18 Mei 2024
_________
"Time!" lengannya membuat huruf X. "Time...time...." Nadine berpikir. "Time out!"
"Time out!" ulangnya ngegas.
Trenz terlihat sedikit mengangkat sebelah alisnya. "Apa ini bentuk kebahagiaan lo?"
Menggeleng dengan cepat. "Enggak! Gue gak bahagia!"
"Kita pacaran!"
"Stop! Stop!" menepuk-nepuk telinganya. Nadine merasa merinding mendengarnya.
"Hey!" Trenz maju, Nadine mundur.
"Sikap macam apa ini?" Lagi, Trenz maju dan Nadine mundur.
"Kita gak pacaran! Dan pernyataan gue ke lo itu udah di masa expired!!! Udah gak berlaku lagi!"
Tangannya yang sedari tadi dimasukkan, kini dikeluarkan tak nyaman. Trenz hanya menerima pernyataannya, meski sedikit terlambat. Tapi, dia merasa dia yang menembak lalu ditolak. Seharusnya cewek itu merespon dengan takjub, bukan? Ini momen yang dia tunggu-tunggu. "Lo suka gue!"
Nadine semakin merinding. Pasti lelaki itu berpikir bahwa dia adalah pusat alam semesta. "Get over yourself!"
"Apa lo mengharapkan sesuatu yang lebih dari gue?" Trenz mengangguk. "Kalo gitu dengarkan baik-baik, gue bakal ngomong sekali doang."
"Lotus, mau jadi pacar gue?" akunya sambil mengulurkan lengannya. Sorakan semakin meriah. Bahkan para guru yang sedang mengajar mendekat ke arah jendela, mencari tahu apa yang tengah terajadi.
Nadine menganga tak percaya. Hanya ada hah, heh, hoh yang berkeliling di otaknya. Kaget sekaligus bingung diberikan secara brutal untuknya.
"Jadi? Bisa pegang tangan gue lebih cepat? Gue pegel."
Nadine tak tahu apakah di dunia ini juga ada istilah cogil? Apa sekarang dia sedang mengikuti tren tersebut? Memang dasarnya gila.
"Lotus?" Tersenyum miring, Trenz berpikir bahwa kebingungan Nadine adalah sebuah ungkapan yang terlampau bahagia. Gadis itu, terpana.
Lotus menatap ulurannya. Sebuah ingatan terlintas dibenaknya. Salah satu harapan Lotus yaitu berpegangan tangan dengan Trenz. Apa dia terima ulurannya saja? Ini kesempatan. Tapi, Nadine tak menyukainya. Tapi, kapan lagi ini akan terjadi? Tapi... Tapi... Tapi.....
Nadine menggerakan lengannya ragu dan disambut dengan senyuman kemenangan sedikit cemoohan dari Trenz. Sedikit lagi, gadis itu akan menyentuh lengannya, akan menerima ulurannya. Namun di detik berikutnya, Nadine mengangkat lengannya tepat di hadapan wajah Trenz sembari mengacungkan jari tengah. "Gak mau," tolaknya. "Gue gak mau!"
"A-apa?"
"Lepas!" Nadine mencoba menarik jarinya yang ditangkap Trenz kuat, tak berniat melepasnya.
"Kenapa? Lo tahu situasi sekarang, kan? Lo suka gue!"
"Iya gue suka sama lo." Faktanya pemilik tubuh asli memang menyukainya. "Tapi, gak mau."
"Hah? Lotus!"
"Lepas!"Akhirnya jari tengahnya terbebas.
"Lo nolak gue karena balas dendam? Ini yang pertama dan terakhir. Lo gak akan pernah dapat kesempatan kayak gini lagi."
Nadine mendengus sebal. Apa lelaki itu ingin mempacarinya tanpa rasa? Untuk apa? Dia punya Ritz.
"Kenapa lo mau pacarin gue?"
"Kenapa lo nolak gue?" Trenz balik bertanya.
"Gue ngidap menu anxiety! Kalo nanti kita nge-date lo pasti bakal kesel kebakaran bulu ketek!" asalnya. "Dan gue emang suka lo. Tapi sekarang lo gak semenarik itu untuk dijadiin pacar!"
Kali ini Trenz yang menganga tak percaya. Tanpa sadar dia sedikit memiringkan kepalanya. Mengerut tak menyenangkan. "Apa yang enggak menarik didiri gue?!" protesnya. "Dulu lo pernah bilang ke gue, lo suka semua yang gue punya dari satu sampai seribu, semuanya!" tekannya.
Nadine melebarkan matanya, Lotus memang benar-benar bucin. "Ah.... iya. Tapi, terus? Dulu, itu kata lampau."
"Hey!" Trenz maju selangkah.
Nadine merasakan lengannya ditarik ke belakang, sehingga dia terhindar dari cekalan Trenz.
"Bisa berhenti?"Suaranya terdengar ramah dan santai, namun suasananya tak terlihat seperti itu.
"Lexux?" kaget Nadine.
"Jangan ikut campur."
"Gue juga berpikir untuk gak ikut campur, tapi ini masih jam pelajaran dan gue ketua kelasnya. Dia gak terlihat nyaman, jadi tolong berhenti. Berhenti menganggunya. Berhenti mengganggu teman kelas gue."
Trenz menyeringai tak sangka. Dirinya menganggu? Omong kosong apa yang lelaki itu buat?
"Minggir!" perintahnya dingin. Alih-alih terintimidasi, Lexux semakin menggenggam lengan Nadine dan semakin menyembunyikannya di balik punggungnya.
Lexux tersenyum. "Kami akan kembali ke kelas. Jadi, nikmati waktu lo."
"Hey!" Trenz mendekat. "Minggir!"
Tinggi Trenz sedikit lebih tinggi darinya, namun hal itu tak mampu membuat Lexux kalah dalam persaingan ketat adu tatap.
"Berhenti." Lexux dan senyumannya. "Berhenti bersikap konyol." Sedetik kemudian ekspresinya berubah total. "Menjengkelkan." Datar dan sengit. Pergi dengan genggaman yang tak Lexux lepaskan.
Lucu, itu yang dipikirkan Trenz.
Orang-orang tahu bahwa sekarang lelaki itu tak boleh di dekati. Jika ada yang berani-beraninya mendekat, itu kesalahan fatal.
Trenz tersenyum miring, sebelah lengannya menutup mata, tertawa lucu. Ya, ini hal sangat meyenangkan, ini hal yang lucu.
"Sial! Ini terlalu lucu," bisiknya tajam.
Kepalannya terasa semakin mengerat dengan kemarahan. Mundur, dia berbalik pergi. LEXUX dan LOTUS, mereka menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRANSMIGRASI? NOVEL? ENGGAK!!
Teen FictionNamanya Nadine, si perempuan yang gak suka dipanggil tomboy. Perempuan yang mengaku cewek banget alias feminim tapi suka bertindak kasar. Perempuan yang tidak terlalu suka tentang hal-hal berbau fantasi. Di usianya yang akan menginjak 26 Tahun, Nad...