DUKUNG PAKET KUMCER DEWASA 2
HANYA 150K BUAT 20 CERPEN
CERPEN KE-21 SAMPAI 40Kumpulan Cerpen Dewasa
My Wife's Sister
By Tamara Aruna
Seperti saat di restoran tadi, aku kembali.
Apa yang kutunggu? Kenapa aku terus menunda? Baik aku, maupun Jane sama-sama menyadari adanya ketertarikan itu. Bayangan untuk memeluknya dari belakang saat dia memasak untuk anakku sudah terlalu sering terlintas di benak. Mimpi-mimpi panas bersamanya telah menghiasi malamku sampai berepisode-episode. Sinyal-sinyal kesetiaan yang kutangkap darinya, bahwa dia akan terus mendukungku dan anakku meski kakak perempuannya meninggalkan kami dan lari dari tanggung jawab, juga rinduku akan gairah di tempat tidurku yang dingin, sampai kapan aku akan menunda? Aku menginginkannya.
Aku memutar langkah.
Dengan sedikit keraguan yang tersisa, pintu kamar Jane kubuka.
Ludahku terteguk. Darah berdesir di bawah pinggangku dan mengeraskan batang kejantananku dengan cepat. Tadi kami sempat berciuman di lantai dansa restoran. Musik yang romantis dan beberapa gelas anggur membuat kami sedikit lupa diri. Ciuman itu hanya sekilas, tapi hangat bibirnya masih bisa kuingat sampai sekarang. Saat ciuman itu terjadi, hal yang sama juga terjadi. Kejantananku bereaksi. Itu hanya kecupan, tapi jantungku berdebar keras.
Sudah cukup lama sejak terakhir kali aku melihat perempuan hanya mengenakan pakaian dalam.
Seharusnya aku menutup kembali pintu kamarnya, tapi tidak kulakukan.
Tidak kulakukan karena Jane, yang kulit sawo matangnya berkilauan ditempa cahaya lampu kamar temaram, sedikitpun tak mengernyit, apalagi mempertanyakan kenapa aku kembali?
Dia juga tidak peduli meski dirinya hanya tinggal berbalut celana dalam dan bra berwarna hitam. Bra dan celana dalam itu berenda manis. Bulatan payudara padatnya menyembul indah, memantulkan cahaya keemasan. Tubuhnya sangat kencang dan seksi, caranya bernapas—yang terlihat dari gerakan dadanya—begitu sensual. Bagian-bagian tubuhnya membulat dan menyempit di bagian-bagian yang sangat tepat. Ekspresinya, jika Jane yang biasa selalu menatapku dengan sopan, malam ini Jane yang itu sepertinya sedang tidak di rumah. Jane di hadapanku, mendongakkan kepalanya, setengah menantang sejauh mana aku akan berani melangkah.