14. Emergency Decision

42 7 0
                                    

Hari-hari berlalu semenjak hari itu Farhan tidak lagi mengganggu Nashwa, membuat perempuan itu sedikit lega untuk menikmati liburannya.

Dua orang berbeda jenis itu kini tengah duduk dikursi santai, pandangan mereka mengarah pada hamparan air laut yang memanjakan mata. Angin sepoi-sepoi menerpa pori-pori mereka.

" Nih" Sam menyodorkan plastik putih berisi siomay pada Charisa.

" Lo nggak beli juga?" Tanya Charisa yang melihat hanya ada satu bungkus.

" Tinggal seporsi doang"

" Yaudah kita makan berdua"

" Nggak perlu, udah yang penting Lo aja yang makan" Sahut Sam sambil menghidupkan rokok elektriknya.

Charisa mengangguk lesu sembari mulai menggigit ujung plastiknya seperti anak kecil dan langsung memakannya.

" Gue semalem mimpi aneh" Ujarnya tiba-tiba disela-sela mengunyah.

" Mimpi apa?"

" Mimpiin Clinton"

Sam menghela nafas kasar."Lo kangen sama dia?"

" Ya enggak lah!" Bantahnya cepat disertai dengan gelengan kepala yang cukup kuat membuat Sam gemas sendiri.

" Terus kenapa mimpiin dia? Lo masih berharap sama dia?"

Charisa mencebik kesal."Kenapa jadi Lo yang sewot sih? Aneh Lo"

Sam menghela nafas panjang berusaha menyembunyikan rasa cemburu yang hampir mencuat."Lo mimpi ngapain sama dia?"

" Gue mimpi dia sekarat, aneh kan?" Sahut Charisa sembari menelan siomay yang sudah dia kunyah lembut."Anehnya lagi, gue kok sedih pas bangun tidur"

" Apa Lo pengen nemuin dia setelah pulang dari sini?" Tutur Sam datar.

Charisa melirik sinis Sam."Lo gila? Males amat nemuin dia, emang gue cewek apaan? Kayak nggak ada cowok lain aja, yah meskipun emang sekarang belum ada cowok lain sih"

" Terus gue apa, kalo bukan cowok lain?" Geram Sam, tapi hanya didalam hati.

" OI AYO BALIKKK!!"

🏝️🏝️🏝️

" Kalo liat anak kecil jadi pengen kecil lagi ya? Ternyata jadi dewasa nggak semenyenangkan bayangan diusia tujuh tahun" Celetuk Nashwa dengan pandangan mengarah kearah depan dimana anak-anak desa Tirta muara tengah bermain bersama di sore hari.

" Setuju!" Cetus Anneth cepat."Tapi jadi dewasa sebuah keharusan bukan pilihan, kalo ada pilihan selain mati gue bakalan milih buat jadi nggak dewasa. Sayangnya manusia selalu kalah sama keadaan"

Obrolan tanpa topik ini terus mengalir begitu saja di saung bambu yang berada dibawah pohon mangga menghadap langsung pada lapangan desa Tirta muara, tempat anak-anak pulau kelinci sering bermain bersama. Hanya ada mereka berdua.

Nashwa mengangguk pelan."Diusia yang sekarang, Lo kepikiran nikah nggak?"

" Gue udah berkomitmen sama diri sendiri buat nggak nikah"

" Ini alasannya kenapa Lo milih jomblo setelah putus dari Deven?" Tanya Nashwa tidak kaget pada Anneth yang menjawab tanpa ragu.

Tergeletak sesaat Anneth memberi jeda."Menurut gue nikah nggak ngejamin kebahagiaan, ngeliat keluarga gue yang sekarang jadi timsar, gue ngerasa kalo cinta yang berakhir menikah itu omong kosong, menikah bahagianya cuman sehari"

" Tapi jujur, waktu moment kampret gue kena santet disitu komitmen gue agak goyah, bahwa ternyata gue butuh seorang laki-laki, tapi balik lagi, dengan vonis dokter yang bilang kalo gue mengidap skizofrenia dengan latar belakang keluarga gue yang kacau emang bakalan ada cowok yang bisa nerima gue dan sisi gelap gue?"

MAS MANTAN [END✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang