Ayat Sembilan Belas

47 5 2
                                    

TAK tahu sudah berapa kali ia muntah hari ini. Hormon kehamilannya memang tidak bisa diprediksi, terkadang janinnya rewel dan tidak bisa diajak bekerja sama seperti sekarang, Qaila sampai kewalahan dibuatnya.

Baru saja ia memaksakan untuk makan tetapi keluar lagi. Yang pada dasarnya ia tidak nafsu semakin kehilangan minatnya untuk bersantap. Tapi Qaila mencekoki dirinya sendiri, karena ia berpikir akan perkembangan janinnya.

"Sayang, jangan bikin Bubu susah, ya." Qaila bermonolog. Pikirannya memang sedang kacau sekarang, maka tidak ada yang bisa mengurangi beban yang mendera kepalanya selain melukis. Lantas wanita itu mulai memasang posisi yang nyaman untuk mencoret di atas kanvas. "Bubu gambar Sayang, ya, supaya Sayang enggak rewel."

Mujarab, perkataan dan niatnya itu melancarkan aksi tanpa kegaduhan sedikitpun. Anaknya jadi tenang ketika Qaila fokus melukis. Campuran cat itu menghadirkan kesan pelangi, warna-warni. Wanita itu terlena hingga memakan waktu beberapa jam dalam kegiatannya sampai tiba-tiba pintu rumah terbuka lebar, menyentak Qaila pada kenyataan.

Ozgur di sana, tampilan pria itu kusut kemejanya berantakan. Sepertinya ia baru saja pulang dari restoran.

Qaila langsung menghampirinya, baru saja ia hendak menyapa dan membopong suaminya, mendadak gerakan wanita itu terhenti karena melihat keadaan Ozgur yang sesungguhnya.

"Apa yang kau lakukan?" Qaila bertanya langsung, ia tahan tubuh suaminya yang berniat masuk. "Kenapa lehermu banyak tanda merah?"

Ozgur tidak menjawabnya melainkan tertawa. "Apa kau terkejut?"

Qaila terperangah dibuatnya, ia mungkin polos tapi tidak dengan hal ini. Dengan bergetar tangannya naik, menyentuh tanda itu.

"Aku kelepasan melakukannya dengan Renda, maaf," katanya dengan nada dibuat menyesal. "Tapi kau tidak perlu sedih, kau sudah punya Serkan, bukan?"

"Ozgur...." Qaila kehilangan kata-kata, jantungnya berdetak melebihi batas, tapi setiap denyutan itu menyakitinya. Tanpa sadar air matanya turun, menggenangi pipinya. Ia menangis dalam diam, menatap tak percaya pada suaminya. "Kenapa?"

Ozgur berdecak. "Memangnya kau pikir kau saja yang bisa berselingkuh?"

"Ozgur, sadar!" Qaila tahu ada yang berbeda dari suaminya. Cara jalannya, gerakannya, gaya bicaranya, semua nampak seperti orang mabuk.

Lagi, pria itu berdecak, ia menghempas tangan istrinya yang menyentuh bahu. "Sana! Aku mau beristirahat."

"Ozgur!" Qaila berusaha memanggil, ia mencoba mengejar suaminya. "Ozgur sadarlah!"

"Apa-apaan kau ini?!" Ozgur menyentak istrinya, mata pria itu berkabut, ia mencengkeram kepalanya yang terasa berdenyut. "Tolong jangan tambah bebanku dengan menjadi istri yang rusuh."

Qaila bungkam.

"Sudah cukup kau berselingkuh dariku, jangan membuatku menceraikanmu karena kau berulah." Ozgur cegukan, ia langsung menuju kasur dan berbaring di sana.

"Ozgur," panggil Qaila. "Ganti bajumu dulu."

Ozgur tidak menjawab, melainkan ia sudah dikuasai alam bawah sadarnya. Sambil menghela napas dan menyeka air matanya, Qaila berusaha tegar. Ia menghampiri suaminya dan telaten menggantikan baju juga membenarkan posisi tidur sang suami. Tak lupa wanita itu juga menyelimuti tubuh besar Ozgur setelah pakaiannya diganti jadi setelan yang lebih nyaman.

Karasevda (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang