Baca cepat di Karyakarsa Aqiladyna ketik nama pena Aqiladyna atau judul cerita.
https://karyakarsa.com/Aqiladyna/raha-part-34
Happy reading! 13.5.2024
Raha membuka kelopak matanya yang pandangannya masih meredup, ia menyentuh kepalanya yang terasa pening karena efek minuman alkohol tadi malam dikonsumsinya, bahkan perutnya terasa di aduk-aduk membuatnya mual yang tak tertahankan. Raha segera menyibak selimut dan beranjak dari ranjang berjalan sempoyongan menuju kamar mandi, ia memuntahkan isi perutnya ke wastafel, hanya cairan yang keluar karena memang sedari kemarin ia tak mengisi perutnya dengan makananan.
Raha membasuh mulut dan wajahnya—menatap pantulan dirinya di cermin pada wajah yang terkesan pucat dan begitu menyedihkan.
Raha mendengkus, kenapa ia harus mengasihani dirinya sendiri—itu sangat memuakkan. Karena seorang Raha Bulrey wanita yang kuat tidak akan lemah hanya karena pengkhianatan.
Raha melangkah keluar dari kamar mandi menuju ranjangnya kembali, ia duduk di tepinya memijat keningnya untuk menyamarkan rasa pening yang masih menghantamnya. Ternyata minum terlalu banyak sangat buruk baginya bahkan Raha tidak ingat kapan ia kembali ke kamarnya.
Suara ketukan mengalihkan perhatian Raha yang menatap ke pintu yang perlahan terbuka menampakan Matilda yang membawa nampan di atasnya segelas minuman. Matilda memberi hormat seraya melangkah ke meja menaruh gelas minuman itu di atasnya.
"Segelas teh herbal untuk anda Nyonya."
"Terimakasih Matilda.""Sepertinya tadi malam anda tidur cepat hingga meninggalkan pesta terlalu awal."
Raha memilih diam, bukan karena dia pergi terlalu awal hanya Raha memilih menepi dan tenggelam ditemani sebotol minuman beralkohol ia tegak habis tanpa sisa, sialnya karena efek minuman itu membuatnya pening sampai sekarang.
"Di mana Matteo?" tanya Raha mengingat tadi malam Matteo lah lebih dulu meninggalkan pesta bersama lacurnya.
"Tuan Matteo tidak terlihat sejak pesta berakhir Nyonya. Mungkin sangat pagi sekali Tuan sudah pergi."
"Siapkan pakaianku, aku pun akan pergi."
"Nyonya..." Suara Matilda tertahan hingga Raha mengerut menatap pada wanita paruh baya itu.
"Ada apa?"
"Maaf, tidak apa Nyonya, saya... hanya ingin anda bahagia. Saya permisi menyiapkan pakaian anda dulu," kata Matilda undur diri.
Raha tersenyum getir akan keinginan Matilda.
'Bahagia?' Kenapa Matilda mengatakan hal demikian, ataukah selama ini ia nampak tidak bahagia atau Matilda sebenarnya tahu pengkhianatan dilakukan Matteo terhadapnya."Tentu, aku akan bahagia dengan caraku," gumam Raha meraih gelas minuman dan menyesapnya.
Setelah mengkonsumsi teh herbal Raha merasa jauh lebih baik, ia segera membersihkan tubuhnya dan mengenakan pakaiannya dengan rok span di bawah lutut berwarna coklat tua di padupadankan blouse cream. Raha meninggalkan rumah mewahnya diantar supir Azzo yang menjalankan mobil keluar dari gerbang rumah.
Menempuh perjalanan 20 menit mobil tiba di parkiran direksi sebuah perusahaan properti ternama. Raha keluar ketika Azzo membukan pintu untuknya. Kedatangannya telah ditunggu Hadwin yang mempersilkan Raha untuk berjalan di depan.Ketika Raha menginjakkan kakinya memasuki gedung para staf karyawan segera menaruh hormat padanya. Langkah Raha memasuki lift menuju lantai atas di mana ruang direktur berada.
Lift berdenting Raha keluar melanjutkan langkahnya. Ia memasuki ruangan direktur yang membuat penghuni di dalamnya terkesiap.
Matteo yang duduk di kursi direktur segera berdiri menatap tidak percaya pada kehadiran Raha di perusahaan.
"Raha..."
Raha melangkah angkuh mendekati meja menatap dingin pada Matteo.
"Hak apa kamu berada di ruangan mendiang ayahku. Bukankah kamu memiliki ruangan lain," sindir Raha.
"Raha aku... "
"Hanya karena kamu suamiku sepertinya kamu sudah melewati batasanmu Matteo Wills." Raha besedekap membuat Matteo memucat."Sepertinya aku akan mengatur ulang perjanjian yang disepakati antara kamu dan mendiang ayahku."
"Ada apa dengan kamu Raha? Tiba-tiba kamu datang dan marah hanya aku berada di ruang kerja mendiang ayahmu, toh setelah ayahmu meninggal aku lah yang menggantikan kedudukan di perusahaan ini... tentu kamu tidak lupa bukan.""Tentu aku tidak lupa Matteo, bahkan aku sangat mengingatnya. Namun aku tidak segan mengubah peraturan bila tidak sesuai apa yang ada di benakku."
"Apa maksudmu?" Rahang Matteo mengeras beradu tatapan dengan Raha."Kedudukanmu mulai hari ini akan aku gantikan sendiri dan Hadwin sebagai kaki tangan yang kutunjuk akan ikut serta menangani perusahaan."
Raut wajah Matteo pias, kedua tangannya mengepal.
"Kamu gila heh!""Kenapa? apa alasanmu keberatan dengan keputusanku? Ini adalah bisnisku dan perusahanku yang berhak kapan pun aku cabut jabatan yang kamu duduki."
"Aku suamimu Raha, kamu tidak berhak menghinaku serendah ini!"
"Suami?" Raha tertawa getir menatap tajam di balik matanya berselimut bening pada Matteo. "Bukankah kamu pernah mengatakan pernikahan ini hanyalah hubungan yang saling menguntungkan. Jadi sudah saatnya aku mengambil keuntungan itu bukan kamu saja, tapi tenanglah aku tidak sejahat kamu kira yang membuangmu di saat aku tidak butuh. Kamu masih bagian dari perusahaan ini dan Hadwin akan menunjukan tugasmu."
"Tidak perlu Raha, kalau kamu sudah tidak membutuhkanku maka aku masih memiliki perusahaanku sendiri, tapi ingat kata orang lain di luar sana. Reputasimu akan dipertaruhkan karena kebijakan konyolmu ini yang lebih mempercayai kacung rendahan dari pada suamimu." Matteo mendengkus berbalik berniat keluar dari ruangan itu.
"Perusahaan mana yang kamu maksudkan Matteo? bukankah saham di perusahaan keluargamu hampir 90 persen milik keluarga Bulrey," kata Raha menghentikan langkah Matteo yang mengerutkan keningnya.
"Kamu tidak amnesia ketika awal pernikahan ayahku lah yang membantu membangkitkan kerajaan bisnis keluarga Wills yang hampir bangkrut, maka sebenarnya kamu tidak memiliki apa pun."Matteo memutar tubuhnya beradu pandangan sengit dengan Raha. Kemarahan lelaki itu nampak nyata seakan ingin meleyapkan Raha.
"Aku tidak mengerti kenapa kamu melakukan ini padaku Raha. Terserah maumu, aku akan ikut permainanmu," desis Matteo melanjutkan langkahnya, ketika melewati Hadwin yang berdiri di sudut pintu Matteo memberikan tatapan tajamnya pada lelaki itu sebelum benar-benar keluar dari ruangan.
Raha mendesah letih lepas Matteo pergi, ia duduk di kursi memijat keningnya. Sementara Hadwin melangkah mendekati menuangkan minuman pada gelas kosong untuk disuguhkan pada Raha.
"Sebaiknya anda minum dulu Nyonya, emosi anda mulai tidak stabil."
"Ya terimakasih Hadwin, tapi aku baik-baik saja. Aku hanya ingin sendiri, sekarang kamu bisa tinggalkan aku."
"Baik Nyonya." Hadwin pun undur diri meninggalkan Raha sendirian diselimuti kesenyapan dalam ruangan itu.
Manik mata Raha berkaca-kaca antara puas telah membuat Matteo tidak berharga lagi. Namun di sisi lain kesedihan merambat di hatinya karrna kepercayaan yang telah dicacati, kesabaran yang tak berbuah manis malah berakhir tragis. Mungkin pada ujungnya ia dan Matteo akan bercerai hanya menunggu waktu yang tepat dan semuanya akan selesai.Sekarang Matteo tidak punya kekuasaan lagi, ini adalah kado pernikahan yang sangat mengesankan yang tidak ternilai harganya.
Tbc