Nathan membaca tumpukan kertas setebal tiga sentimeter yang berjudul Incorporated Safety And Operational Supplements di atas meja meetingnya siang ini. Kepalanya sesekali mengangguk dan tak jarang menggumam sendiri ketika memindai tulisan di hadapannya. Secara garis besar, kumpulan kertas yang dinamakan laporan itu membahas tentang benda-benda keselamatan yang ada di dalam pesawat dan bagaimana cara mengoperasikannya. Sebagai Presiden Direktur dari sebuah perusahaan pengembang pesawat yang tengah memasuki masa jayanya, Nathan ingin memastikan sendiri laporan berisi alat-alat keselamatan terbaru yang akan mereka install ke pesawat buatan mereka. Pembaruan ini tidak boleh gagal atau cacat, karena akan berakibat sangat fatal nantinya.
"Sudah bagus," gumam Nathan sambil membaca lembar terakhir. Sebenarnya dia sudah membacanya tadi pagi, namun belum sempat menyelesaikannya. Jadilah, dia harus memotong waktu meetingnya untuk melanjutkan eksekusi laporan ini.
"Tidak ada yang salah 'kan, Pak? Atau ada yang ingin diubah?" tanya Direktur Engineering Development yang duduk di sebelah kiri Nathan, melirik cemas kepada laporannya.
Nathan menggeleng. "Tidak. Untuk sekarang, ini cukup. Tapi teruslah melakukan penelitian untuk pembaruan yang akan datang."
"Siap, Pak!"
"Lalu bagaimana dengan Emergencies Procedures terbarunya, Pak?" pertanyaan itu datang dari sebelah kanannya, Ketua Komite Audit. "Adakah yang perlu ditambahkan?"
Nathan menggigit bagian dalam pipi kirinya sebelum menjawab. "Saya sudah membacanya kemarin dan overall mendekati sempurna. Tapi ada beberapa poin yang perlu disesuaikan dengan installment yang baru ini. Tolong dirapatkan lagi, Direktur ED dan Komite. Saya tunggu hasil eksekusi terbarunya akhir bulan depan."
Keduanya menjawab kesiapan mereka. Nathan mengangguk puas. Dia menutup rapat kali ini dan mereka undur diri dari ruang meeting. Nathan merapikan sendiri berkas-berkas miliknya karena Citra—sekretarisnya—masih sibuk mengetik notula di Macbook-nya.
"Perasaan tadi gue gak ngomong banyak deh. Cuma saran-saran dikit. Kok lo lama banget ngetiknya?" sindir Nathan setelah selesai merapikan berkas miliknya.
"Yang bikin banyak 'tuh note tambahannya tau! Omongan lo lebih banyak tersiratnya daripada tersurat," cibir Citra sambil tetap mengetik. "Bikin kerjaan aja."
"Untuk itulah lo digaji, Cit," balas Nathan. Citra memang sahabatnya, jadi mereka sering menggunakan bahasa informal jika sedang berdua saja.
Dia keluar lebih dulu dari ruang rapat dan kembali ke ruang kerjanya karena harus mengerjakan tugas online dari Professornya. Yup! Nathan sedang menyelesaikan program masternya di Teknik Mesin. Setibanya di ruang direktur utama, Nathan mengambil laptop khusus untuk kuliah dari dalam laci meja. Karena program master tidak memiliki banyak jadwal kelas, dia rasa lebih baik mengambil kelas cyber alias kelas online. Program master lebih banyak diisi dengan kegiatan penelitian. Dia hanya perlu datang jika ada sesuatu yang ingin dibahas langsung dengan dosennya. Sambil menunggu laptopnya turn on, dia mengecek ponsel yang terus bergetar saat rapat tadi. Ternyata ada belasan chat dari sang ibu.
Ketika proses turn on laptopnya telah selesai, Nathan duduk di kursi putar dan mulai membuka laman web kampus. Sudah ada sembilan mahasiswa yang online dari total keseluruhan limabelas orang mahasiswa. Professornya mengetikkan syarat dan ketentuan tugas yang lebih rumit dari biasanya. Dia membacanya dengan serius dan ponselnya langsung terlupakan begitu saja. Limabelas menit kemudian, dia membuka tab baru dan mengetikkan nama jurnal yang akan dipakainya untuk menunjang tugas ini. Dan tiba-tiba saja pintu ruangannya dibuka dengan kasar dari luar. Nathan berjengit kaget, nyaris lompat dari kursinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To Know
Action🆄︎🅽︎🅳︎🅴︎🆁︎ 🆁︎🅴︎🆅︎🅸︎🆂︎🅸︎🅾︎🅽︎ D18+ Kata Titan, dia jenius, dari orok malah. Ya, Nathan tahu dan mengakuinya. Tapi dia tak menyangka bahwa ada yang lebih jenius dari dirinya di Kampus. Gara-gara si jenius itu, dia harus kehilangan mobil li...