The Last Wish of a Serial KillerTamara Aruna
Akhirnya setelah tiga hari berturut-turut, aku menemui seseorang. Ini sungguh tugas yang gila. Aku punya hak untuk menolak. Bahkan, menurutku, hal itu seharusnya tidak perlu disampaikan padaku sama sekali. Namun, permintaan terakhir seorang terpidana mati sangatlah penting. Betapapun gilanya. Lagipula, Frederick Blake bukanlah kriminal biasa. Dia pembunuh berantai yang dicintai banyak orang. Keputusan hukuman mati yang dijatuhkan padanya sempat menghebohkan seluruh negeri. Semua orang-terutama orang tua dan remaja-turun ke jalan untuk memprotes keputusan tersebut. Fred memang layak dijatuhi hukuman. Dia tidak punya kepentingan menghabisi nyawa lima belas orang laki-laki selama sepuluh tahun terakhir secara terencana, tapi orang-orang yang dibunuhnya meresahkan masyarakat.
Frederick Blake memilih korban dengan hati-hati. Dia berkeliaran di seluruh negara bagian untuk memenuhi pekerjaannya sebagai seorang juru potret majalah lingkungan hidup. Di sela-sela pekerjaannya, dia mengintai calon korban yang akan dihabisinya dengan cara yang kejam. Kebanyakan dari pria yang dihabisinya adalah laki-laki yang terlihat dalam kejahatan rumah tangga. Suami-suami yang memukul anak istrinya dengan keji dan tidak mendapat hukuman setimpal, malah justru kembali dari penjara dan meneror lebih keji lagi. Beberapa di antara korbannya, setelah jasad mereka ditemukan, ternyata adalah penganiaya anak di bawah umur, pemerkosa, penindas, bahkan pembunuh. Tidak satu pun korbannya dihabisi tanpa alasan. Ketika semuanya terungkap, masyarakat justru memuja Fred Blake.
Namaku Naomi Clint.
Aku adalah orang yang melapor pada suamiku, detektif lokal yang sudah lama bergabung dalam tim investigasi untuk menangkap Fred Blake, saat kami bertemu pandang di sebuah bar pada satu malam. Hubunganku dan suamiku sudah hampir kandas. Setahun terakhir, aku hanya bertahan dan bertahan karena tahu dia menjalin hubungan dengan perempuan lain. Berkali-kali aku memaafkannya, tapi dia tak kunjung berhenti menemui wanita itu. Pada akhirnya, dia tak mau menyembunyikan perasaannya yang tak ada lagi untukku. Malam itu aku minum sendirian di sebuah bar pada hari jadi pernikahan kami yang ke-lima. Aku meneleponnya begitu yakin bahwa pria yang mendekatiku di bar malam itu adalah Fred. Aku berpikir, jika aku membantunya menangkap Fred, dia akan mencintaiku lagi.
Aku merespons tawaran Fred yang ingin membelikanku minuman dan mengobrol dengannya meski aku tahu dia seorang pembunuh berantai. Setiap hari aku melihat Devon-suamiku-membawa pulang berkas tentangnya, juga sketsa-sketsa wajah yang semakin jelas setiap kali ada korban baru, jadi aku yakin itu dia. Jikapun aku salah, maka tidak ada salahnya melapor, bukan? Aku berdansa dengannya, membiarkannya menyentuhku dengan lembut, memeluk, dan menggerayangi tubuhku dengan sensual. Kalau aku boleh jujur, dia seorang pria yang menawan. Dia pandai mengobrol dan merayu. Bahkan, dia berani menyentuh tubuhku tanpa aku merasa risih. Aku mengulur waktu sampai polisi datang meringkus, membuatnya berpikir aku benar-benar jatuh dalam perangkap rayuannya. Dia memagut bibirku dengan intens di tengah musik balad yang mendayu, menyelipkan jemarinya di balik kausku dan memilin-milin putingku. Aku sudah setengah mabuk saat itu dan aku menikmatinya. Sesaat, aku sempat menyesal mengapa aku melaporkannya. Aku sudah tahu semua korbannya layak mati. Selain itu, meski dalam waktu yang sangat singkat, aku merasakan lagi gejolak yang sudah lama hilang dari diriku.
Fred tertangkap malam itu.
Tapi cinta Devon tidak pernah kembali untukku. Berbulan-bulan dia menghabiskan waktu menginterogasi Frederick Blake. Hampir setiap pulang ke rumah dia mengamuk dan menuduhku yang bukan-bukan. Dia mengataiku pelacur, menyebutku sudah mempermalukannya di depan seluruh instansi kepolisian. Ternyata, Frederick Blake tak pernah berhenti menyebut namaku dan menyatakan keinginannya menemuiku. Dia bahkan menolak memberitahu polisi di mana dia menguburkan lima orang dari lima belas korban yang sudah dibeberkannya, dan belum ditemukan oleh pihak berwajib, kecuali dia mengirimku ke selnya. Hanya untuk berbincang-bincang.