Chapter 3

69.6K 4.5K 21
                                    

Peringatan!
Dalam cerita ini mengandung pembahasan dengan unsur dewasa. Mohon untuk selalu bijak dalam membaca.

*
*
*


"Coklat itu salah satu sumber kebahagiaan. Jadi, boleh ya beli coklat sekalian, Pak Suami?" Sybil memamerkan tatapan puppy eyes andalannya.

Sementara itu, Daren dengan konsisten menggeleng. Aksi lelaki tersebut bukan tanpa alasan. Itu semua gara-gara Sybil sendiri yang sudah berlebihan mengkonsumsi makanan manis.

"Kalau mau coklat, ya yang dark dan pahit." Puppy eyes Sybil sudah tidak mempan pada Daren.

Perempuan itu berdecak kesal. Kalau urusan belanja untuk memenuhi isi kulkas, Daren memang punya kuasa mutlak.

Well, dalam rumah tangga mereka yang sudah terjalin selama empat bulan lebih, urusan dapur memang menjadi wewenang Daren. Kalau diserahkan pada Sybil, pasti semuanya berantakan.

Sybil mungkin pintar dalam pekerjaan. Ia jelas sangat profesional. Sayangnya, jika dihadapkan pada urusan dapur, ia angkat tangan, menyerah. Perempuan itu lebih baik cuci piring seabrek daripada memasak dan belanja bahan makanan.

"No buncis!" Sybil kembali heboh karena Daren terlihat hendak memasukkan buncis ke dalam troli.

"Gue yang makan. Lo kalau nggak doyan ya disisihkan aja sih." Lelaki tersebut kembali tidak mengindahkan ucapan istrinya.

Sebenarnya, Sybil bukan sosok yang memilih makanan. Perempuan itu akan makan saja masakan Daren. Hanya saja ia tidak suka buncis. Sementara Daren sangat suka sayuran itu.

"Sebentar, gue mau ambil pembalut." Perempuan itu menginterupsi kegiatan Daren saat memilih sayuran. "Tunggu di sini."

Dari tempatnya, Daren melihat punggung Sybil menghilang di balik rak berisi bumbu. Lelaki itu pun dengan sabar menunggu sang sahabat kembali.

Dua menit, tiga menit, lima menit, sampai sepuluh menit berlalu. Tidak ada tanda-tanda seorang Sybil akan menghampiri Daren.

"Biasa milihnya cepet," gumama lelaki itu.

Tidak mau menunggu lagi, Daren mendorong troli menuju rak berisi beragam pembalut wanita. Lelaki itu celingukan mencari keberadaan Sybil. Matanya menyapu seluruh rak dan mendapati sosok Sybil berjongkok dengan napas tersengal di rak sebelah, tempat tisu di display.

"Ibil?" Panggil Daren.

Sybil menoleh. Ia menatap lelaki itu dengan pandangan bergetar. Ada raut ketakutan dalam ekspresinya.

"Ibil, ada apa?" Ia ikut jongkok dan menggenggam tangan perempuan itu.

Dingin.

Itulah yang ia rasakan saat menyentuh kulit tangan Sybil. Keringat dingin juga muncul di dahi perempuan itu.

"Kita pulang sekarang." Daren memutuskan dengan cepat. Ia tidak lagi peduli dengan belanjaan mereka. Toh, beli secara daring juga bisa.

Ia pun menuntun Sybil untuk berdiri. Keduanya pun berjalan keluar dari swalayan dengan saling merangkul. Lebih tepatnya, Daren merangkul Sybil karena sulit berjalan akibat kakinya terasa lemas.


***


Tatapan Daren pada Sybil begitu nanar. Punggung perempuan tersebut tampak rapuh dari sudut dapur tempatnya sekarang berdiri.

Oddly CoupleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang