SEPULUH

3K 161 6
                                    

Perasaannya hancur melihat laki-laki yang nyaris dirinya percaya berbeda dari cowok lain mengkhianatinya bersama cewek lain.

Zea tak pernah berpikir akan ada disituasi seperti ini, melihat seseorang yang dirinya mulai sayang main belakang darinya.

"Ze?" Kalea meneguk salivanya, dia bingung harus bagaimana. "Lo, oke?"

Zea menggelengkan kepalanya, menunduk berusaha menahan air mata yang nyaris tumpah. "Gapapa, gue gapapa."

Jika kalian berpikir Zea akan melabrak Rey dan cewek itu seperti di sinetron-sinetron Indosiar kalian salah, Zea lebih memikirkan makanan yang sudah mereka pesan dan tak ingin merusak suasananya bersama Kalea.

Cukup sakit saat menikmati makanan sambil menahan tangis, yang seharusnya enak menjadi hambar. "Rey selingkuh?" cicit Kalea pelan.

Dia juga tak bisa bilang Rey selingkuh, mengingat tak ada hubungan apa-apa yang terjalin antara Rey dan Zea. Tapi semua harapan yang Rey kasih sudah jelas kan kalau cowok itu memperlakukan Zea lebih dari teman. Bukan salah Zea jika Zea menaruh rasa, dan seharusnya Rey bertanggung jawab atas perasaan yang mulai hadir ini.

"Enggak tau, gapeduli."

Kalea tau, Zea bicara seperti itu untuk menutupi rasa sakitnya. "Mau gue samperin?"

"Jangan, biarin. Udah cukup," kata Zea tersenyum tipis. "Lo udah selesai makannya? Pulang yuk, ngantuk gue."

"Ze?"

"Gue beneran gapapa, serius," katanya sekali lagi.

Kalea mengangguk. Keduanya memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat gacoan.

Tak sengaja, tatapan Rey dan Zea bertemu. Zea memberikan tatapan dinginnya yang dibalas tatapan penuh terkejut oleh cowok itu, sebelum Zea benar-benar meninggalkan tempat.

"Ze!" Rey berlari keluar memanggil Zea, tapi Zea terlebih dulu pergi dengan motornya.

Rey mengacak rambutnya, mengecek pesan yang dia kirimkan sejak 2 jam lalu belum juga dibaca oleh Zea. Rey takut, takut Zea berpikir macam-macam yang menimbulkan adanya kesalahpahaman antara ke duanya.

***

Air mata yang sedari tadi Zea tahan akhirnya luruh, rasa sesak itu kian menyakiti ulu hatinya. Menangis dalam diam sungguh menyakitkan.

"Lo jahat."

Mempercayai cowok memang kesalahan terbesar Zea. Tak seharusnya dia percaya hanya karena diperlakukan baik, tak seharusnya dia mulai menyimpan rasa hanya karena diperlakukan manis.

Zea menyeka air matanya, merasa sia-sia menangisi cowok yang tak menjalin hubungan apapun dengannya.

"Zea," panggil Mamanya seraya mengetuk pintu kamar.

"Iyaaa."

"Itu ada Rey di luar, katanya mau ketemu kamu."

Mau apa cowok itu datang ke rumahnya sore-sore begini? Belum puas kah menyakiti perasaan Zea yang selama ini Zea sembuhkan sendiri tanpa bantuan orang lain.

"Iya Ma, bentar."

Zea memang mematikan ponselnya sejak dirinya belum pergi ke gacoan sampai sekarang. Kebiasaan Zea menghilang sementara sampai perasaannya kembali membaik.

Tak ingin terlihat habis menangis, Zea memoles sedikit make up, terutama di bagian matanya agar wajahnya terlihat lebih segar. Zea tidak mau dianggap lemah lagi di mata laki-laki. Secinta-cintanya Zea, Zea gak akan pernah nahan seseorang yang emang ingin lepas darinya.

HTS?! [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang