10. Dream

697 81 3
                                    

"Kamu bisa cari referensi nya disini, saya akan pergi dulu untuk menyiapkan cemilan untukmu." Ujar Matthew setelah mengantarkan Callie ke perpustakaan apartemennya.

"Tidak perlu repot-repot Mr." Kata Callie cepat begitu mendengar Matthew.

Matthew menggelengkan kepalanya. "Kamu adalah tamu saya, santai saja." Ucapnya sebelum meninggalkan Callie di perpustakaan apartemennya.

"Tidak mengherankan jika dia berhasil menjadi dosen, apartemennya saja memiliki perpustakaan pribadi seperti ini," gumam Callie sambil menatap sekelilingnya. Meskipun tidak sebesar perpustakaan umum, tempat ini penuh dengan buku-buku yang mungkin bermanfaat bagi seorang mahasiswa.

Callie memutuskan untuk mencari referensi yang dibutuhkan di antara buku-buku yang tersedia. Dengan cermat, dia mengambil beberapa buku yang menarik perhatiannya dan mulai membacanya. Sambil membaca, dia terus merenung tentang hari ini, bagaimana kegiatan belajarnya berubah menjadi pengalaman yang lebih akrab dan santai bersama Matthew.

Beberapa saat kemudian, Matthew kembali dengan sejumput cemilan. "Sudah menemukan yang kamu cari?" tanyanya.

Callie mengangguk sambil menyusun buku-buku yang telah dilihatnya. "Iya, terima kasih banyak, Mr. Ini benar-benar membantu."

Matthew tersenyum, menempatkan cemilan di atas meja. "Santai saja, nikmati saja cemilannya. Jika ada yang perlu ditanyakan atau dibahas, katakan saja."

"Terima kasih, Mr. Maaf jika saya merepotkan," kata Callie sambil tersenyum canggung. Dia mulai membuka laptopnya dan melanjutkan tugasnya dengan cepat, mencoba mengalihkan perhatiannya dari Matthew yang duduk di sampingnya.

Keheningan turun di antara mereka, tetapi atmosfer terasa tegang. Callie merasa napasnya tercekat di tenggorokannya saat Matthew terus memandanginya. Tatapan itu seperti sinar laser, dan membuatnya merasa tidak nyaman.

"Cantik," bisik Matthew pelan dalam hati. Dia sejenak terpesona oleh keanggunan Callie yang tampil begitu sederhana namun menawan. Meskipun telah mengakui kecantikannya sebelumnya, kehadiran Callie di ruang kecil itu membuatnya terdiam, tersita oleh pesona yang tak terduga.

Percayalah, ketegangan bisa terasa di udara. Callie merasa gugup dengan kehadiran Matthew begitu dekat. Matanya terus-menerus terseret ke arahnya, menyadari setiap gerakan dan ekspresi. Bahkan setetes keringat pun mulai mengucur di belakang lehernya.

"Kamu tidak haus?" Kata Matthew sambil menyodorkan botol minuman kepada Callie. Mata Callie sontak melirik ke arahnya.

"Hmm, sedikit. Terima kasih, Mr.," ucap Callie sambil membuka botol dan meminumnya. Tiba-tiba, tangan Matthew naik untuk menyisir anak rambut yang menghalangi wajah Callie.

"Kita di luar kampus, jadi buatlah dirimu nyaman di sini. Tidak perlu sungkan, anggap saja saya temanmu. Kalau ada yang kamu butuhkan, bilang saja. Saya punya urusan sebentar," ujar Matthew sebelum meninggalkan Callie.

Setelah Matthew pergi, Callie menghela nafas lega. Sekarang dia bisa fokus mengerjakan tugasnya tanpa terganggu oleh tatapan intens Matthew. Namun, di balik rasa lega, ada getaran kecil di dalam dirinya, saat mendapatkan sentuhan hangat dari Matthew.

Jam terus berputar, dan akhirnya, Callie berhasil menyelesaikan tugasnya. Saat dia melirik jam, kaget mengetahui bahwa malam telah tiba. Sudah seberapa lama dia berada di sini? Dan anehnya, Matthew, dosennya, tidak terlihat sejak tadi.

Callie segera membereskan alat-alat tulisnya, sambil memikirkan snack yang disiapkan Matthew yang telah habis dihabiskannya. Rasa lapar di perutnya pun terobati. Namun, seiring dengan itu, timbul kekhawatiran tentang keberadaan dosennya.

Alat-alat tulis telah tersusun rapi, dan nampan snack sudah bersih dari sisa-sisa makanan. Callie membawa nampan itu kembali ke dapur, berencana untuk membereskannya dan memberi tahu Matthew bahwa dia akan pulang. Namun, ketika Callie sampai di dapur, dia menemukan Matthew sedang sibuk menyiapkan beberapa makanan, dengan penampilan yang terlihat lebih santai dari sebelumnya.

"Mr? Saya ingin mengembalikan ini," kata Callie sambil menunjukkan nampan yang telah dia bersihkan.

Matthew menoleh, dan senyumnya menyambut Callie. "Ah, terima kasih. Tidak perlu terburu-buru pulang. Bagaimana kalau kita makan bersama? Saya sudah menyiapkan beberapa hidangan."

Callie mengangguk setuju, terkesan dengan perubahan suasana dan sikap lebih santai dari Matthew. Seakan dinding antara mahasiswa dan dosen sedang sedikit runtuh, menciptakan momen yang lebih akrab di antara mereka.

"Makan, Callie," desak Matthew saat melihat Callie hanya terdiam memandangnya. Akhirnya, Callie memutuskan untuk ikut makan, merasa perlu menghargai usaha Matthew yang telah memasak. Selain itu, perutnya masih terasa lapar, yang membuatnya sulit untuk menolak.

Setelah makan selesai, Matthew mengantarkan Callie pulang. Langkah seperti ini tidak biasa dari seorang dosen. Callie merasa beruntung bisa memiliki pengalaman yang menyenangkan seperti ini.

"Selamat malam, Mr. Terima kasih atas semuanya!" Callie melambaikan tangannya dengan senyum cerah. Matthew memberi isyarat klakson mobilnya sebelum pergi meninggalkan Callie.

───༺☆༻──

"Callie, kau begitu memesona," bisik Matthew sambil menarik pinggang Callie, memperpendek jarak di antara mereka. Dalam hening, mereka bisa merasakan napas satu sama lain, sementara pandangan tajam Matthew bertemu dengan mata Callie.

Dengan lembut, Matthew mendekatkan wajahnya, menyatukan bibir mereka dalam ciuman yang penuh getaran. Callie memejamkan matanya, merasakan getaran yang memenuhi tubuhnya saat bibir mereka bersentuhan dengan lembut.

Namun, mimpi manis itu terhenti tiba-tiba oleh suara alarm yang menggelegar, membangunkan Callie dari tidurnya. Terkejut, dia menyadari bahwa semua itu hanya mimpi. Callie menatap ke langit-langit kamar dengan keheranan. "Oh astaga mimpi apa aku semalam? sungguh tak terbayangkan," gumamnya sambil meraba bibirnya yang tidak pernah dicium oleh siapa pun. Mimpi pertama tentang ciuman, dan itu dengan dosennya. Rasanya begitu aneh dan tak terduga.

Saat Callie melirik jam di ponselnya, matanya membulat sempurna ketika menyadari bahwa dia sudah terlambat untuk kelas bersama Matthew hari ini. Dengan langkah terburu-buru, dia bergerak cepat untuk bersiap-siap.

"Ah, tidak. Aku pasti akan dihukum kali ini," gumam Callie sambil berlari di koridor menuju kelasnya. Dengan meneguk saliva, dia sekali lagi melirik jam di ponselnya. Lima menit terlambat, hanya lima menit. Dia berharap Mr. Matthew akan memakluminya.

Saat Callie akhirnya tiba di pintu kelas, dia menundukkan kepalanya dengan perasaan cemas. Dengan hati-hati, dia masuk melalui pintu kedua dibagian belakang dan mencari tempat duduk di bagian belakang ruangan. Matthew tampak asyik fokus ke layar, tanpa menyadari kedatangan Callie.

Duduk di mejanya, Callie merasa lega. Dia berharap agar Matthew tidak menyadari keterlambatannya. Namun, ketika dia baru saja membuka buku catatannya, pandangan tajam Matthew langsung mengarah padanya.

"Kau terlambat?" Tanya Matthew sedikit memiringkan kepalanya menatap Callie. Yang ditatap hanya mengangguk ragu. Matthew menghela nafasnya berat, dia memberi kode pada Callie menggunakan tangannya untuk maju ke depan.

Callie dengan berat hati berjalan ke depan mendekati Matthew. Dan ya, dia terkena omelan dari dosennya itu. Namun Callie sangat tidak fokus mendengar apa yang dosen nya ucapkan. Dia justru terfokus pada bibir Matthew yang baru saja semalam- ah maksudnya di mimpinya dia cium.

"Kau dengar saya tidak?" Ucapan Matthew kali ini berhasil menyadarkan Callie. Callie hanya menganggukkan kepalanya, sepertinya suasana Matthew sedang baik sehingga Callie dipersilahkan untuk duduk kembali kali ini.

"Apa yang kau lakukan Callie." Gumam Callie berjalan untuk kembali ke mejanya sambil sesekali menepuk pipinya agar dia sadar bahwa yang semalam hanya mimpi. Tapi bagaimana mungkin Matthew masuk ke dalam mimpinya? Sepertinya dia sudah terlalu sering berurusan dengan Matthew hingga pikirannya dipenuhi dengan dosennya itu.


TBC...

YES, MR! | markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang