-Happy reading, love. 🖤
**Suara motor terdengar berhenti tepat di halaman luas mansion Prawira. Yesa mengintip karena sedikit penasaran dari jendela yang menghadap tepat ke depan mansion, ia baru sampai tadi. Jihan menyuruhnya pulang lebih dulu karena Kara juga katanya sebentar lagi akan pulang.
Yesa menghela napas lelah, memilih tidak peduli, ia menutup tirai jendela dan melanjutkan langkahnya untuk masuk ke kamar. Membawa satu tas besar berisi pakaian kotor milik Jihan serta Kara.
di lain sisi, Afka berusaha turun dari motor besar Revan. tangannya meraih tangan Julian yang siap sedia membantunya. bibir si mungil menyunggingkan senyum tipis. tangannya yang berbalutkan kain kasa tertutupi oleh lengan jaketnya.
"Makasih udah obatin luka aku." Afka berujar tulus. Julian yang mendengarnya terkekeh, refleks tangannya mengacak surai Afka karena terlampau gemas.
"Lucu banget anaknya Bunda Alen~" ledek Julian iseng. Afka cemberut, menyingkirkan tangan Julian dari atas kepalanya.
"anaknya bunda Jihan juga," lanjut Revan membenarkan. Afka tersenyum puas, mengacungkan salah satu jempolnya.
"Pinter. udah, ah. aku mau masuk. mau bobo. capek. hati-hati di jalan!"
Afka berlari masuk, melambaikan tangannya tanpa menoleh ke belakang. Revan tersenyum memandangnya, juga Julian yang masih terus terkekeh saking gemasnya dengan anak itu. keduanya menghela napas saat Afka sudah tidak terlihat lagi keberadaannya, raut wajah mereka berubah datar.
"Pulang atau nongkrong?" tanya Julian sambil memasang helmnya, ia kembali naik ke motor full black nya. ingin langsung meninggalkan rumah Afka setelah mendapatkan jawaban si sahabat.
"balik."
**
Afka menormalkan langkahnya kala memasuki pintu utama mansion. ia menghela napas dalam, mengelus lengannya yang masih terasa sedikit nyut-nyut an. Afka membuka pintu kamarnya, langit sore yang mendung membuat mood Afka turun. hatinya merasa tidak enak saat mengingat tentang hujan.
Pintu kamar si tengah di buka pelan, Afka merebahkan diri di kasurnya dengan terburu. sebelum benar-benar tertidur, Afka terduduk sejenak. mencopot sepasang sepatunya dan menaruh benda itu ke sudut kamar. kembali Afka menidurkan tubuhnya, memeluk erat bantal guling dan menyembunyikan wajahnya di sana.
Suara Hujan mulai terdengar. riuhnya bertambah secara berkala, membuat Afka semakin meringkuk di kasurnya. tidur sorenya di temani dengan hujan. Afka hanya berharap bunga tidurnya akan indah. ia lelah menghadapi hari ini, kalau boleh, Afka juga mau menyembuhkan diri di dalam tidurnya.
**
Petir terdengar bersahutan dari langit. suasana mansion terasa lebih mencekam dari biasanya. Namun, Yesa tetap nekat keluar dari kamarnya karena ia kelaparan. niatnya ingin membuat satu mangkuk mie instan. ia tidak perlu pusing memikirkan keluarganya ada di mana sekarang. sebab, tadi Wira menelepon dan bilang akan menginap di rumah kakek dan neneknya.
kedua orang lanjut usia itu rupanya khawatir akan keadaan si cucu bungsu. Jihan memang sempat mengabari bahwa Kara masuk rumah sakit karena sesak napas, meski Jihan tidak menjelaskan apa penyebabnya. bisa-bisa, jika di jelaskan, detik itu juga kedua orang tuanya menyuruhnya bercerai dengan sang suami.
Yesa menyobek bungkus mie rebusnya, kemudian mengambil telur di kulkas untuk di jadikan toping. pemuda itu beranjak sejenak dari dapur, ingin kembali ke kamarnya mengambil ponsel. Yesa sedikit berlari menyusuri luasnya mansion sang ayah, namun, tiba-tiba telinganya menangkap sebuah suara pecahan gelas yang terdengar samar-samar dari lantai atas.
bulu kuduk Yesa meremang, ia berdecak kesal. sialan. kalau itu hantu, Yesa bersumpah akan meminta untuk pindah rumah kepada Wira sehabis ini. setelahnya, hening melanda. hanya suara hujan yang dapat telinganya tangkap. Yesa menghela napas, ia kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar, mengambil ponselnya dari atas nakas, lantas segera kembali keluar.
Yesa melirik ke arah tangga. ia mendadak penasaran. Yesa baru ingat Afka juga ada disini. dan kamar anak itu tepat di samping kamar sang adik kandung. yang artinya, sama berada di lantai dua. dengan ragu, tungkai kaki Yesa mengendap-endap menaiki anak tangga satu persatu. melupakan rasa laparnya sejenak, ia terlampau kepo. sungguh.
saat kakinya sudah menginjak lantai dua, Yesa menyusuri lorong itu pelan sekali. suasana masih hening. Yesa menyisir pandangannya ke seluruh area lantai dua yang lampu utamanya tidak menyala, tidak ada apa-apa. namun, matanya langsung tertuju pada pintu kamar Afka yang sedikit terbuka.
Yesa menggesernya sedikit demi sedikit sampai terbuka setengah, ia memutuskan untuk mengintip ke dalam setelah menyiapkan mentalnya.
Mata Yesa membelalak, Tangannya sontak membanting pintu kamar Afka ke dalam. segera Yesa melangkahkan kakinya masuk ke dalam, ia memangku kepala Afka yang tubuhnya sudah tergeletak sambil seperti berusaha mengais napas. pecahan gelas tersebar di mana-mana. Afka meremat erat kaus bagian dadanya, serta matanya yang terpejam dengan bibir yang juga di gigit kuat.
Yesa menepuk beberapa kali pipi Afka untuk menyadarkan anak itu. Yesa bahkan sesekali mengumpat saking paniknya dan tidak tahu harus berbuat apa. ia mengangkat tubuh ringan si tengah ke atas kasur. memposisikan nya menjadi terduduk. Yesa terus saja menepuk-nepuk pipi Afka, berusaha mengembalikan sadarnya.
"Afka! bangsat! jangan gini! napas, ka!"
Afka membuka matanya setengah, gigitan di bibirnya sudah terlepas. tetapi napasnya belum juga kunjung lancar. Afka menggeleng frustasi, rasanya sakit. dadanya seolah di himpit oleh sebuah batu besar sehingga ia tak bisa bernapas lagi. Afka memukul-mukul dadanya keras, membatin dalam hatinya, meminta maaf kepada sang ayah.
siapa tahu ia akan pulang lebih dulu hari ini.
"Ka, tenang dulu." Yesa membantu mengurut dada Afka, entahlah. perasaan paniknya tidak hilang semenjak melihat Afka yang kesusahan bernapas. hingga perlahan, Afka mulai tenang. ia kembali bisa bernapas dengan normal. Tangannya Yesa pindahkan agar tidak lagi meremat dadanya sendiri.
Tangis Afka perlahan mengudara. Tak kuasa menahan sesaknya tadi, Afka terisak. meski sekarang Yesa ada di hadapannya, Afka tidak mengindahkannya sama sekali. Afka takut, mimpi buruk itu datang lagi. seolah menerornya dengan kejadian yang sudah berulang kali terputar di mimpinya. Afka gemetaran, ia menutupi wajahnya sendiri menggunakan kedua tangannya. menangis kencang di sana.
Yesa memandangi adiknya canggung. rasanya sungguh tak bisa di jabarkan. di satu sisi dirinya iba. tapi, di sisi lain, Yesa juga belum bisa sepenuhnya bersikap baik pada anak ini. rasanya aneh jika tiba-tiba memeluk atau bahkan memberikan Afka kata penenang.
Helaan napas kecil dari bibir Yesa akhirnya lolos, pemuda itu memilih mengalahkan egonya. Yesa menarik Afka ke dalam pelukannya. membenamkan wajah si tengah ke dadanya. membiarkan Afka menangis puas terlebih dulu.
jahat-jahat begini, Yesa masih punya jiwa kakak yang lumayan kuat.
"takut, kak.." adu Afka lirih.
Yesa tidak membalas, hanya diam sembari membiarkan Afka menghabiskan tangisnya. namun, saat sudah berhenti menangis, anak itu justru tertidur dalam rengkuhannya. Yesa merebahkan perlahan tubuh Afka ke kasur, menyelimutinya sampai ke dada. Ia beranjak bangun, melihat sejenak pecahan yang tersebar di bawah ranjang Afka.
Yesa tidak membereskannya. biar besok saja ia meminta maid membersihkan pagi-pagi. Yesa tidak mau repot. lagipula perlakuan tadi hanya sebatas ketakutannya akan Afka yang bisa saja kehilangan nyawa.
padahal dulu, dia yang menunggu Afka pergi.
ada apa dengan si sulung Prawira hari ini sebenarnya?
**
14.02
1097 words.
n. double up besok-besok, ya. hari ini aku capek sekali, maaf:(
Afka sayang kalian 🖤
💟 sorry for typo(s)
KAMU SEDANG MEMBACA
Home For Afka [✓]
Ficção Adolescente[SUDAH DIBUKUKAN!] "Ketika laramu tak kunjung menemukan tempat untuk berlabuh, maka beristirahatlah sejenak." -Afkalio Shaqueel Prawira. ** Afka ingin rumah, yang lebih menenangkan dari makam sang Bunda. *** warn! sickstory friendship no romance! [s...