🪐 0.7: Perasaanku

23 5 2
                                    

"In my arms, you always save

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"In my arms, you always save."

---

Ceklek.

"Guten morgen my dear. What are you feeling right now? Do you want me to take care of you? Sure, you can-"

Kata-katanya terpotong saat aku meletakkan tanganku di bibirnya. Padahal ini masih pagi dan dia sudah cukup berisik. Tadinya pun dia menggedor-gedor pintuku seolah ingin menagih hutang.

Aku mendongak dengan wajah mengantuk saat merasa tanganku dipegang olehnya. Kemudian, dia meletakkan tanganku di pipinya. Azriel memejamkan matanya sesaat seolah menyerap tenaga dari tanganku. Lalu, menatapku dengan senyum ramah khas andalannya.

"Aku gak sabar ketemu kamu, kukira kemarin cuma mimpi waktu kamu pengen kita balik lagi." Dia berceloteh.

Aku mendengus sembari tertawa kecil lalu membuka pintu lebih lebar. "Pfft, jangan bicara yang menggelikan seperti itu. Dasar orang-orang lama."

Aku berbalik dan meninggalkan Azriel yang kesal di pintu. Lalu, dia masuk ke dalam rumah sembari menutup pintu. Aku duduk di meja makan, dia mendatangiku dengan ekspresi yang sama di awal kalimat.

"Hei, bagaimana agar aku bisa membuatmu percaya? Kenapa kau terasa sama sekali tidak mempercayai perasaanku?" Azriel dengan bibir mengerucut duduk berhadapan denganku. Lalu, tangannya mulai menyendok nasi berisi tahu tempe yang kubuat tadi pagi.

"Aku percaya kok, cuma geli aja." Aku menjawabnya. Sekarang mulutku tengah menyunyah makanan.

Azriel manggut-manggut mengerti. "Ngomong-ngomong, udah hampir tiga hari lauk makanmu cuma tahu tempe dari kemarin. Kamu gamau ganti menu kah?"

Aku tersenyum kecil. "Aku ya nyesuain sama hasil pekerjaanku dong, engga bisa lebih dari itu. Lagian kalau beli ayam mahal juga sekitar 500 perak, kan lebih hemat kalau beli tahu tempe aja. 200 perak aja ga sampai."

"Tapi kalau cuma makan ini mulu ga bosan kah? Aku aja bosan."

Aku mendongak dengan wajah kesal. Meskipun Azriel bilang dia kesal, tapi dia menghabiskan makanannya. Aku menarik nafasku pelan, lebih baik aku sabar menghadapi kelakuannya sekarang. Terkadang Azriel cukup kekanak-kanakan.

"Sudahlah, syukuri apa adanya saja. Kalau kau tidak mau lauk yang kubuatkan, kau kan bisa beli di luar." Aku menjawab Azriel. Lalu, menyendok masuk makanan terakhir di dalam mulutku.

"Ya udah, besok-besok aku yang nyari makanan deh. Kubeliin kamu makanan khas 1994, pasti dijamin rasanya enak dah!"

Aku tersenyum kecil. "Iya dah."

"Ngomong-ngomong, ceritakan tentang dunia masa depan dong. Aku pengen denger lebih banyak!" Azriel membuat ekspresi memohon.

Aku bercerita panjang lebar mengenai dunia yang kutempati pada tahun 2021. Azriel selalu terpana sewaktu mendengarnya, seolah dia tengah membayangkan jika hidup di sana.

Iraganean | LeeknowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang