Dia mendorong kenop pintu bercat violet itu perlahan, mata berwarna crimsonnya mengintip ke dalam ruangan dengan lampu yang telah padam. Dari tempatnya berada, Kaizo dapat melihat ranjang yang seharusnya diisi oleh adiknya sekarang kosong, meninggalkan kasur dengan seprai yang sedikit berantakan dan bantal dibiarkan tergeletak di lantai.
Kaizo mendorong pintu kamar adiknya lebar-lebar, menyalakan lampu untuk membantu pandangannya melihat lebih jelas. Pandangannya berkeliling, menemukan meja belajar adiknya kosong, area bermain di sudut ruangan juga kosong.
Kaizo masuk dan langkahnya segera terarah ke kamar mandi, telinganya ditempelkan pada pintu kamar mandi tersebut, tidak ada suara apapun, tidak ada bunyi langkah kaki ataupun keran air yang bercucuran, Kaizo menjauhkan telinganya, dia mengetuk pintu itu. "Fang?"
Hening...
"Apa kau di dalam?"
Tidak ada jawaban.
"Aku buka ya?"
Saat pertanyaannya tidak kunjung terjawab, dia membuka pintu itu. Kegelapan menyambutnya, lampu di dalamnya padam, dan sosok adiknya juga tidak ada di sana.
Yakin adiknya tidak berada di kamarnya, Kaizo bertolak dari ruangan itu. Hanya ada dua tempat yang akan adiknya tuju jika di tengah malam seperti ini dia terbangun dan tidak dapat kembali tidur. Salah satunya adalah kamar Kaizo yang sayangnya tidak menjadi tujuannya malam ini, maka dari itu...
Kaizo menuruni tangga menuju ke lantai bawah, langkah kakinya panjang dan cepat, dia berbelok ke dapur, membuka pintu belakang yang mengarah ke taman belakang mereka, dan benar saja, dia menemukan adiknya terduduk di ayunan panjang taman seorang diri, sebuah selimut membungkus tubuh kecilnya.
Seperti mendengar kedatangan seseorang, Fang menoleh ke arah Kaizo. Kacamatanya yang selalu membingkai kedua matanya kali ini tidak dia kenakan, memperjelas keadaan matanya yang agak merah dan bengkak.
Fang menarik selimutnya, menutup kepalanya seperti membuat tudung, berusaha menutupi kondisi matanya saat kakaknya datang dan duduk di sisinya.
Kaki Kaizo bergerak menggerakkan ayunan yang mereka duduki pelan. Tanpa membuka mulut Kaizo memperhatikan adiknya. Fang duduk memeluk lutut, kepalanya diistirahatkan di kedua lututnya. Sebagian besar wajah Fang tertutup oleh selimut, namun mata Kaizo masih menangkap tatapan adiknya, sesak oleh emosi yang Kaizo tidak pahami.
Mereka terdiam di sana, suara jangkrik mengisi kebungkaman mereka, beberapa ekor kunang-kunang berterbangan di semak-semak mawar, berkelip seperti bintang kecil yang dapat tergapai. Kaizo membiarkan Fang untuk membuka permbicaraan jika memang adiknya mau, namun jika tidak...
"Seharusnya kau sudah tidur."
Fang hanya mengangguk.
"Kau bisa sakit jika semalaman di sini."
"Fang bawa selimut," jawabnya seraya menarik selimutnya untuk menutupi seluruh kepala hingga setengah matanya.
"Kenapa kau terbangun?" Tanya Kaizo, walaupun sebenarnya dia sudah tahu jawabannya.
Sejak ulang tahunnya yang ke delapan, hampir enam bulan yang lalu, adiknya seperti dihantui dengan mimpi buruk yang tiada akhirnya. Seberapa kuatpun adiknya berusaha menyingkirkan mimpi itu, mimpi itu justru semakin kuat mengejarnya.
Kaizo tidak yakin apa yang memicu mimpi itu datang, adiknya pun tidak mengatakan apa-apa, mimpi itu seolah datang secara acak, sesuka hatinya menentukan waktu untuk memunculkan diri, di antara banyaknya hari dalam setahun, mimpi itu mengambil waktu berdekatan dengan ulang tahun adiknya, menghadiahkan Fang dengan mimpi-mimpi yang menakutinya di hari yang seharusnya membahagiakan. Kaizo dapat merasakan, mimpi buruk ini berbeda dari sebelum-sebelumnya, mimpi buruk ini merubah adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fanfic about the carrot sibling
Historia CortaKumpulan Fanfic Mini tentang Kaizo dan Fang, hanya cerita persaudaraan cenderung Angst, No Pairing