**
"Afkanya Julian sama Revan bawa buat malam mingguan dulu, ya, Tante.. hehe, boleh, kan?"
Tangan Jihan terulur menyalimi kedua anak dari teman bisnis suaminya. Wanita itu tersenyum hangat, lantas mengelus surai Julian karena merasa gemas akan tingkah sopan si tunggal Bagaskara.
"Boleh. Jangan malem-malem, ya, pulangnya. bukan buat Afka doang, loh. kaliannya juga!" Julian dan Revan hanya mampu mengangguk paham. bukan ingin menuruti, ya. mereka saja berencana untuk lanjut nongkrong bersama teman-teman Revan setelah mengantar Afka pulang nanti.
"Bunda, Afka boleh ikut, kan?"
Tubuh si mungil melongok dari pintu utama, Julian spontan menahan tawanya. melihat wajah bulat mengintip itu membuat level kegemasannya pada seorang Afkalio Shaqueel bertambah pesat. Jihan berdecak, ia menyuruh Afka menghampiri dirinya dan Kedua temannya di teras.
Kaki Afka melangkah pelan menyusuri rumput teras yang sedikit becek. Afka tersenyum lebar begitu sampai di hadapan ketiganya. tubuh kecil itu terlihat tenggelam karena berbalutkan hoodie abu-abu yang kebesaran serta celana kain hitam.
"Boleh. Udah di izinin sama Ayah, kan, tapi?" Tanya Jihan. Afka sontak mengangguk semangat. tadi, Afka menyempatkan pergi ke kamar Kara sejenak, menemui Wira yang tengah menemani anak gadisnya mengerjakan tugas. Afka bilang, ia hendak main bersama Julian dan Revan. tanpa banyak kata, Wira langsung menyetujuinya.
"Yaudah. sana berangkat, hati-hati, ya! inget, Jangan pulang kemalaman!"
"Iya, Bunda."
***
Dua motor berwarna full black milik Julian dan Revan berhenti tepat di parkiran alun-alun kota Bandung. malam ini, tempat yang kini di singgahi mereka bertiga itu terlihat tak begitu ramai. Afka turun, menunggu Julian dan Revan membuka helm masing-masing terlebih dahulu sebelum melanjutkan langkah untuk membeli jajanan.
Ketiganya melangkah berbarengan dengan posisi Afka berada di tengah. alasannya jelas karena Revan takut anak itu hilang di tengah kerumunan. apalagi Afka tidak membawa ponsel. lama berjalan mencari tempat sepi, mereka akhirnya memilih duduk lesehan di atas terpal milik seorang tukang mie ayam. oh, meladeni keinginan Julian juga si pecinta mie ayam kelas berat.
"Mang! tiga porsi, ya!" teriak Julian yang di sambut oleh jempol si penjual. Tiga anak adam itu duduk nyaman menikmati semilir angin malamnya kota Bandung. Mata Afka terpejam, kepalanya menyender nyaman pada bahu lebar milik Revan.
"agak lama gakpapa, ya, dek?!"
"iya, mang!"
"Ardan sama Felisya di DO dari sekolah, anjay." Julian berujar kagum. tanpa sidang terbuka, tiba-tiba saja dua anak dari pengusaha cukup terkenal itu di keluarkan dari SMA Adinata. sebenarnya mereka sudah tidak heran, apalagi Afka. ia tahu seberapa sayang dan protektifnya sang ayah terhadap Kara. sudah pasti konsekuensi terburuk saat mengganggu si bungsu kesayangan Prawira adalah tersingkirkan.
"Gak ada sidang di BK dulu?" Tanya Revan penasaran. Julian mengedikkan bahunya acuh. ia tidak tahu dan tidak mau tahu. berita Ardan di keluarkan dari sekolah saja sudah bisa membuatnya senang bukan main.
"Aku gak heran. kalian tau, gak, sih, seberapa sayang ayah sama Kara?" pertanyaan random Afka membuat keduanya terdiam.
"Kara tuh anak baik. Pantes banyak yang sayang sama dia. dari dulu, sejak awal ketemu sama dia aja, aku udah minder berat." Kekehan santai Afka terdengar di akhir. meski omongan itu tidak serius, entah kenapa Julian dan Revan agak sakit hati mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home For Afka [✓]
Teen Fiction[SUDAH DIBUKUKAN!] "Ketika laramu tak kunjung menemukan tempat untuk berlabuh, maka beristirahatlah sejenak." -Afkalio Shaqueel Prawira. ** Afka ingin rumah, yang lebih menenangkan dari makam sang Bunda. *** warn! sickstory friendship no romance! [s...