Rey sudah libur sekolah dan akan mulai masuk tanggal 8 Januari nanti. Berbanding terbalik dengan Zea yang lagi sibuk-sibuknya mengingat tanggal 2 nanti baru akan UAS.
Gadis itu sibuk mengerjakan kisi-kisi, merangkum materi, dan menghafal demi mendapat IPK di atas 3 tanpa mencontek.
"Rajin banget Kak."
Zea membenarkan kacamatanya. "Bentar lagi mau UAS. Rey mah enak udah libur."
"Mau tahun baru kok masih belajar?" Zea mendengus kesal saat mendengar tawa Rey. "Ngeselin ah!"
"Gapapa, Rey temenin kalo emang Zea mau ditemenin belajar. Kan Rey juga lagi libur, bagus belajar yang rajin biar Kakak makin pinter."
Perkataan Rey selalu berhasil menenangkan hati Zea. Cowok yang Zea pikir akan seperti anak kecil itu bahkan jauh lebih dewasa daripada dirinya.
"Zea nanti malam mau belajar lagi?"
"Enggak kayaknya, udah pusing. Mau istirahat aja dulu."
Kafe Savarna menjadi saksi interaksi mereka berdua yang semakin lama makin dekat. Bahkan Zea jadi jarang nongkrong ditemani oleh Kalea sejak Rey datang di hidupnya, lagi pula Kalea sibuk pacaran dengan Givic. Mengingat cowok itu sedang libur bekerja.
"Mau jalan-jalan gak? Nanti jam 7 malam Rey ke rumah ya?"
Zea memikirkan tawaran menarik Rey, sebelum akhirnya mengangguk. "Mauu! Beli kebab yaaa!"
"Apapun yang Zea mau."
Kehadiran Rey perlahan Zea terima di hidupnya, pertemuan yang tak pernah Zea bayangkan mendekatkan dia pada cowok yang tengah Zea syukuri kehadirannya.
Rey tidak pernah absen memberi senyuman di wajah Zea, cowok itu selalu tau caranya membuat bahagia. Meski begitu, kisah mereka tak semulus kelihatannya. Ada saat dimana keduanya bertengkar hanya karena masalah sepele. Meski akhirnya Rey yang selalu mengalah agar tidak diperpanjang.
Sering kali mengajak Zea keluar, membuat Rey dekat dengan orang tua Zea. Cowok itu merasa beruntung berada di keluarga yang penuh akan kasih sayang, perhatian, keluarga Zea hangat dan Rey menyukai itu.
"Tante, Rey izin ajak Zea keluar sampai jam 10 ya? Nanti Rey kembaliin dalam keadaan selalu baik."
Mama Zea tersenyum, mengusap puncak kepala Rey lembut. Ikut senang karena sejak kehadiran Rey, Zea jadi banyak senyum. Padahal sebelumnya, Zea jadi pribadi yang banyak diam suka melamun.
"Iya Rey boleh. Kalian berdua hati-hati ya, kalo Zea nakal omelin aja Rey."
"Ish Mama," gerutu Zea kesal. Rey tertawa. "Gak Tante, Zea mah anaknya lucu, nurut lagi. Kadang Rey malah yang suka ngisengin dia."
Setelah berpamitan, Rey mengajak Zea ke sebuah taman dengan penerangan yang minim, hanya ada satu buah lampu taman ditambah penerangan bulan dan bintang.
"Ngapain ke sini Rey?" Zea menaikkan alisnya bingung, pasalnya ini pertama kali Rey mengajak Zea ke taman.
Tak ada jawaban, Zea menajamkan penglihatannya saat tak melihat keberadaan Rey di dekatnya. Perasaan takut mulai menghantui dirinya, terlebih Zea ini penakut. "Rey? Lo kemana? Gak lucu sumpah."
Hening.
"Selamat ulang tahun Zea Anasera Natasya."
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS?! [SELESAI]
Teen Fiction"Bocil." "Bocil? 17 tahun lo bilang bocil?" "Iyalah, lo masih 17 tahun. Sedangkan gue bentar lagi 19 tahun. Lo masih terlalu kecil." "Gapapa umur 17 yang penting bawahnya gede." Damn. Bukan cerita tentang anak geng...