"Terkadang sedikit patah hati adalah pelajaran, dan hal terbaik yang harus dilakukan adalah mengambil pelajarannya."
•••••
SETELAH mendapat penolakan tragis dari gadis yang ia cintai, rasa-rasanya Mevrick tak ingin lagi menginjakkan kakinya di sekolah. Selain rasa malu yang masih menggelayuti raganya, pun hatinya masih terasa remuk dengan kalimat yang dilontarkan dengan tegas oleh gadis yang ia sukai waktu itu.
Kejadian kemarin masih membekas di benaknya. Segala cara Mevrick lakukan untuk mengenyahkan kejadian itu dari kepalanya, tetapi hasilnya nihil.
Mevrick mengembus napas kasar, semilir angin pagi membuat rambutnya naik-turun menjadikannya sedikit acakan. Entah kenapa, hari ini perasaannya gelisah, takut, pun sedih. Semuanya tercampur sempurna dalam diri pemuda itu. Apa ini salah satu faktor patah hati?
"Ah! Kenapa gue selalu sial! Gue tampan. Secara materi gue mumpuni. Pun, gue pintar--walau tak begitu hapal perkalian. Tapi tetep aja mereka bodoh yang nolak cinta tulus gue! GUE KURANG APA, YA TUHAN!" sesal Mevrick.
"Kurang beruntung!" Suara berat dari arah belakang menyahuti.
Mevrick lantas melengok. Saat mendapati raga sosok yang ia kenal, laki-laki itu kembali memalingkan pandangannya.
"Sialan." Pemuda yang tengah patah hati itu mengembus napas, bersedekap dada dengan pandangan lurus ke depan.
"Ya, maaf. Gitu aja lo ngambek." Laki-laki dengan kacamata bundar yang memiliki sebutan Lefin itu duduk di sebelah Mevrick. Merangkul pundak sahabatnya, lantas turut mengedarkan pandangan ke depan.
"Masih ingat kejadian kemarin, Rick? Kalau menurut gue--"
"Nggak usah ungkit kejadian itu lagi, Fin. Gue udah coba lupain. Nggak usah ungkit-ungkit," sentak Mevrick, menatap wajah Lefin dengan sorot ganas.
Lefin tercengang. Ia terdiam sejenak, setelahnya mengangguk-angguk. Rangkulannya pada pundak Mevrick mereda. Lelaki itu bertepuk tangan dengan pandangan tanpa dialihkan dari wajah sahabatnya.
"Keren banget sahabat gue memang. Gue bangga! Ah, yang kemarin itu patah hati ke berapa? 20 atau ... 31?" Lefin mengubah topik, menatap Mevrick dengan ekspresi mengejek.
Mata Mevrick sontak berubah tajam, pandangannya menghunus manik laki-laki berkacamata itu selama beberapa saat. Detik berikutnya, pemuda itu berdiri tanpa menoleh pada sahabatnya, lagi.
"Udahlah, Fin. Nggak usah dibahas." Mevrick memutar tubuh, melangkah beberapa meter, menjauh dari hadapan Lefin.
"Mau ke mana lo? Gue baru sampai anjir!" Lefin berdiri, memutar tubuh, kemudian berjalan menghampiri Mevrick.
"Gue mau balik ke kelas." Mevrick menjawab singkat sembari melanjutkan langkahnya, meninggalkan Lefin yang mematung di belakang.
"Di depan ruang kepsek masih ada cewek yang udah mempemaluin lo kemarin!" Lefin berteriak lantang dari belakang dengan nada mengejek.
Mendengar teriakan lantang itu seketika Mevrick menghentikan langkah. Atensinya teralihkan. Dengan cepat ia memutar tubuh, menatap Lefin yang menaik-turunkan alis tebalnya sembari bersedekap dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Lintas Takdir
Teen Fiction"Sekalipun kau seekor kupu-kupu--ah, seorang peri maksudku. Aku tetap mencintaimu. Walau, kutahu, pada akhirnya kau sama seperti para gadis yang pernah kutemui--pergi menjauh dari hidupku." [Diikutsertakan dalam event breakheart penerbit Bookoffice]...