Bab 17

164 24 11
                                    

Hallo?  Selamat membaca 😌

___

"Saya mau kembali ke sekolah. Kamu bisa, kan, jaga dia dulu?"

Sayup-sayup Nadine bisa mendengar seseorang sedang berbicara.

"Kalo ada sesuatu yang harus melibatkan orang dewasa, segera hubungi Bapak."

Nadine mendengar suara gorden yang digeser. Dia mengerjabkan mata, mencoba memfokuskan pandangan yang buram, mengumpulkan kesadaran total.

"Putih," gumamnya. Warna plafon kamarnya berwarna warm white, bukan putih susu.

"Lotus?"

"Lo bisa dengar suara gue? Lotus?"

"Berisik," lirihnya. Nadine menghela nafas lelah. Dia sangat kelelahan.

Nadine berusaha bangun dan Lexux langsung membantunya bersandar. "Gue di ruang kesehatan?"

"Rumah sakit dekat sekolah," jawabnya.

Nadine membuang nafas kasar sambil melihat lengannya yang diinfus. Sekelilingnya hanya ada gorden warna biru sebagai penyekat di setiap pasien. "Emangnya gue kenapa, segala dibawa ke rumah sakit."

"Sangat kacau," lontar Lexux.

Nadine menghentikannya saat Lexux mencoba akan memanggil suster.

"Gue baik-baik aja."

"Jangan bohong. Tunggu, gue pang_"

"Lexux," Nadine berusaha tersenyum. "Gue baik-baik aja."

Lexux menatapnya cemas, lalu menengadah dan menghela nafas berat.

"Separah itu ya? Sampai bisa bikin lo kayak gini. Serius amat Pak." Nadine berusaha mencairkan suasana, tertawa renyah meski malah terdengar tawa lelah. Ternyata lelaki yang tergila-gila mengisi jawaban teka-teki itu bisa cemas juga terhadapnya. Padahal, saat pertama kali mereka berbicara, sikapnya acuh tak acuh. Bahkan saat dia dikeroyok empat orang, sepertinya dia lebih memilih melanjutkan mengisi teka-tekinya daripada membantunya.

"Lo berpikir udah ngambil nafas tapi nyatanya lo menahan napas," beritahunya.

Nadine melebarkan matanya, terkejut. Menahan napas? Dia mati-matian meraup udara. Bahkan dia rasa separuh oksigen di sekolahnya habis oleh dirinya.

Lexux berbicara mendahului. "Lo gak sadarkan diri udah sejam lebih."

"Selama itu? Itu normal? Terus.. sekarang jam..?"

"Jam sembilan lebih," balas Lexux.

Sedetik pun Lexux tak pernah mengalihkan atensinya dari Nadine. Dia masih ingat jelas, keadaan yang kacau, kerumanan murid-murid dan Nadine yang tergeletak- kesakitan.

"Pak Ragaf udah berusaha menghubungi Papah dan adik lo yang gak masuk sekolah. Tapi, belum ada balasan. Mereka susah untuk dihubungi."

Bukan hal aneh lagi. Nadine, sudah terbiasa.

"Kapan gue bisa keluar? Udah baikan ini kok."

"Lo harus tinggal satu hari disini."

"Enggak. Makin lama gue tinggal disini, bisa-bisa tambah sakit. Bau obat- rese banget."

"Kalo gitu 20 menit lagi kita keluar. Lo istirahat di rumah lo dan besok gak usah masuk sekolah."

Nadine sempat terdiam sebelum kemudian menggeleng. "Daripada ke rumah, gue mau ke tempat lain."

"Jangan aneh-aneh. Lo butuh istirahat. Lo kelelahan, kurang makan, kurang minum, kurang tidur dan stres. Apa di rumah, lo gak dikasih makan? Apa keluarga lo bangkrut sampai-sampai serba kekurangan?"

TRANSMIGRASI? NOVEL? ENGGAK!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang