Ketegangan menjadi rasa yang paling mendominasi Seraphina saat ini. Setelah mengantarkan Elsiff, Seraphina bertugas menjemput dua anak lelaki berbeda usia di rumah ibu Elsiff.Bu Amy—nyonya rumah itu begitu ramah dan baik. Seraphina bahkan sempat ditawari untuk mengambil makanan ringan dari rumah makan miliknya untuk camilan di jalan. Namun, ia sungkan dan diburu-buru, karena Jaq—remaja enam belas tahun berseragam siswa menengah atas itu berbicara dengan begitu dingin dan ketus tentang keterlambatan.
Lelaki bermata teduh dengan tinggi badan yang menjulang di usianya yang masih muda itu duduk di kursi belakang. Sementara Dominic yang lebih sering dipanggil dengan nama Minic duduk di kursi samping kemudi.
Bocah berusia enam tahun itu sangat menggemaskan dan cukup cerewet. Akan tetapi, karena Jaq tidak menyukai kebisingan, Dominic berusaha tutup mulut, meskipun sebetulnya ia masih berbisik dan tertawa-tawa kepada Seraphina, mengajaknya berkenalan lebih dekat. Anak berpipi gembul dengan bola mata berwarna coklat terang itu cukup usil. Dominic selalu berusaha memancing kekesalan kakaknya.
"Bibi, kau tahu? Kau seperti anime yang ada di smartphone. Rambutmu keren!" seru Dominic setengah berbisik. Jaq yang duduk di belakang melirik tajam.
"Terima kasih. Kau juga sangat menggemaskan!" balas Seraphina sembari tersenyum lebar. Ia berusaha tidak berbicara terlalu banyak dan keras sembari memperhatikan jalanan di depan serta sesekali melirik Jaq lewat kaca spion.
"Bibi hebat sekali bisa mengemudikan mobil dengan baik. Paman Elsiff bahkan tidak bisa melakukannya. Paman bilang, mobilnya akan rusak bila paman yang mengemudikannya," ucap Dominic dengan polosnya. Seraphina sedikit meringis, tatapan tajam Jaq masih mengintai.
Seraphina masih mengingat seluruh penjelasan yang disampaikan Elsiff ketika di perjalanan. Jaq memang sulit berbaur dan tidak begitu ramah terhadap orang lain, apalagi jika itu adalah orang asing. Kedua orangtuanya telah meninggal dunia lima tahun yang lalu dan kini, Jaq serta adiknya tinggal bersama Bu Amy—nenek mereka.
Tugas Seraphina selain mengantar jemput Elsiff, ia juga bertugas mengantar jemput Jaq dan Dominic. Kemudian, saat menjelang waktu makan siang, tepatnya setelah Dominic selesai bersekolah, ia pun bertugas membantu Bu Amy di rumah makan kecilnya dan mengantarkan masakan yang telah jadi dari rumah makan ke kantin kantor Elsiff berada. Membuatnya paham mengapa gaji yang ditawarkan cukup menggiurkan. Ia akan bekerja seperti kuda.
Akan tetapi, dibandingkan merisaukan akan bekerja sangat keras, Seraphina lebih mencemaskan Jaq yang sepertinya tidak akan pernah bersikap ramah kepadanya. Ia kira, sebelumnya Elsiff adalah yang paling tidak tersentuh. Namun, ia salah menduga. Bos barunya setidaknya tidak memberikan tatapan tajam seperti belati dan masih bersedia membuka mulut, meskipun itu hanya menjelaskan tentang pekerjaan. Setidaknya, tutur katanya masih berkenan di hati.
Meski demikian, Seraphina tidak akan menyerah. Ia juga bersyukur karena akhirnya ia bisa melepaskan pekerjaan ilegalnya sebagai joki tugas. Sebetulnya, hal tersebut memang cukup menguntungkan, tetapi di sisi lain membuat hati tak tenang. Itu bukanlah pekerjaan yang cukup baik.
Seraphina pernah berusaha mencari pekerjaan freelance lainnya, tetapi rata-rata mengharuskan dirinya tampil di muka publik sosial media. Sedangkan dirinya sangat anti dengan hal-hal tersebut. Ia bahkan tidak memiliki akun sosial media apa pun, seperti orang-orang muda pada umumnya. Seraphina masih cukup trauma.
Kebanyakan orang yang membutuhkan jasanya sebagai joki tugas pun berasal dari website yang ia miliki. Juga, sebagian adalah teman-teman Emma.
"Bibi, setelah aku besar nanti, aku ingin menjadi seorang pencipta mobil. Aku ingin paman Elsiff bisa mengemudikan mobil seperti Bibi," lanjut Dominic dengan bersemangat.
"Bagus. Itu cita-cita yang baik. Dengan tekad mulia seperti itu, mungkin suatu hari nanti kau akan bisa melebihi Karl Friedrich Benz." Seraphina berkata seraya mengusap gemas rambut klimis Dominic. Aroma bayi menguar dari tubuh bocah itu.
"Uh ... Karl Friedrich Benz? Siapa itu, Bibi?" tanya Dominic penasaran. Wajah kebingungannya terlihat lucu.
"Dia seorang jenius asal Jerman yang menciptakan mobil bertenaga mesin dengan bahan bakar bensin untuk pertama kalinya. Tepatnya pada tahun 1879, setelah hak paten atas penemuan mobil bertenaga mesinnya disahkan." Jawaban Seraphina membuat Jaq memalingkan wajah ke arah luar sementara Dominic kian ingin tahu.
"Jika kau mendapatkan inspirasi ingin menciptakan mobil karena pamanmu. Karl Benz mendapatkan inspirasi tentang mobil dari pengalamannya yang sering kelelahan karena terus mengayuh sepeda gayung. Keresahan itulah yang membuatnya bergerak untuk menggunakan mesin."
"Bibi, memangnya dulu tidak ada mesin seperti sekarang?" tanya Dominic lagi.
"Dulu tidak secanggih seperti sekarang. Mesin uap, mesin yang menjadi pelopor revolusi industri di seluruh dunia pun baru ditemukan pada tahun 1712 oleh seorang pemuda Inggris bernama Thomas Newcomen. Dia—"
"Berisik!" pungkas Jaq tanpa menoleh sedikit pun, membuat Seraphina menipiskan bibir seketika. "Harusnya kau menjadi guru bukan menjadi seorang sopir, bila ingin menjelaskan hal-hal seperti itu! Mengganggu sekali!"
"Kak Jaq tidak seru! Apa yang bibi sampaikan menambah pengetahuan! Itu sangat bermanfaat!" seru Dominic. Kedua alisnya menukikan tajam, berusaha membela Seraphina. Hati Seraphina yang awalnya terasa tidak nyaman kembali menghangat.
"Tidak apa-apa, Minic. Sudah, kau harus duduk tenang. Kita akan segera sampai," ucap Seraphina sembari tersenyum, lalu melirik Jaq yang masih memalingkan wajah dengan raut cemberut, karena tidak dapat menyangkal apa yang adiknya katakan.
***
Tiba di sekolah yang ditempati Jaq, Seraphina dibuat ber-wah-ria. Sekolah menengah atas favorit di seluruh kota. Dulu, meskipun jarak rumahnya berada cukup jauh, Seraphina sempat ingin bersekolah di sana. Ia dibuat mengenang masa lalu dan kemudian tersadar, saat Jaq turun dari mobil dan Dominic mengejarnya untuk memberikan kotak bekal yang tertinggal.
Dari dalam mobil Seraphina mengawasi. Ia tadinya ingin membukakan pintu, tetapi Jaq dan Dominic lebih cepat.
Remaja ketus itu menerima apa yang Dominic berikan dengan wajah datar yang sama. Tak ada kata basa-basi apa pun dan segera pergi tanpa sepatah kata pun. Seraphina tak sengaja melihat saat ada segerombolan remaja yang lebih tua dari Jaq menghampirinya seraya merangkulnya sampai berjalan terhuyung-huyung sebelum hilang dari pandangan.
"Minic, apa kakakmu berteman dengan orang-orang tadi?" tanya Seraphina. Segerombolan siswa tadi terlihat seperti berandalan urakan.
"Aku tidak tahu," ucap Dominic apa adanya. Ia tidak memperhatikan hal tersebut. Matanya kini terfokus pada tato di pergelangan tangan Seraphina yang baru ia sadari.
"Bibi, apa itu luka yang ditutupi tato bergambar ranting?" tanya Dominic penasaran, membuat Seraphina tersentak sebelum tersenyum gamang.
"Umh. Mengapa kau berpikir itu adalah luka yang ditutupi? Itu hanya tato biasa," ujar Seraphina sembari mencubit hidung Dominic.
"Itu ... aku pernah melihat ibuku terluka karena suatu hal. Di bekas lukanya yang melintang di lengan malah digambari tato. Katanya, agar tidak terlihat mengerikan," jawab Dominic apa adanya. Seraphina mengacak rambut bocah itu gemas.
"Kau terlalu banyak berpikir. Mari kita pergi sekarang. Kau bisa terlambat!" Seraphina kembali melajukan mobil seraya menipiskan bibir dan melirik tato semicolon di tangannya. Bayangan saat Elsiff menanyakan alasan Seraphina berhenti bekerja di PT kembali terbesit.
"Aku memiliki prinsip, Tuan. Aku tidak bisa bekerja di tempat yang sama dengan temanku. Hanya itu."
###
Gimana sejauh ini?
Dummy lucu, kan?🤭
Tapi Jaq juga gemes, kan?🤭
Jangan lupa tinggalkan jejak🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Daily Of Seraphina
General FictionRATED 17+ "Rasa sakit itu bukan hanya cerita, luka itu bukan hanya ilusi, dan kerapuhan itu bukan bohong belaka. Aku hanya tak ingin mengumbarnya, karenanya kudekap sekuat tenaga dan jiwa." Seraphina