

"Kami, perempuan, sangat perasa dan mudah terbawa suasana. Jadi, wajar saja jika Omah atau bibi Seraphina bersikap seperti itu. Semua itu karena kami sangat menyayangimu," jawab Bu Amy dengan tulus. Jaq membalas pelukan neneknya dengan hangat. Ia sudah sangat lama tidak bersikap cukup dekat dengan sang nenek. Jaq sering menutupi semua isi hati dan emosinya.

"Oh, Omah dengar dari pamanmu saat menelpon siang tadi, jika Seraphina juga terkena pukulan. Di mana dia sekarang?" tanya Bu Amy karena tak mendapati keberadaan Seraphina di mana pun.

"Tunggu, bukankah Seraphina pergi menjemput Anda, Bibi?" tanya Felix sama herannya dengan Jaq. Namun, Bu Amy menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Jaq kira Seraphina langsung pergi dan kemudian membantu neneknya menutup toko karenanya tidak langsung kembali. Begitu juga Felix, ia mengira hal serupa itu yang terjadi pada Seraphina. Akan tetapi, faktanya Bu Amy bahkan mendengar kabar tentang Jaq memasuki rumah sakit adalah saat Elsiff sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Karena itulah, Bu Amy datang terlambat. Ia harus menutup toko dengan bantuan dua karyawannya saja serta menitipkan Dominic pada mereka.

"Aku kira dia tetap di sini menemani Jaq. Aku melihat mobil Elsiff terparkir di depan. Elsiff juga tidak bicara jika Seraphina akan menjemput," jawab Bu Amy apada adanya. Felix dan Jaq dibuat kebingungan.

"Elsiff tidak memberitahu bibi, mungkin karena saat dia tiba kami lebih dulu bilang jika Seraphina sedang menjemput bibi," ucap Felix lagi. Akan tetapi, Bu Amy sangat yakin jika Seraphina tidak datang dan ia sungguh melihat mobil milik putranya terparkir di halaman depan rumah sakit saat melewatinya beberapa saat lalu.

"Tidak. Seraphina tidak datang," ucap Bu Amy dengan cukup cemas. Ia melihat reaksi Felix yang tiba-tiba muram diliputi kegusaran.

"Dokter Felix, mungkin bibi jatuh pingsan dan dirawat di salah satu ruangan. Sebelum dia pergi dia terlihat tidak baik-baik saja," ujar Jaq jadi begitu khawatir.

"Baiklah. Kalian tunggu di sini. Aku akan mencarinya ke seluruh ruangan."

"Oh, ya Tuhan, kuharap Seraphina baik-baik saja," ucap Bu Amy sembari menyatukan kedua tangan penuh harap.

Felix memeriksa ruang pemeriksaan dan ruang pasien dari yang paling umum sampai VIP. Ia juga menanyakan ke beberapa perawat dan dokter dengan menyebut ciri-ciri Seraphina. Kemudian, karena tak kunjung menemukannya, Felix pergi ke halaman utama dan memeriksa apa benar mobil Elsiff masih ada di tempat.

Saat ia mendapati jika apa yang Bu Amy katakan benar, hanya ada dua kemungkinan yang terbesit dalam pikiran Felix. Meskipun rasanya cukup meragukan, jika Seraphina melakukan percobaan bunuh diri di situasi di mana Jaq sedang dirawat. Akan tetapi, Felix tidak mengetahui isi pikiran Seraphina yang sukar ditebak. Mungkin saja ada hal yang membuat sahabat kekasihnya itu memang ingin melakukan hal tersebut.

Kemungkinan kedua pun tak Felix yakini seratus persen. Namun, tidak menutup kemungkinan jika Seraphina bertemu Dean atau si peneror dan diculik oleh salah satu diantaranya.

"Apa yang kau lakukan di sini, Felix?" tanya Elsiff saat mendapati sang sahabat tengah berdiri kebingungan dengan raut wajah yang begitu frustrasi. Elsiff baru saja tiba dengan menggunakan taxi online.

Felix menarik napas kemudian mengembuskannya kasar. "Seraphina hilang!"

"Apa?! Bagaimana bisa?!" Elsiff sangat terkejut.

"Aku tidak tahu. Aku kira dia pergi menjemput ibumu, tetapi lihatlah! Mobilmu masih ada di sana dan ibumu sudah datang kemari sendirian. Aku sudah memeriksa seluruh ruangan—"

"Kita ke ruang CCTV! Di mana tempat keamanannya berada?" tanya Elsiff begitu kesal dan gelisah di saat bersamaan. Pikirannya diliputi hal buruk ketika mendengar Seraphina hilang.

"Ikuti aku!"

Keduanya pergi ke ruang keamanan berada. Di sana mereka memeriksa CCTV setempat tepat di jam terakhir Seraphina pergi dari ruangan pasien. Dalam rekaman itu terlihat Seraphina melarikan diri saat seseorang menghampirinya. Seketika, Elsiff dan Felix pun saling menatap. Keduanya belum pernah melihat wajah Dean.

"Siapa pria itu?" tanya Elsiff penuh kekesalan. Felix menggelengkan kepala. "Sial! Apa mungkin dia kakaknya Piu?"

Felix bergeming ragu. Setelahnya Elsiff kemudian bergegas pergi, Felix berlari mengikutinya. Elsiff terlihat begitu marah, itu membuatnya cukup khawatir.

"Elsiff, kau ingin pergi ke mana?" tanya Felix ketika sang sahabat berjalan menuju ke arah luar. Namun, Elsiff tak menjawab sedikitpun. Ia terus berlalu.

"Tolong beri jalan! Pasien gawat darurat!"

Rombongan perawat dan dokter yang baru saja menerima pasien yang turun dari ambulance gawat darurat membelah jalan dan membuat semua orang yang tengah berada di lorong menepi, termasuk Elsiff dan Felix.

Salah satu dokter berada di atas blankar tempat pasien berbaring, berusaha menekan pendarahan yang terus keluar dari area kepala. Salah satu asisten dokter juga memberinya alat oksigen sembari terus membawanya masuk menuju ruang UGD bersama perawat lain.

Sekilas Elsiff tidak begitu memperhatikan. Akan tetapi, saat salah satu tangan pasien itu terkulai keluar dari tempat pembaringan Elsiff membelalakkan mata. Pergelangan tangan pasien gawat darurat itu dihiasi tato semicolon seperti yang Seraphina miliki. Jari telunjuk dan jari tengahnya juga terluka.

"SERAPHINA!" seru Elsiff sembari berlari. Tepat ketika Elsiff sempat melihat wajahnya hanya selama beberapa saat, pintu ruangan gawat darurat itu tertutup. Elsiff tak sempat menyusulnya.

###

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak 😉

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Daily Of Seraphina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang