🪐 0.6: Suatu Surat

15 6 0
                                    

"Aku tidak akan meninggalkan dirimu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak akan meninggalkan dirimu."

---

"Kamu tinggal di sini selama setahun?"

Aku menganggukkan kepalaku. "Iya, sudah tepat setahun sejak aku pindah dari Ambarawa kemari."

Azriel menatapku dengan terkejut. Seolah dia tidak percaya bisa menemukanku di tempat yang sama dengannya sekarang, Jakarta. Kami berada di kamarku, duduk saling berhadapan di ruang tamu rumahku. Aku menundukkan kepalaku, menatap ke jam arloji yang menunjukkan pukul tujuh malam. Di lubuk hatiku ada sebersit kekecewaan yang kutahan sedari tadi. Namun, aku tidak ingin Azriel mengetahuinya.

"Bagaimana kabarmu?" Azriel kembali bertanya setelah diam begitu lama.

Aku tersenyum simpul. "Aku baik-baik saja."

"Kau bisa beradaptasi di zaman ini?"

Sebagai jawaban aku menganggukkan kepalaku lagi. Lalu sunyi, tidak ada yang berbicara. Aku melirik sedikit ke arahnya. Ekspresi wajah Azriel terlihat kecewa dan sedikit lelah, bahkan dia menghembuskan nafasnya.

"Kau pasti kecewa padaku, bukan?"

Aku mendongak dan menatapnya penuh tanda tanya. Dia menatap ke arahku dengan senyum bersalah.

"Aku minta maaf karena meninggalkanmu. Mungkin kau juga berusaha menghubungiku, bukan? Nomorku berganti sewaktu rumah milik orang tuaku kujual. Aku benar-benar minta maaf, Cheryl."

Tanpa bertanya sekalipun Azriel menjawab seluruh pertanyaan yang ada di dalam benakku. Tatapannya begitu sendu, bahkan membuatku sedikit goyah. Aku memalingkan muka ke arah samping.

Azriel menghela nafasnya, "Katakan sesuatu, Cheryl."

"Tidak ada yang perlu dikatakan." Aku menjawab dengan nada yang begitu dingin, seolah aku tidak ingin berbicara dengannya. Namun itu benar, aku merasa tidak nyaman berbicara dengan Azriel sekarang.

Azriel meremat gelas berisikan teh yang sudah dia minum setengah gelas. Tatapannya tertunduk ke arah meja, matanya bergetar. "Tampaknya kau tidak memiliki perasaan apapun padaku lagi."

Aku menatapnya dengan tatapan datar. Entah perasaan kecewa yang memenuhi diriku sekarang hingga membuatku seperti ini. Bahkan perasaan rindu yang kurasakan tadinya perlahan hilang dengan sendirinya.

"Melihat kau baik-baik saja sekarang, tampaknya kau sudah beradaptasi dengan baik. Namamu bahkan terdaftar di dokumen negara, kau berhak hidup di masa ini."

Aku hanya mendengarnya sembari menyeruput teh milikku sendiri. Lalu menaruhnya pelan di atas meja makan. "Perasaanku padamu tidak pernah hilang, Riel."

Azriel mengerjapkan matanya lalu mendongak ke atas. "Apa maksudmu?"

Kali manik mataku terarah pada manik mata miliknya. Kami saling bertatapan untuk beberapa waktu. Sampai akhirnya aku memutuskan tatapan tersebut dengan menunduk ke bawah.

Iraganean | LeeknowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang