02. Mahkluk kecil bersayap biru

44 9 9
                                    

"Menangis. Memaafkan. Belajar. Move on. Biarkan air matamu menyirami benih-benih kebahagiaan masa depanmu."

•••••

WAKTU kian berputar cepat. Jam istirahat di SMA Litosfer tinggal beberapa menit. Sebagian para murid berbondong-bondong kembali ke ruang kelas. Sebagiannya lagi masih di luar ruang kelas--kantin, lapangan, perpustakaan, parkiran.

Mevrick dan Lefin sedari tadi masih duduk di bangku kantin bagian ujung dengan semangkuk bakso dan minuman dingin di atas meja. Keduanya masih saling diam selepas salah satu dari mereka menuturkan isi hatinya.

"Gue nggak ngerti sama jalan pikiran lo, Rick. Lo udah stres! Segila-gilanya orang gila, mereka nggak akan jatuh cinta sama serangga! Lo nggak normal, Rick," tukas Lefin yang masih tak habis pikir dengan jalan pikir sahabatnya.

Mevrick yang mulanya menengadah pandangan ke atas, kini menatap sahabatnya.

"Lo mau ngatain gue orang gila, stres atau apalah, yang penting gue udah mau jujur sama lo kalau gue jatuh cinta sama tuh mahkluk!" Mevrick meninggikan nada bicaranya.

"Sadar, Setan! Lo manusia normal! Sewajarnya juga jatuh cinta sama yang normal--sama manusia, bukan sama hewan!"

"Gue juga nggak tahu kenapa gue bisa jatuh cinta sama tuh makhluk, anj*ng! Gue nggak tahu!"

"Tol*l! Otak lo mungkin udah gesrek, Rick, gara-gara ditolak puluhan cewek. Gesreknya kejauhan."

Mevrick hendak menyanggah kembali perkataan Lefin, tetapi ia urungkan. Laki-laki itu mengembus napasnya yang sudah terengah-engah akibat berdebat dengan sahabatnya.

"Terserah lo mau ngatain gue apa. Mau ngatain gue manusia gobl*k, tol*l, terserah lo. Gue capek ladenin omongan lo." Mevrick berdiri, tangan kanannya terangkat, memanggil Ibu kantin untuk membayar pesanannya.

"Sekalian sama pesanan dia. Terima kasih, Bu." Mevrick menyodorkan selembar uang pada Ibu kantin.

Wanita itu hanya mengangguk dengan seulas senyuman tipis di wajahnya, sembari menerima selembar uang dari Mevrick. Detik berikutnya ia mengangkat pesanan dari dua pemuda yang terikat tali perselisihan itu dan membawanya ke dapur.

Lefin ikut berdiri kala Ibu kantin sudah kembali ke dapur. Dia melangkah mendekat pada Mevrick, berdiri di sampingnya.

"Maafin ucapan gue tadi. Gue kebawa emosi cuma karena omongan lo yang nggak masuk akal." Lefin meminta maaf. Mevrick hanya merespons dengan anggukan dengan tubuh membelakangi sahabatnya.

"Gue akan kasih lihat makhluk kecil itu sama lo. Nanti ikut gue saat pulang sekolah atau nanti setelah jam istirahat," kata Mevrick. Tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya, ia langsung berlalu dari kantin, meninggalkan Lefin di belakang.

Sejenak, Lefin mencerna ucapan Mevrick. Ia memutar keras otaknya untuk mencari jawaban dari perkataan sahabatnya barusan.

"Kalau ikut dia, bisa-bisa gue ketularan gila. Tapi kalau gue nggak ikut, penasaran juga sama itu mahkluk ... ah! Gue kudu lihat, tuh, makhluk!"

•••••

Setelah jam istirahat, Mevrick langsung bergegas ke area taman sekolah. Ia duduk di dekat kolam ikan, menunggu makhluk kecil yang ia lihat pagi tadi menampakkan diri.

[END] Lintas Takdir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang