SDAK-13 (revisi)

18 10 0
                                    

Selamat membaca semuanya! Dan jangan lupa voments ya, love u!

Emmilia tengah sibuk mengantarkan pesanan ke meja-meja pelanggan. Hingga dirinya tak menyadari adanya kehadiran seseorang yang mengaku sakit saat menelponnya kemarin.

"Ken? Kamu ngapain kesini?" tanya Emmilia dengan bahasa Indonesia.

"I want to see you," balas Ken dengan senyuman.

"Tapi kau kan sakit. Seharusnya kau tidak disini sekarang."

"Lalu seharusnya aku dimana?" tanya Ken.

"Istirahat tentunya. Dan tidak disini," balas Em tegas.

"Oh ayolah.. sendirian di kamar sangatlah membosankan. Kau tau bukan, bahwa orang sakit harus merasa senang agar imun dalam tubuhnya meningkat?" Emmilia mengangguk setuju.

"Dan oleh karena itu aku harus meningkatkan imun tubuhku dengan melihat keramaian yang tidak membosankan ini," sambungnya.

"Tapi kau sedang sakit, Ken!"

"Itu kemarin. Dan kurasa tubuhku jauh lebih segar sekarang. Imun ku meningkat saat bertemu denganmu, Em." Emmilia mendelikkan matanya.

"Kau tau? Jika seperti itu kau seperti seorang wanita yang tengah memarahi anaknya."

"Ya! Memang. Anaknya sangat susah di atur," ucap Emmilia menimpali ucapan Ken.

"Emmilia! Ayo kembali bekerja..!" panggil salah satu rekan kerja Emmilia yang sontak membuatnya mengalihkan atensinya.

"Hey sepertinya aku harus lanjut kerja," ucap Emmilia dan Ken mengangguk setuju. "Baiklah, aku akan menunggumu disini."

"Tapi?"

"Ah sudahlah, sana bekerja lah yang rajin," ucap Ken mengusir. Dan Emmilia pun langsung kembali pada kesibukannya.

Lamat-lamat dari kejauhan, pria asing itu memperhatikannya. Wanita itu, begitu mandiri, menawan dan keras kepala. How he loves her so much with her independent way.

Ken berani bertaruh, bahwa hanya seribu satu wanita sepertinya di dunia. Entah kenapa, tapi pembawaannya begitu mahal. Dan bukan sembarang orang yang akan mendapatkannya nanti.

Ken mengangkat tangannya, memberi kode pada waiters di sana. "Can I help you, Sir?"

"One americano, please."

"Baik, silahkan ditunggu," kata pelayan tersebut sebelum kembali meninggalkan Ken.

Cukup begitu bosan baginya, apalagi kali ini ia hanya datang seorang diri. Beruntung kali ini ia mendapatkan meja yang bersebelahan langsung dengan jendela luar, sehingga membuat menunggu Emilia tidak lah lagi merasa begitu bosan.

Sembari menangkupkan dagunya, ia menatap kosong jendela yang mengarah ke luar. Terdapat puluhan pasang kaki berjalan berirama. Dan sesekali, ia juga memperlihatkan jam yang dikenakannya. Mengotak-atik jam tersebut lalu kembali menatap jendela.

Tak membutuhkan waktu begitu lama, hingga Americano yang tadi ia pesan datang. Bukan, kali ini bukan Emilia yang mengantar. Ia tengah sibuk dengan pelanggan lainnya.

Adapun noda kopi yang tercetak di pinggir cangkir setelah ia meminumnya, menjadi gambaran manis dari adanya sebuah penantian.

Ketukan lantai, deritan pintu, seruput kopi, dan kebisingan restoran, bak backsound utama yang hadir di antara mereka. Dan manik-manik itu.. berusaha mencuri kembali pandangan antar kaula muda.

Terkekeh? Tentu, Ken tidak sekali dua kali tertawa ketika iris coklatnya bertemu dengan si pemilik surai hitam tersebut. Tidak ada yang lucu memang, tapi ini sungguh menjadi momen langka ketika kau melihat orang terkasih mu tengah sibuk dengan pekerjaannya, dan ia hanya menatapmu sinis.

Samudra di Antara Kita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang