32. Plot Twist

7.5K 27 0
                                    

PLOT TWIST

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

PLOT TWIST

By Tamara Aruna

“Jangan kemalaman, ya, rapat sama Pak Harisnya? Yakin mau aku pulang duluan, nggak nungguin kamu?” tanyanya.

“Yakin... paling cuma bentar... evaluasi dikit. Mending kamu langsung ke rumah aja. Kamu juga pasti capek, kan? Seminggu ini kita kerja keras.”

“Mmm... ya... tapi... malam ini kita nggak akan istirahat meski capek,” kata Zayden. Dia menunduk lagi ke sisi telingaku, “Aku pengin ngewein kamu sampai puas, Sayang.... Pengin denger kamu menjerit seperti minggu lalu.”

“Zayden...,” kesahku, menggeliat bergairah, tapi berlagak menepis. Zayden selalu bisa merangsang birahiku dengan kata-katanya. “Jangan gitu... kita lagi di kantor.”

“Emangnya kenapa? Semua orang juga udah tahu kita pasangan... kenapa mesti malu-malu? Lagian nggak ada orang ini. Aku nggak sabar sebenernya. Kamu nggak bisa minta Haris evaluasi minggu depan aja? Mumpung kantor sepi... let’s have a quick sex in the rest room....”

“Zayd... kamu tuh... kayak kita nggak punya rumah aja, sih?”

“Ya tapi lain... ngentotin kamu di toilet kantor lebih seru... aku suka lihat muka ketakutanmu... bikin aku makin nafsu, Sayang. Mana kamu pakai rok pendek lagi... lebih gampang masukkinnya ke memek kamu, Nay....”

Lidahku mendecap, “Kalau aku nggak buru-buru nemuin Haris, sekretarisnya bakal nyamperin lagi, lho.... Aku nggak akan ke mana-mana, begitu nyampe rumah... kamu boleh ngelakuin apa aja ke aku. Okay?”

Zayden menyerah, “Okay... okay... tapi anak-anak kita di rumah udah ada yang urus, kan? Jam segini mereka udah tidur? Semua aman, kan?”

“Udah... pasti udah. Semua aman malam ini. Barusan pengasuhnya udah kirim foto mereka di atas kasur. Udah dibacain cerita, udah tidur. Semua aman, Sayang. Malam ini milik kita... aku janji.”

“Oh iya... soal Ariel gimana? Aku kan udah bilang... aku nggak sreg sama dia, Sayang... kapan kamu mau pecat pengasuh anak itu? Kayak nggak ada orang lain aja kamu, tuh. Aku bisa bilang mama buat nyariin pengasuh yang lebih kompeten. Nggak hanya berdasar anak-anak suka sama dia, atau enggak....”

“Ya udah... nanti kita omongin lagi, ya? Tuh...!”

Seperti yang kubilang, sekretaris Pak Haris kembali muncul. Zayden menjauh dariku. Sudah menjadi kebijakan kantor, meski perusahaan tidak menghalangi pernikahan atau hubungan khusus antarsesama kolega, tapi kami dilarang menunjukkan afeksi di hadapan publik. Demi kenyamanan orang banyak.

Di luar ruang meeting, walau enggan, Zayden akhirnya melepas gamitan tangan. Dia berbisik, “Jangan main-main sama Haris!”

Aku menggerakkan bahu jijik dan membuat Zayden mengekeh. Kemudian, bersama sang sekretaris, aku mendatangi kantor Pak Haris, sementara Zayden pulang. Sekretaris Haris yang masih muda dan sangat seksi itu membukakanku pintu, di dalam ruangan terlihat seorang tua bertubuh tambun sedang memukul bola di arena mini golf. Pintu ditutup tanpa suara di balik punggungku supaya konsentrasi Haris tak terpecah. Aku menunggunya menyelesaikan permainan beberapa menit, lalu kami mulai berdiskusi.

Mature ContentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang