"Zea HP Rey bunyi terusss," adu Rey kesal melihat notifikasi dari Instagramnya yang mendadak ramai karena pembaca Atlanta.
"Bagus dong. Jadi seleb dadakan." Zea membalas enteng seraya mengikat rambutnya.
Rey medengus kesal. "Gak bagus, nanti Zea cemburu."
Zea mendelik tidak terima. "Ngaco! Kata siapa Zea cemburu? Gak ya, mana ada."
"Buktinya dari tadi Zea diemin Rey. Padahal katanya mau ke bengkel Rey, tapi Zeanya cemberut gitu."
"Yaudah nih Zea senyum." Zea menampilkan senyuman termanisnya. "Udah?"
Rey berkedip ngeri. "Terpaksa banget."
"Ngeselin ah!"
Rey mencolek hidung Zea. "Udah ya? Jangan kesel sama Rey. Lagian Rey gak ngerespon mereka kok, Zea gaperlu takut apa-apa. Ayo, katanya mau main ke bengkel Rey."
Zea tersenyum, naik ke atas motor Rey dengan semangat, langsung melingkarkan tangannya di perut cowok itu. "Ayo!"
"Lucu banget sih." Rey mengusap tangan Zea sebelum akhirnya menjalankan motornya meninggalkan area apartemen.
Setelah perjalanan 25 menit, keduanya sampai di bengkel yang cukup besar dan ramai. Bahkan Rey mempunyai banyak pekerja di bengkelnya, entah seumuran atau jauh lebih tua. "Woww! Keren."
Zea kagum, dia gak nyangka Rey sudah seberhasil sekarang.
"Ayo masuk."
Bengkel Rey didesain indah dengan alat-alat bengkel yang tersusun rapi. Bahkan rasanya seperti bukan bengkel karena tempatnya begitu nyaman, tidak akan membuat orang yang datang bosan untuk menunggu. Satu lagi, tersedia wifi gratis.
"Lo darimana aja semingguan ini gak mampir?" Dean dengan muka cemongnya habis bantu-bantu langsung tercengang melihat siapa gadis yang berada di samping Rey. "Zea?" beonya.
"Hai Dean," sapa Zea.
"Hah?" Dean mengedipkan matanya, mulutnya masih terbuka terkejut. "Hah?"
"Lo jangan kayak orang tolol." Rey menonyor dahi Dean, menyadarkan cowok itu kembali. "Ini beneran Zea anjir? Kok bisa? Lo nemu di mana?"
"Nemu di mana, nemu di mana. Lo pikir gue dibuang?" kesal Zea. 3 tahun tidak pernah bertemu lagi Zea pikir Dean sudah berubah, nyatanya masih menyebalkan seperti dulu.
"Ceritanya panjang, lo gak usah kepo. Mending buatin minuman buat Zea."
"Ogah! Lo pikir gue babu lo," sinis Dean lebih memilih melanjutkan pekerjaannya. "Minimal gak HTS!" teriaknya menyindir.
Meski masih bertanya-tanya, Dean cukup senang dengan kembalinya Zea. Dia bisa melihat raut bahagia di wajah Rey yang sudah lama sirna.
"Zea nyaman enggak di sini? Kalau gak, kita jalan-jalan keluar aja mau gak?"
"Nyaman! Nyaman banget." Zea tersenyum. "Bengkel Rey bagus banget, Rey keren di umur 20 udah punya bisnis sendiri."
Zea tidak tau saja, bahwa dia juga jadi salah satu alasannya untuk berhasil sejauh ini setelah Nenek.
"Zea juga keren," puji Rey mengusap puncak kepala gadis itu. "Di umur Zea yang baru 16 tahun dulu, Zea bisa nerbitin cerita jadi novel dan dikenal banyak orang. Zea itu spesial."
"Terima kasih Rey. Tapi Rey selalu berlebihan muji Zea." Zea salah tingkah.
Rey menggeleng. "Gak pernah berlebihan Zea, apa yang Rey bilang itu berdasarkan faktanya. Dari awal Zea emang selalu keren di mata Rey."
KAMU SEDANG MEMBACA
HTS?! [SELESAI]
Ficção Adolescente"Bocil." "Bocil? 17 tahun lo bilang bocil?" "Iyalah, lo masih 17 tahun. Sedangkan gue bentar lagi 19 tahun. Lo masih terlalu kecil." "Gapapa umur 17 yang penting bawahnya gede." Damn. Bukan cerita tentang anak geng...