My Step Little Brother Who Loves Me 2
POV WILLIAM
By Tamara Aruna
“William!” Dad memanggil. “Turunlah, Nak… Patty sudah membuatkanmu sarapan.”Patty….
Mendengar namanya saja, batangku langsung keras lagi. Sialan. Aku mengerang dan menggeliat di balik selimut, lalu menyibaknya. Tubuh telanjangku telentang di atas ranjang. Kejantananku tegak menantang. Aku menoleh ke arah cermin dan melihat diriku sendiri terbujur besar dengan tongkat mengacung di udara. Kalau ada hal yang membuatku senang dengan segala rutinitas di sekolah adalah tubuhku yang tumbuh jauh lebih cepat dari anak lain seusiaku. Otot-ototku berkembang sempurna. Aku tidak akan bisa memuaskan Patricia semalam kalau tubuhku hanya sebesar teman-teman sekelasku. Perempuan dewasa membutuhkan seorang pria, bukan bocah-bocah SMA. Kuharap aku tidak mengecewakan Patty.
Aku mengurut batang kejantananku yang begitu tegak memancang membayangkan apa yang kulakukan pada Patty semalam. Gigi-gigiku meringis. Patty tertidur pulas begitu kutinggalkan, aku sendiri terlalu lelah untuk kembali berpakaian dan langsung pingsan. Kupikir setelah aku puas menikmati tubuh Patty, aku akan bisa tidur nyenyak. Ternyata aku salah. Aku bermimpi tentangnya dan di dalam mimpiku, bukan hanya aku yang menginginkannya. Patty juga sangat menginginkanku. Dia sangat membara di dalam mimpiku. Dia menggodaku. Dia menunggangiku. Dia mengulum kejantananku sampai berdenyut, sampai-sampai aku sempat terjaga karenanya hanya untuk mendapati batangku ereksi maksimal.
“Oh… Patty…,” erangku.
Aku harus menuntaskan ini dulu, atau aku tidak akan bisa turun.
Aku membayangkan tubuhnya yang indah lagi di dalam kepalaku, pinggul sintalnya yang memantul-mantul kencang di atas pinggangku di dalam mimpi. Ekspresi nikmat bercampur kesakitannya yang sangat menggairahkan saat batang besarku memenuhinya. Aku suka bagaimana dia menukikkan alis menahan pedih. Membuatku merasa begitu perkasa. Kocokan tangan pada penisku semakin cepat. Dalam khayalanku saat ini, bukan aku yang memijat kemaluanku sendiri, tapi Patty. Dia sedang berlutut di depan pinggangku. Mulutnya terbuka. Aku menyetubuhi mulut kecil itu hingga ujung batangku menyodok kerongkongannya.
Oh Patty… Patty…
“Buka mulutmu lebih lebar, Sayang,” erangku tertahan. “Oaaah… fuck!!!”
Spermaku menyembur mengotori dinding kamar mandi. Aku membersihkannya, lalu mandi dengan cepat dan turun ke bawah.
Dad masih belum selesai sarapan. Dia sudah berpakaian lengkap. Menyadari kehadiranku, “Hey, Boy… oh… pakailah kausmu,” katanya. “Kita sedang ada tamu.”
Patty terhenyak mendengar Dad menyapaku, tapi dia tidak berani menoleh. Aku menatapnya kecewa. Dia tidak lagi mengenakan celana pendek dan kaus yang tipis hingga aku bisa melihat bra-nya. Dia memakai sweat shirt dan celana panjang. Pasti dia ketakutan. Khawatir aku akan memperkosanya lagi seperti semalam. Hal itu membuatku semakin bergairah. Aku yakin ada yang salah denganku. Atau memang anak seusiaku seperti tidak bisa memikirkan hal lain selain sex setiap kali kami melihat cewek seseksi Patty?