Chapter 7

59.5K 4.2K 59
                                    

Peringatan!
Dalam cerita ini mengandung pembahasan dengan unsur dewasa. Mohon untuk selalu bijak dalam membaca.

*
*
*


Kewaspadaan Daren melonggar karena tidak ada sesuatu yang terjadi selama sebulan setelah Sybil melihat mantannya itu. Perempuan itu pun bisa bernapas lega sebab tidak perlu diantar-jemput lagi.

"Hari ini bisa ikutan makan-makan dong, Mbak." Haris memastikan keikutsertaan Sybil.

"Bisa." Perempuan itu menjawab dengan mantap.

"Suami Mbak Sybil ngasih izin?" Anin berkata sangsi.

"Dia sebenarnya oke-oke aja kok. Gue mau jumpalitan juga nggak masalah kok." Memang begitu adanya. Daren sebagai suami tidak memberikan batasan-batasan. Kalau pun Sybil memberi kabar atau minta izin, itu atas inisiatifnya sendiri.

Perempuan itu tahu diri. Ia tidak lagi tinggal sendiri. Makanya, berusaha memberi kabar dengan teman serumahnya ketika ada potensi untuk pulang lebih lama.

Begitu juga dengan Daren. Lelaki itu selalu memberi kabar saat tiba-tiba tidak bisa pulang tepat waktu. Komunikasi mereka benar-benar selancar itu.

"Mbak, boleh tanya nggak?" Kali ini Nilam yang bersuara.

Siang ini, para tim penulis konten sedang berkumpul. Hanya kurang Hani saja, yang memang sedang ambil cuti untuk pergi liburan dengan pacar bulenya.

Makanya, sejak pagi tidak ada yang mengganggu Sybil dengan celetukan aneh.

Senang?

Well, jujur perempuan itu malah merasa sepi. Bagaimanapun, apa yang dilontarkan Hani setiap pertemuan mereka adalah sebuah candaan untuk mencairkan suasana.

Tanpa Hani siang ini, Sybil dan timnya makan siang bersama di kantin kantor. Nanti malam, mereka juga akan pergi makan bersama lagi. Sybil yang mentraktir sebagai penebusan karena ia jarang bonding dengan mereka sejak menikah.

Atensi Sybil langsung tertuju penuh pada Nilam yang duduk di sebelahnya. "Mau tanya apa, Lam?"

Ada keraguan yang terpancar dalam tatapan anggota tim penulis konten termuda itu. "Hmmm waktu berhubungan pertama kali sama suaminya Mbak Sybil, apa rasanya sakit?"

Pertanyaannya agak...

Sulit dijawab. Sybil tidak berpengalaman akan hal itu. Bersama pacar-pacarnya yang dulu, ia juga tidak pernah sampai sejauh itu. Mungkin itu juga yang membuat mantan brengseknya nekat melakukan hal tak senonoh yang hampir merenggut mahkotanya.

Anin yang duduk dekat Nilam ikut-ikutan menoleh. Meski suara gadis itu kecil saat bertanya, tetap saja orang di dekatnya bisa mendengar juga.

"Nilam, pacar kamu ngajakin begitu?" Sorot mata Anin menajam.

Kepala yang lebih muda menggeleng keras. "Bukan begitu, cuma..."

"Don't do it. Walau itu hak kamu mau ngapain aja sama pacar, tapi tolong jangan ngelakuin hal sampai sejauh itu. Enaknya sebentar, tapi bisa bawa sesal selamanya."

Sybil baru kali ini melihat Anin bicara begitu bijak. Jika ditilik dari ekspresinya, Anin seperti sedang menahan luka dan kecewa.

Apakah ucapan itu bisa ia lontarkan karena berpengalaman?

Tidak. Sybil tidak akan menghakimi. Ia cukup menghargai bahwa tiap orang punya ceritanya sendiri-sendiri yang tidak berhak kita nilai dari luar.

Usai makan siang, semua kembali ke meja masing-masing. Bersama menyelesaikan pekerjaan hingga sore menyambut.

Oddly CoupleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang