[16] Maaf.

4.6K 365 29
                                    

"ketika bulan dan bintang sama-sama berusaha melindungi matahari mereka."

**

Matahari belum menampakkan sinarnya saja Afka sudah berada di sekolah. sengaja membawa novelnya agar tidak terlalu bosan. soal masalah kemarin, Afka ingin berusaha melupakannya. karena semenjak masalah itu pula, Jihan semakin bersikap baik kepadanya. meski sang ayah tidak ada perubahan.

tadi pagi, ia berangkat sendiri lagi. Jihan yang bangun lebih awal tentu memberinya bekal, Afka senang bukan main. belum ada yang pernah memberinya perhatian seperti ini sejak dulu, jangankan ayahnya, maid di rumahnya saja di larang memasakkan makanan untuknya.

Dengan riang dan terus tersenyum cerah, bocah bereyesmile itu memakan bekalnya sendirian di kelas. Afka memang masih sendiri di kelas. teman-temannya tidak mungkin seniat itu untuk datang sepagi ini.

Afka menoleh ke pintu saat seseorang dengan terburu-buru masuk. dia, Julian. Afka menundukkan kepalanya lagi, mencoba pura-pura tidak perduli. Julian yang tau hanya tersenyum simpul. kenapa anak itu sedikit terlihat lucu sekarang?

"ngapain liat-liat?" tanya Julian iseng. Afka menggeleng cepat.

"aku gak liatin kamu." matanya hanya terfokus pada kotak bekalnya. Afka menyuapkan satu sendok nasi dan lauk terakhir yang ia bawa kedalam mulutnya. Julian lagi-lagi terkekeh, Afka lucu sekali. pipinya yang menggembung bergoyang-goyang karena sedang mengunyah.

"iya? terserah lo deh." Julian berpura-pura marah. ia menyumpal kedua kupingnya dengan earphone dan mulai sibuk mendengarkan musik di bangkunya.

Afka terdengar menghela napasnya dari seberang sana. ia cemberut, memilih merebahkan kepalanya ke atas meja dan mulai memejamkan mata. tanpa sadar bahwa Julian yang tadi bukanlah Julian yang dulu dirinya kenal. Tanpa tahu juga, bahwa mata tajam Julian tetap mengawasinya meski ia sudah beralih ke alam bawah sadar.

**

Tangan besar itu menahan pergerakan Afka yang hendak melewati koridor kelas dua belas. Afka menatap kakaknya— ya, Yesa, yang masih mencekal tangannya kencang dengan tatapan bingung. Yesa balik menatapnya sinis.

"rencana gue bikin lo di hukum ayah kemarin gagal. apa harus gue sendiri yang turun tangan hukum lo?" nadanya terdengar sengit. tak peduli teman-temannya tengah menonton, Yesa tetap berdiri yakin menghadang sang adik tiri.

"atas kesalahan apa kakak harus hukum aku?" Afka berujar pelan. namun, masih bisa sampai ke telinga Yesa. pemuda itu terkekeh sinis, ia mencengkeram pipi Afka dengan satu tangan, menaikkan wajah si tengah hingga berhadapan dengan wajahnya.

"banyak. lo ada di tengah keluarga ayah sama Bunda aja salah. apalagi sekarang, Bunda ada di pihak lo." penjelasan Yesa membuat Afka menghela napas. ia menepis tangan Yesa. memandang sang kakak menggunakan tatapan sendunya. senyum getirnya terbit.

"kalau gitu, aku minta maaf. belum cukup? tunggu aja aku pergi dari dunia. udah, kan? aku mau ke kelas." Afka hendak melangkah menjauh, namun, lagi-lagi, lengannya di cekal, kali ini lebih keras.

"gue tunggu."

dua kata itu, membangkitkan rasa sakit Afka. ia mendorong Yesa hingga cekalannya terlepas. Afka langsung berlari menjauh, berusaha secepat mungkin keluar dari area kelas dua belas. sudah berbagai tatapan ia dapat. Afka tidak nyaman.

brugh!

tepat di depan kelasnya, Afka menubruk dada bidang seseorang. ia mendongak, Itu Revan, orang yang sudah ia tabrak. tatapannya datar. Revan menggaet tangannya, Afka di bawa masuk ke kelas yang sudah tak berpenghuni. karena jam istirahat berbunyi baru beberapa menit yang lalu, jadi para murid 11 ips 2 berhamburan pergi ke kantin.

di saat pergerakan Revan tertangkap retinanya, mata Afka terpejam waspada. tangannya melindungi kepalanya dengan ringisan takut. ia menggeleng sambil meracau tak jelas. Revan mengernyit tidak paham, ia cepat-cepat langsung merengkuh si mungil dalam pelukannya.

"Kenapa, Ka? gue cuma mau.. minta maaf."

raut wajahnya kentara sekali tidak mengerti. tetapi, Revan dengan sabar terus memeluk Afka yang masih memejamkan matanya. meski sudah tidak seribut tadi, Revan belum berani melepaskannya.

"lepas, Van." lirih Afka pelan.

Revan mengurai pelukan mereka. menatap dalam netra hazel Afka mencoba menyelami anak itu sedalam mungkin. namun, yang ia temukan hanyalah tatapan putus asa. Afka menggenggam erat tangannya hingga memerah.

"lo baik-baik aja? atau lo sakit? mau ke UKS? ayo, gue temenin." Revan hendak menggeret tangan Afka, tapi, sebelum itu, Afka lebih dulu menggeleng keras.

"aku gakpapa. tadi, kamu mau ngomong apa?" tanya Afka. ia masih berusaha menahan tubuhnya agar tidak tremor. serta mengatur napasnya yang mulai sesak.

"gue minta maaf." Revan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. berandalan dan tukang bully sepertinya meminta maaf? hanya demi Afka saja. pada yang lainnya Revan tidak akan.

"kamu aneh." Afka mengerutkan alis tak paham situasinya sekarang. ia hanya paham tadi panick attacknya hampir kambuh karena salah paham. mengira Revan mau memukulinya, padahal nyatanya hanya ingin memeluk.

"ya, intinya gue minta maaf. atas semuanya."

Afka masih tidak paham. ia berdecak. tidak percaya, sih, sebenarnya seseorang seperti Revan Alfarizi Sanjaya mau meminta maaf.

"Iya. udah, kan? aku pengen tidur. pusing." Afka memijat keningnya, kemudian berjalan ke arah bangkunya meninggalkan Revan di depan kelas sendirian. pemuda itu menghela napas. memilih mengikuti Afka untuk kembali ke bangku miliknya dan mengawasi gerak-gerik Afka.

"Heh,"

Revan hilang fokus, ia memandang ke arah Julian yang menatapnya aneh. Revan mengangkat alisnya. bertanya ada apa. sedang Julian memutuskan menghampiri Revan ke bangkunya. Afka masih menelungkupkan kepalanya ke atas meja, sepertinya anak itu mulai tertidur.

"abis bully dia lagi, lo?" Tanya Julian pelan. Revan menggeleng keras, tidak terima.

"gak lah gila. gue abis minta maaf."

"anj, gak ngajak-ngajak. gue nanti gimana? lo tau sendiri gue gak pinter bujuk orang." Julian mengacak surainya frustasi. dasar Revan anak bodoh! katanya ingin meminta maaf bersama. kenapa sekarang malah meminta maaf duluan.

"dia juga kayanya gak terlalu perduli. katanya tadi pusing," ujar Revan pada Julian, meski matanya masih fokus memandangi Afka.

"Pokoknya abis ini bantuin gue minta maaf! harus."

"usaha sendiri."

"anj lo!"

"mending lo pikirin cara buat ngelindungin Afka dari Yesa. bejat banget dia. tadi gue abis nguping dia ngomong sama Afka, sebentar doang tapi." Revan menjelaskan, Julian mengernyit tak paham.

"emang dia kenapa?"

"katanya mau hukum Afka. dia juga bilang 'nungguin' Afka pergi."

**

02.02
958 words.
n. tuh Revan udah minta maaf.
tungguin aja giliran Julian.
Afkanya happy dulu, ya, abis ini.
jangan ada yang gangguin dulu.
💟 sorry for typo(s).

Home For Afka [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang