22

1.8K 250 18
                                    


Pagi hari Azizi sudah dibuat kesal dengan keluarganya yang sedikit mengabaikannya dan malah memperhatikan Febrio. Seperti sekarang di meja makan, perhatian Mommy dan Cicinya malah tertuju pada Febrio. Jika biasanya Azizi yang akan diperhatikan dengan menyiapkan nasi dan lauk oleh sang Mommy atau Cici, tapi kini berbeda, justru yang mendaparkan perlakuan seperti itu malah Febrio. Azizi jelas cemburu dan kesal melihatnya. Febrio pencuri bagi Azizi.

"Cici, Azizi mau ayam goyeng," pinta Azizi.

"Ci aku mau ayam goreng juga boleh ga?" Pinta Febrio juga.

Ayam goreng di atas piring itu hanya tersisa satu, sedangkan Azizi dan Febrio sama-sama menginginkannya. Jadi salah satu diantara mereka harus mengalah.

"Kan kamu udah ikan, ndak usah minta ayam dong, ayam itu milik aku," tolak Azizi.

"Memangnya kenapa? Aku hanya ingin, jika tidak boleh tak apa," balas Febrio lalu memasang wajah sedihnya, yang membuat Gracia merasa iba.

"Azizi kamu makan sama ikan aja ya? Ayam gorengnya biar dimakan Febrio," kata Gracia.

"Cici?! Azizi mau ayam goyeng!" kekeuh Azizi tanpa sadar meninggikan suaranya. Kali ini dia tak ingin mengalah.

"Azizi! Jangan membentak cici kamu kayak gitu. Mana Azizi yang lembut sama Cicinya?" Tegur Daddynya.

"Azizi ingin ayam goyeng Daddy, tapi Bio melebutnya!"

"Masih ada lauk yang lain nak, biarkan itu untuk Febrio," sahut Mommynya.

"Sudah berikan saja untuk Febrio. Kamu harus mengalah Azizi, bersikaplah baik pada saudaramu," imbuh Daddynya lagi.

Akhirnya perebutan ayam goreng itu dimenangkan oleh Febrio. Anak itu sekarang nampak senang tak lupa mengucapkan terimakasih. Azizi semakin tak suka denham Febrio, karena selalu saja seperti ini. Febrio mengambil semua perhatian keluarganya. Kini Febrio tersenyum mengejek ke arah Azizi.

"Sekarang lanjutkan makan. Kalian harus segera berangkat sekolah," kata Daddy.

"Baik Om," jawab Febrio. Mereka kembali melanjutkan makan dengan Febrio yang merasa senang karena menang dari Azizi. "Om, nanti aku berangkat sekolahnya gimana?" tanya Febrio.

"Kamu bisa berangkat bersama Azizi," bukan Jifnan yang menjawab melainkan Anin.

"Tapi bukannya sekolah kita beda arah? Kalau nanti telat gimana karena nganterin diantara dari kita dulu?"

"Kalau gitu kamu bareng sama Om aja. Sekolah kamu sama kerjaan Om serah," celetuk Jifnan. Azizi yang mendengarnya sontak menghentikan makannya dan mengerutkan kening tanda tak suka.

"Azizi juga mau diantel sama Daddy!" Ungkap Azizi.

"Sekolah kamu ga searah sama kerjaan Daddy, nak," jawab Jifnan.

"Tapi Azizi juga mau diantal Daddy. Daddy ndak pelnah antelin Azizi ke sekolah. Daddy selalu saja sibuk. Daddy ingin tau lasanya belangkat di antal Daddy," ungkap Azizi dengan mata yang berkaca-kaca. Memang Jifnan tak pernah mengantarkan Azizi ke sekolah. Pernah dulu sekali saat Azizi masuk TK, untuk pertama kalinya. Setelah itu Jifnan tak lagi pernah mengantar Azizi sekolah karena kesibukannya. Jadi hanya Anin atau Gracia yang menyempatkan diri mengantar Azizi ke sekolah. Jika semua tak bisa, sopirlah yang melakukannya.

"Kamu ngertiin Daddy dulu ya? Daddy lagi buru-buru, karena ada meeting. Besok saja Daddy antar."

"Daddy selalu saja begitu sama Azizi! Azizi kesal!" Ungkap Azizi, kemudian memilih turun dari kursi, membawa tasnya dan pergi dari ruang makan. Dia memilih untuk berangkat sekolah dan meninggalkan makanya yang belum habis.

"Azizi!" Panggil Gracia.

"Azizi, sarapan kamu belum habis," kata Anin.

Sedangkan Azizi terus berjalan keluar menemui sang sopir untuk mengantarkannya ke sekolah. Saat diperjalanan, ternyata Azizi menangis. Hatinya terluka mendapat perlakuan yang baginya tak adil. Daddynya lebih memilih Febrio daripada dirinya? Sakit sekali. Hati mungiel Azizi teluka. Batin Azizi dengan bibir yang tercabik ke bawah dan mata yang terus mengeluarkan air mata.

Sang sopir sesekali mengintip dari kaca depan. Merasa kasihan melihat Azizi menangis. Ia lebih suka melihat Azizi jail daripada menangis seperti ini. "Den Azizi kenapa nangis?" tanya Sopir.

"Azizi sedih pak supil hiks~ daddy ndak sayang Azizi lagi huuu~"

"Kenapa Aden bisa berpikir seperti itu? Bapak sayang kok sama Aden."

"Daddu lebih milih mengantal sekolah Bio dalipada aku pak. Aku pengen diantal sekolah sama Daddy hiks hiks~ Azizi sedih, hiks hiks~" Azizi mengusap air matanya dengan punggung tangan saat sudah mendekati sampai sekolah. Mata dan hidungnya memerah.

"Aden jangan sedih, Bapak sayang kok sama Aden. Mungkin Bapak memang lagi ga bisa mengantarkan aden saja. Lain waktu pasti aden diantar bapak," kata Pak Sopir memberi pengertian pada Azizi.

"Azizi lelah belhalap pak. Memang Daddy saja yang tidak sayang Azizi," jawab Azizi dengan nada pelan, sedih. Mobil berhenti di depan sekolah. Pak sopir buru-buru turun dan membukakan pintu untuk Azizi. Azizi turun dari mobil dan berjalan lunglai.

"Semangat belajarnya Aden," kata Pak Sopir dan memandang kasihan pada Azizi.























Kasihan Azizi. Yang sabar ya.

Dah gitu aja maap buat typo.

Bocil Kematian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang