"Air mata yang mengalir dan hati yang terluka menjadi alasan Tuhan untuk mengabulkan doa kita."
•••••
MEVRICK dan Myla masih saling diam selepas pertikaian hebat terjadi di antara keduanya. mereka duduk di sisi kanan dan kiri gazebo, duduk bersebelahan tapi dengan jarak yang sedikit renggang.
Netra mereka diarahkan ke depan dengan tatapan sendu, pun dengan lidah kelu. Napas keduanya sama-sama memburu. Emosi dalam diri mereka masih belum stabil. Marah, sedih, masih mengaduk sempurna dalam diri masing-masing.
Setelah menghabiskan waktu dua puluh lima menit saling bungkam, Mevrick melirik pada Myla. Ia mengembus napas seraya menggeser tubuhnya, mendekat pada gadis yang menempelkan kepalanya pada tiang gazebo.
Jarak keduanya kini dekat, hanya beberapa senti. Mevrick masih ragu untuk menyapa kembali gadis itu, kedua tangannya terus bergerak di atas pahanya, rasa canggung melingkupi dua makhluk berbeda ras tersebut.
Mevrick menghela napas, ia memberanikan diri menepuk pundak gadis itu, sangat pelan. Lantas, bersuara. "Myla." Pemuda itu memanggil.
Sang empu tidak merespons, tidak memberi tanggapan sama sekali pada pemuda itu. Ia masih sibuk mengedarkan pandangan pada pohon mangga di depan sana. Tangan Mevrick kembali terulur, menepuk pundak Myla sekali lagi.
"Myla, kumohon jangan marah padaku." Mevrick berkata lirih.
Masih tidak ada tanggapan dari gadis itu. Perilakunya masih sama. Cuek. Tak acuh dengan sekelilingnya.
"Apa kau berniat meninggalkanku seperti para gadis yang kutemui?" Mevrick masih sibuk mengoceh dengan nada lirih. "Apa kau lupa dengan janjimu kemarin, Myla? Kalau kau lupa aku--"
"Aku mengingatnya, Mevrick. Aku masih mengingatnya! Meski daya ingatku tidak kuat, tapi aku masih ingat janji yang kuucapkan padamu waktu itu." Myla menyanggah, menyela perkataan Mevrick. Kini dia memutar tubuhnya, menghadap pada pemuda yang sejak tadi asyik mengutarakan kata.
"Tapi, kenapa kau berniat meninggalkanku? Apa kau--"
"Aku tidak berniat meninggalkanmu, Mevrick! Aku sama sekali tidak berniat melakukan hal itu padamu!" Myla kembali menyanggah. Adrenalinnya teruji. Manik berwarna biru itu menghunus manik berwarna cokelat di depan sana. Sangat tajam.
Mevrick tak kalah emosi. Netranya berubah tajam, menyorot dalam netra gadis di depannya. Netra mereka seakan berinteraksi satu sama lain. Terjadi hening beberapa saat di antara mereka.
"Kalau kau nggak berniat meninggalkanku, kenapa kau tidak menerima aku menjadi kekasihmu?" Mevrick kembali mengutarakan kata. Nada bicara yang mulanya lirih kini berubah ketus.
Myla membuang muka sejenak, ini kali pertama dirinya merubah wujud menjadi manusia, hatinya menggelora setiap mendengar penuturan gamblang dari pemuda di sebelahnya. Energi sihirnya mulai melemah. Ia telah kehilangan banyak energinya. Gadis itu kembali menatap Mevrick dengan mata sendu.
"Sudah kukatakan berapa kali, Mevrick, kalau kita itu berbeda! Kita berbeda .... Kita mustahil buat hidup bersama ...," ungkap Myla dengan emosi yang menjalar dalam tubuhnya.
Mevrick diam sejenak, ia menunduk sekilas. Kemudian dengan lancang ia memegang telapak tangan Myla, mengusapnya. "Kita sama, Myla. Kita nggak beda! Aku sama dirimu sama. Kita sama-sama manusia."
Mendengar ucapan itu seketika Myla menarik pergelangan tangannya dari tangan Mevrick. Napasnya menggebu. "Kita berbeda, Mevrick! Kau manusia! Sedangkan aku seekor peri! Kita beda ...! Kita bukan sama-sama manusia. Kita beda!" Myla semakin kehilangan energinya, ia menunduk lemas dengan kedua telapak tangan ditautkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Lintas Takdir
Teen Fiction"Sekalipun kau seekor kupu-kupu--ah, seorang peri maksudku. Aku tetap mencintaimu. Walau, kutahu, pada akhirnya kau sama seperti para gadis yang pernah kutemui--pergi menjauh dari hidupku." [Diikutsertakan dalam event breakheart penerbit Bookoffice]...