30. My Step Dad My Blind Date

13.1K 27 0
                                    

DUKUNG PAKET KUMCER DEWASA 2
HANYA 150K BUAT 20 CERPEN
CERPEN KE-21 SAMPAI 40

DUKUNG PAKET KUMCER DEWASA 2HANYA 150K BUAT 20 CERPENCERPEN KE-21 SAMPAI 40

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

My Step Dad My Blind Date

By Tamara Aruna

“Pagi,” sapa Aaron Ackerley, suami ibuku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Pagi,” sapa Aaron Ackerley, suami ibuku.

Aku ingin pergi saja dari situ karena malu. Dia bangun pagi sekali, pikirku. Ini baru pukul enam pagi. Aku sengaja bangun lebih awal supaya tidak berpapasan dengannya. Ada kejadian memalukan yang nggak ingin kuingat-ingat tentangnya. Semalaman aku tak bisa tidur memikirkannya. Aku masih belum memutuskan akan mengadu pada ibu, atau tidak.

Kepalang basah, tanpa menjawab sapaannya, aku masuk dapur dan membuka pintu kulkas.

“Mau kopi?” tanyanya.

“Nggak, trims,” jawabku. Dalam bisu, kuambil sekotak jus dan kutuang untuk diriku sendiri. “Mana Mom? Masih tidur? Aku mau ketemu dan banyak cerita sama dia. Kau pasti tahu maksudku, kan?”

Aaron tersenyum, “Sayang sekali... semalaman aku tidur sendiri. Ibumu... seperti biasa... menghadiri pesta, atau jamuan makan malam... biasanya dia pulang larut... tapi kurasa kali ini dia tak bisa pulang.”

“Dia orang sibuk,” erangku sambil menyimpan kembali kotak jusku ke dalam kulkas.

Saat aku hendak pergi, Aaron menyahut, “Tidak sepertiku, kan?”

Aku sudah mencoba menahan diri, tapi kurasa tidak bisa lagi. “Kalau sudah sadar, kenapa masih di sini? Kenapa tidak pergi? Apa kau nggak punya harga diri?”

“Bagaimana dengamu? Apa kau punya?” balasnya.

Kuletakkan gelasku ke meja dengan agak kasar, lalu berbalik pada Aaron yang tengah menyesap kopinya. Dia tersenyum miring saat menaruh cangkir yang habis menempel di bibirnya ke atas cawan. “Jangan kasar-kasar... nanti kau menyesal saat tahu apa yang kukatakan tak lain adalah sebuah kebenaran, Juls....”

“Jangan memanggilku begitu,” raungku tertahan. Hanya ayah kandungku yang boleh memanggilku demikian.

“Kau tak bisa menerima kenyataan bahwa bukan hanya ayahmu yang dikhianati oleh ibumu...,” katanya. Lalu, dia melanjutkan dengan suara lebih pelan. “Tapi juga aku. Apa yang sebaiknya kulakukan? Diam saja di rumah saat aku ingin melampiaskan hasrat, sementara perempuan yang kunikahi dengan bebas meniduri laki-laki lain?”

Mature ContentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang