Callie meletakkan dua jarinya di kening Jaegar dan mendorongnya kecil. "Kau konyol," ucapnya sambil memandang Jaegar malas.
"Hei, aku bersungguh-sungguh. Hampir setiap hari kakakku membicarakan mu. Ada apa kalian sebenarnya?" Jaegar memicingkan matanya.
"Aku tidak ada apapun astaga Jaegar. Dia hanya sebagai dosenku yang hampir setiap hari kita bertemu." Balas Callie. Dia melirik jam tangannya dan segera berdiri membuat Jaegar mendongak.
"Sebentar lagi kelas akan dimulai, ah aku harus melewatkan sarapanku karenamu." Callie hendak pergi namun tasnya tiba-tiba ditarik Jaegar membuat Callie memundur siap memberikan umpatan pada Jaegar.
"Ini," niatnya Callie urungkan begitu Jaegar memberikan sandwich kepada-nya. Callie hanya mengerutkan keningnya tanpa menerimanya membuat Jaegar berdecak malas.
Jaegar menarik tangan Callie lalu meletakkan sandwich tersebut diatas telapak tangannya. "Jangan berpikir yang aneh-aneh, aku hanya memberikannya padamu setidaknya kau bisa mengganjal perutmu dengan ini." Ujar Jaegar.
"Lalu? Bagaimana denganmu?" Callie menerima sandwich tersebut. Jaegar menggelengkan kepalanya, dia ikut berdiri lalu memasukan satu tangannya ke dalam saku celana.
"Aku masih memiliki waktu untuk sarapan sebelum kelasku dimulai." Kata Jaegar lalu berjalan tak lupa dia menjahili sedikit Callie dengan menarik tas nya kembali ke belakang membuat Callie mundur kembali.
"JAEGAR!!" Decak Callie memandang punggung Jaegar yang mulai menjauh dengan malas. Dia segera melangkahkan kakinya untuk pergi ke kelas sebelum nanti kelasnya dimulai.
───༺☆༻──
"Baik, apakah ada yang ingin kalian tanyakan mengenai ini?" Tanya Matthew setelah mengakhiri sesi kelasnya. Dia mulai membereskan buku-bukunya.
Kelasnya terasa hening, Matthew memperhatikan mahasiswa/i nya satu persatu, Matthew adalah seorang dosen yang memiliki prinsip tidak akan pergi dari kelas sebelum ada yang bertanya. Tidak peduli dia akan berdiri disana berapa lama hingga ada yang mau bertanya.
Pandangan Callie bertemu dengan Matthew. Callie segera menundukkan kepalanya sambil menutupi wajahnya dengan buku berpura-pura sibuk dengan catatan nya. Namun itu semua tidak mengalihkan pandangan Matthew darinya. Matthew masih memperhatikan Callie.
Merasa tidak nyaman dengan situasi, ada salah satu anak mengangkat tangannya membuat Matthew menoleh. Dia berdiri dari duduknya untuk mengajukan pertanyaannya. Callie diam-diam bernafas lega dimejanya, ada temannya yang berhasil menyelamatkan dia dari tatapan maut itu.
Usai menjawab pertanyaan mahasiswa tersebut. Pandangan Matthew kembali pada Callie yang masih dengan posisi yang sebelumnya dengan wajah yang dia tutupi menggunakan bukunya. "Callie," panggil Matthew.
Callie membeku ditempatnya, apa ini? Mengapa tiba-tiba Mr. Matthew memanggilnya? Perlahan Callie menurunkan bukunya dan menatap Matthew. "Iya, Mr?" Callie tersenyum kikuk. Jantungnya berdebar tidak karuan takut Mr. Matthew bertanya yang tidak dia ketahui.
"Saya perhatikan kamu sibuk sekali mencatat, ada yang ingin kamu tanyakan?" Tanya Matthew. Callie tersenyum dan menggelengkan kepalanya kecil.
"Tidak ada, Mr. Matt." Jawab Callie. Matthew sontak menganggukkan kepalanya dan beralih pada mahasiswa lainnya. "Mungkin cukup sampai disini kelas saya, sampai bertemu kembali besok." Ucap Matthew sebelum meninggalkan kelasnya.
Callie berdiri dari duduknya karena kelas sudah selesai. Dia mengerutkan keningnya melihat beberapa orang berkumpul saat ada anggota organisasi kampus menempelkan sesuatu di mading. Karena penasaran Callie berjalan mendekat untuk ikut melihat.
"Ulang tahun universitas? Menampilkan sebuah drama dari setiap fakultas masing-masing.." Gumam Callie sambil membaca setiap kata disana. Saat baru saja dia membalikkan badannya dia terkejut saat tiba-tiba karena dada lebar seluas lapangan itu berada dihadapannya.
Callie mendongak, itu Mr. Matthew. "Mr?" Panggil Callie membuat Matthew melirik padanya. Namun setelahnya Matthew kembali fokus pada tulisan disana.
"Apakah ini berlaku untuk dosen juga?" Gumam Matthew yang dapat didengar oleh Callie. Sontak Callie ikut menatap pada tulisan itu lalu kembali menatap Matthew, menatap tulisan kembali dan pada Matthew kembali terus-menerus seperti itu sampai saat menoleh yang ketiga kalinya Matthew tepat didepan wajahnya, nyaris saja benda kenyal itu bersentuhan.
Callie memundurkan badannya, melihat sekeliling nya yang tadi ramai sudah tidak ada orang. Matthew menegakkan kembali badannya sambil tersenyum kecil pada Callie. "Ada apa dengan ekspresi wajahmu?" Tanya Matthew seakan tidak tahu apa yang baru saja dia lakukan.
"Mr. Matthew, sangat menyebalkan!" Setelah mengatakan itu Callie pergi meninggalkan Matthew dengan langkah cepat. Bahkan dia melupakan untuk membungkukkan badannya yang biasa dia lakukan.
Matthew menggeleng-gelengkan kepalanya lalu segera melanjutkan langkahnya untuk pergi ke ruangannya. Namun belum sampai Matthew masuk ke dalam ruangan tiba-tiba dirinya dikejutkan oleh para mahasiswa dan mahasiswi nya yang mencegatnya didepan pintu.
"Mr, bukankah Mr ingin ikut dalam acara drama itu bukan?" Celetuk salah satu mahasiswi sambil mengedipkan satu matanya. Matthew mengangkat satu alisnya, apakah dia bergumam sekencang itu hingga mereka dengar?
"Kami sastra inggris akan menampilkan sebuah drama antara pangeran dan putri, maukah Mr berperan menjadi pangerannya??" Tambah mahasiswi yang lain.
"Mengapa saya? Ada banyak anak laki-laki disini." Ujar Matthew. Sontak mereka semua menggelengkan kepalanya.
"Mr. Matthew sangat cocok menjadi pangeran. Anak laki-laki disini tidak ada tampan, maukah Mr membantu?" Kata mahasiswi lainnya membuat para mahasiswa disana memandangnya malas. Apa-apaan itu tidak ada yang tampan? Mereka semua tidak terima.
Matthew tampak menimbang-nimbang keputusan nya. Para mahasiswi disana sudah memandangnya penuh harapan, berbeda dengan mahasiswa yang masih memandang teman-temannya malas. "Siapa putrinya?" Celetuk Matthew.
"Callie!" Suara itu berhasil membuat sang pemilik nama menoleh. Ada beberapa teman sekelasnya tengah berlari berlari ke arahnya. Callie hanya mengerutkan keningnya, pasalnya sangat jarang tiba-tiba ketiga gadis-gadis ini memanggilnya.
"Kami ada informasi penting, kau tahu mengenai drama dari setiap fakultas masing-masing bukan?" Ujar salah satu gadis disana, dia Viona. Callie hanya menganggukkan kepalanya.
Gadis yang lain tersenyum melihat anggukan dari Callie, dia Maria. "Kau tentu harus ikut berpartisipasi dalam drama ini, maukah kamu ikut berperan?" Tanya Maria.
"Aku tidak tertarik, aku tidak mau ikut dalam drama-drama itu. Lagipula kalian sudah ahli bukan dalam drama?" Kata Callie setelah itu memutuskan untuk pergi. Mereka bertiga mematung mendengarnya, entah Callie bercanda atau tidak tapi itu berhasil menusuk sampai ke ulu hati mereka.
Teman yang lain disana mendengus kasar, dia membuka ponselnya untuk menghubungi teman yang lain. "Sudah kukatakan Callie tidak akan mau jika kalian yang membujuknya." Kata gadis itu, Rosa. Viona dan Maria hanya berpandangan.
Tiba-tiba telepon Viona berdering membuat atensi kedua temannya beralih padanya. Viona segera membuka telepon tersebut yang berasal dari teman sekelasnya yang lain. "Ada apa?" Kata Viona bertanya pada temannya disebrang sana.
Rosa dan Maria menatap Viona, mereka penasaran saat Viona terdengar serius mendengarkan dari sebrang sana. Setelah Viona memutuskan hubungannya, kedua temannya memandang Viona dengan tatapan bertanya. Viona menghela nafas berat sebelum akhirnya berkata. "Mr. Matthew juga tidak mau." Kata Viona.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
YES, MR! | markhyuck
Teen Fiction˚₊· ➳ Matthew, seorang dosen yang berdedikasi dalam mengajar sastra Inggris. Namun, hidupnya menjadi lebih rumit ketika ia bertemu dengan seorang mahasiswa baru yang sulit untuk diajak berkomunikasi dengan serius. Tidak hanya dalam hal pemahaman ma...