Pernikahan antara Naufal dan Aira telah di batalkan,untuk saja pihak dari perempuan tidak marah akan berita ini,mereka yakin anak mereka akan mendapatkan pria yang terbaik.
Aira juga telah mengihklaskan Naufal,ia juga yakin akan rencana Allah yang lebih baik untuknya ia percaya itu.
Dengan langkah pelan ia melangkah mendekati foto kecil yang selalu ia pajang di atas meja, terlihat 3 orang anak kecil,dua perempuan dan satu laki laki.
Dengan lembut ia mengusap salah satu anak yang menggunakan hijab yang tersenyum sangat lebar Hingga memperlihatkan giginya yang rapi.
"Syafira.., aku kangen kita yang dulu". Air mata yang sejak tadi ia tahan, turun tanpa disuruh,dengan cepat ia menghapusnya.
Aira Sangat ingin dekat dengan Syafira seperti dulu lagi,namun egonya terlalu tinggi, semenjak ia pergi ke arab Mereka sama sekali tidak pernah berhubungan kontak.
Di tambah masalah yang terjadi di masa lalu, kesalahpahaman yang membuat semuanya semakin rumit.
.
.
.
.Saat melawati segerombolan santriwati yang sedang berkumpul entah mengapa Syafira melihat dari ujung matanya, mereka menatap Syafira dengan tatapan jijik.
Syafira yang sadar dengan itu, ia mencoba untuk tidak perduli ,dengan langkah lebar Syafira terus saja berjalan tanpa mau melirik.
" Bugh!!!!". Dan sialnya ia malah terjatuh pada waktu yang tidak tepat,batu besar yang meghantam kakinya membuat darah segar mengalir di lututnya, Syafira yang sangat takut melihat darah langsung saja mengigit bawah bibirnya untuk menahan tangis.
" Lo ga boleh nangis..". Mengelus dadamu sendiri.
Dengan sekuat tenaga Syafira berdiri dari tempatnya dan melangkah pergi.
Aiman yang sedang duduk santai dengan koran di tangannya terkejut dengan kedatangan Syafira yang berjalan menuju rumah sambil terus mengusap matanya.
" Kenapa lagi?". Tanya Aiman yang tak habis pikir dengan anaknya yang tidak pernah dewasa dari dulu.
" Ga papa". Mengusap mengusap air matanya.
" Besok kita kerumah Naufal,untuk membicarakan pernikahan kalian,Abi harap kamu jangan aneh aneh.". Melihat ke arah Syafira.
" Iya Abi". Menundukkan kepalanya tak berani menatap Aiman.
" Syafira ke kamar dulu". Melangkah pergi sambil terus menundukkan kepalanya.
Aiman yang melihat itu langsung menghembuskan napasnya dengan pelan,dan menatap punggung Syafira hingga menghilang.
" Maaf kan Abi, Syafira..". Ucap Aiman sambil mengusap kasar wajahnya.
Syafira adalah anak tunggal dari pernikahan Humairah dan Aiman,ia tak ingin anak satu satunya ini tumbuh menjadi anak yang jauh dari agama,namun sifat Syafira yang bandel, membuat dirinya menjadi lebih tegas kepada Syafira,namun terkadang ia juga merasa sadar telah berbuat terlalu jauh kepada sang anak.
Humairah yang melihat itu semua langsung melangkah mendekati Aiman.
" Abi kenapa?". Ucap Humairah memukul pelan pundak Aiman, khawatir dengan ekspresi wajah Aiman yang gusar.
" Abi terlalu kasar yang sama Syafira?". Melihat sang istri dengan tatapan sendu.
" Itu wajar abi,umi tau,abi mau anak kita menjadi wanita yang dekat dengan agama,tapi insyaallah umi yakin Syafira pasti bisa..". Ucap Humairah sambil tersenyum.
.
.
.
.Acara pengajian yang biasa mereka lakukan akhirnya selesai, Syafira dan Nadia memutuskan untuk duduk di pinggir pantai dekat pesantren.
"Nadia". Panggil Syafira.
"Hm.". Jawab Nadia sibuk melempar krikil kecil kelaut yang telah ia kumpulkan sedari tadi.
"Kalau orang pegangan tangan,bisa hamil gak". Tanya Syafira ikut mengambil kerikil di sampingnya.
Dengan kencang Nadia terus tertawa mendengar pertanyaan sahabatnya ini,entah Syafira yang terlalu polos,atau dirinya saja yang terlalu paham tentang ini.
" Kok Lo ketawa sih..". Kesal Syafira melihat Nadia tertawa tanpa mau menjawab pertanyaannya.
" Emang umi ga pernah ajari kamu tentang ini?". Ujar Nadia.
Kehidupan Syafira dari kecil hanya diajari tentang bagaimana ia harus bisa menuntut agama dengan baik, walau terkadang Syafira Selalu saja malas untuk melakukannya.
" Gak pernah". Jawab Syafira santai
"Jelasin dong". Lanjutnya.
Ingin rasanya Nadia menjelaskan kepada Syafira,tapi dirinya bingung menjelaskan mulai dari mana.
" Kamu tanya sama umi aja,biar jelas, soalnya mereka berpengalaman".
" Kalau aku kan belum nikah". Lanjutnya.
Saat Nadia mulai mendapatkan halangan pertamanya.
Kedua orang tuanya menjelaskan apa yang harus ia lakukan dan hindari, untungnya juga sang ibu pernah menjelaskan sedikit ke dirinya bagaimana bisa seseorang bisa mengandung.
Syafira hanya menganggukkan kepalanya menandakan dirinya mengiyakan perkataan Nadia.
.
.
.
.Saat Syafira sampai kerumah,ia hanya melihat humairah yang sendang duduk manis di depan ruang keluarga sambil menjahit celana dengan jarum tangan.
" Umi,bisa jelasin gak, bagaimana umi bisa hamil?". Humaira yang terkejut dengan kehadiran syafira sekaligus dengan pertanyaan yang tiba tiba,membuat tangannya tak sengaja tertusuk oleh jarum.
"Astagfirullah Syafira,kamu bikin kaget aja nak". Ucap Humairah seraya berdiri mengambil tisu yang terletak tak jauh dari sofa.
"Syafira ambilin minyak dulu yah". Wajah panik terlihat sangat jelas dari wajah Syafira.
" Ini cuman luka kecil, ga papa". Melangkah mendekati Syafira dan duduk di sampingnya sambil melilitkan salah satu jarinya menggunakan tisu.
" Kamu nanya kenapa umi bisa hamil?". Lanjutnya.
" Iya umiii". Girang syafira.
" Nanti kamu bakal tau setelah menikah". Jawab humairah.
Saat mendengarkan jawaban dari Humairah seketika ekspresi wajah Syafira berubah menjadi cemberut.
Humairah yang menyadari akan perubahan Syafira langsung memeluknya.
" Umi pengen ngejelasin, tapi kalau kamu tau sekarang".
" Takutnya kamu lari kaya umi Dulu". Ucap Humairah sedikit tertawa sambil memeluk Syafira.
"Maksudnya???". Jawab Syafira semakin bingung.
Syafira yang tidak mendapatkan penjelasan yang jelas membuat dirinya semakin penasaran,apakah ia harus bertanya kepada Naufal tentang ini?.
Gimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf (On Going) Jeongwoo
أدب الهواة" Kita bukan mahrom Safira..". Mengangkat kepalanya melihat ke arahmu. " Dulu kita emang sering main bareng, saling gendong tapi sekarang kita udah dewasa jadi jangan sama kan kaya dulu.". Ucap Naufal serius. Syafira terdiam ia memang sadar bahwa di...