Chapter Bonus #2

82K 4.6K 205
                                    

Sybil mendesah pasrah sambil menggelengkan kepala saat melihat pemandangan di depannya. Ia membuka salah satu tas yang bercorak Winnie The Pooh dan mengeluarkan kotak makan berisi biskuit buatan Daren yang memang dibuat khusus untuk anak-anaknya.

Benar, anak-anak.

Pasangan itu kini punya dua anak. Binar si sulung yang berusia empat tahun dan Dihyan yang belum genap berusia dua tahun.

Hal yang paling mengesalkan Sybil adalah wajah kedua anaknya sangat mirip Daren. Siapa saja pasti tahu jika lelaki itu benar-benar ayah si cantik Binar dan si tampan Dihyan. Ditambah lagi, anak-anak itu sangat menempel pada ayah mereka.

Pokoknya, Sybil hanya bertugas mengandung, menyusui, dan menjaga anak-anak di rumah saat Daren tidak ada. Ketika lelaki itu pulang, anak-anak langsung menempel pada ayah.

Cuma ada nilai tambah juga dari hal ini. Sybil jadi agak bebas saat harus pergi bersama seperti sekarang. Binar dan Dihyan jelas dipangku Daren. Sementara Sybil memperhatikan saja sambil membawa tas mereka.

“Dihyan, ini minum air dulu. Terus biskuitnya dimakan,” Kata Sybil.

“Ibu, Binar juga mau.” Anak perempuannya menatap ke arah kotak makan di tangan Sybil.

“Kakak Binar juga makan bareng adek ya.” Bibir Sybil mengulas senyum. Ia beranjak dari tempat duduk, pindah posisi ke samping Daren karena kursi itu telah kosong.

“Ibu, petsawatnya telebang!” Seru Dihyan, menunjuk jendela besar yang memperlihatkan deretan pesawat yang parkir, serta beberapa diantaranya mengantri untuk take off di landasan.

“Iya, terbang,” Sybil membenarkan ucapan anak bungsunya.

Daren diam saja. Agaknya lelaki itu lelah karena sejak tadi anak-anak tidak mau lepas darinya. Bayangkan saja, dari rumah sampai bandara, mereka menempel terus pada lelaki itu.

Kasihan dengan sang suami, akhirnya Sybil mengambil alih Dihyan. “Adek Dihyan, ibu yang pangku ya.”

Awalnya anak lelaki itu menggeleng, tapi Daren turun tangan.

“Aduh dek, kaki ayah sama tangan ayah sakit. Nanti nggak bisa gendong lagi.” Daren mulai berakting dengan sangat meyakinkan.

Kalau sudah begitu, tidak hanya Dihyan yang buru-buru pindah pangkuan, Binar juga ikut-ikutan. Keduanya paling tidak tega kalau sang ayah bilang sakit.

Sybil terkekeh. Ia memeluk Dihyan dari belakang sambil membuka kotak makan agar anaknya bisa dengan mudah mengambil biskuit dari sana. Binar sendiri akhirnya duduk nyempil di antara ayah dan ibunya.

Keluarga cemara ini berada di bandara bukan tanpa alasan. Sybil dan Daren memang mengajak anak-anak mereka untuk berlibur ke Lombok, sekalian menjenguk orang tua Sybil.

Sebenarnya, ini bukan perjalanan pertama naik pesawat untuk anak-anak. Hanya saja, tetap rasa lelahnya membawa dua anak di bawah lima tahun sungguh mantap. Ditambah kedua anak Sybil dan Daren cukup aktif. Untungnya mereka tidak rewel, itu saja sudah cukup bagi pasangan itu agar perjalanan mereka lancar.

“Ibu, nanti di tempat mbah, kita ke pantai kan?” Tanya Binar.

“Iya dong.” Sybil mengelus lembut kepala putrinya.

“Kakak Binar memang sudah berani kena ombak?” Kali ini, Daren balik bertanya.

Terakhir kali mereka ke pantai di Lombok sekitar tujuh bulan lalu. Kala itu, Binar tidak berani mendekat ke air. Ia takut dengan ombak yang datang menerjang pasir. Padahal, ombaknya tidak besar. Anehnya, Binar suka bermain di kolam renang. Bahkan, sudah ikut les renang.

Oddly CoupleyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang