Hari ini Keira sakit. Tubuhnya demam, suhunya cukup tinggi dan juga pilek. Bibi ART sampai harus membersihkan tumpukan tisu yang ada di kamar itu setiap dua jam sekali. Keira memang sangat parah bila sedang pilek. Ini bukan penyakit yang baru untuknya.
"Biar Yuda yang jagain adik kamu. Kamu tetap berangkat ke kampus saja," kata ayahnya ketika Ana sedang membuat bubur pagi ini.
Ana mau tak mau mengangguk. Dia menuju kamar Keira dengan membawa nampan berisi segelas air hangat, bubur, dan cemilan buah yang mengandung banyak air. Ketika Ana sudah sampai di ambang pintu, terdengar suara bersin-bersin yang keras. Ana masuk dan melihat Keira yang tengah bersandar di kepala tempat tidur, menutup hidungnya dengan tisu. Om Yuda—tangan kanan ayahnya, atau ajudan pribadi—sedang mengabsen obat yang akan Keira minum.
"Udah turun panasnya?" tanyanya pada Om Yuda.
"Lumayan," jawab omnya itu. "Dua derajat celcius."
Ana mengangguk dan menaruh nampan di nakas sebelah kanan. Dia menyibak poni adiknya dan menempelkan telapak tangan disana. Benar, tidak sepanas semalam. Walaupun tetap saja masih dalam kategori demam. Keira bersin lagi hingga membungkuk.
"Habiskan semuanya," kata Ana sambil menunjuk nampan.
"Kakak ke kampus?" tanya Keira dengan suara bindeng. "Aku ikuuut. Gak mau bolos. Hari ini kuis."
"Kamu gak bolos. Kamu sakit," balasnya lalu berdiri. "Lagipula cuma ada satu mata kuliah hari ini. Kakak langsung pulang. Dan Om, tolong kelitikin aja perutnya kalau dia gak mau makan atau makanannya gak dihabiskan."
Keira mengangguk sedih lalu bersin lagi. Om Yuda sampai mundur satu langkah karena kaget. Daritadi, Keira sudah merengek pada Om Yuda untuk tetap memperbolehkannya masuk kuliah. Tapi om kesayangannya itu melarang dan dia masih terus membantahnya. Namun, dia tidak bisa melakukan hal itu kepada kakaknya. Ana tidak menerima penolakan atau bantahan, apalagi dari adiknya sendiri. Tidak ketika mengorbankan kesehatan adiknya. Ayah mereka masuk dan langsung memeluk putri kesayangannya. Memberikan janji yang sama seperti Ana: akan langsung pulang begitu jam menunjukkan angka tiga.
Ana pamit dengan semua orang lalu menuju garasi sambil memainkan kunci motornya. Karena Keira tidak kuliah, jadi tidak perlu menggunakan mobil. Dia juga jadi lebih cepat sampai kampus. Ana mendorong pintu kelas ke dalam dan disambut oleh keheningan. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk duduk di deretan paling belakang, karena dia dan Keira selalu duduk di depan. Kelas masih sepi karena perkuliahan baru akan dimulai tigapuluh menit lagi. Ana menarik tudung hoodie-nya menutupi kepala dan memakai headset. Dia menjatuhkan buku The Rise and Fall of the Third Reich: A History of Nazi Germany by William L. Shirer ke atas meja, menimbulkan bunyi 'buk' yang cukup keras karena buku tersebut memiliki 1614 halaman. Buku ini mengisahkan tentang bagaimana Amerika Serikat terlibat dan bagaimana Hitler menggunakan Mussolini dan Jepang saat WWII, dan liputan perang—dari keberhasilan awal Jerman hingga kekalahannya yang terakhir. Buku ini juga memuat kesaksian para pemimpin Nazi dan narapidana kamp konsentrasi, buku harian para pejabat, transkrip konferensi rahasia, perintah militer, surat-surat pribadi—semua dokumen besar di belakang upaya Hitler untuk menaklukkan dunia. Ana membuka halaman terakhir yang dia baca, halaman 567.
Ana membaca dengan tenang dan fokus walaupun ada seorang cowok—yang belum lama tiba—yang terus memperhatikannya sejak tadi. Lima menit lagi perkuliahan akan dimulai, tapi dosen matakuliah Algoritma belum menampakkan diri. Dia menutup bukunya setelah memberikan penanda halaman dan memasukkannya ke dalam tas, menukarnya dengan laptop baru—yang dibelikan ayahnya sebagai ucapan selamat atas statusnya sebagai mahasiswi, lagi.
Ana menolehkan kepala ke arah cowok yang selalu meliriknya dengan rasa penasaran, menatapnya secara terang-terangan. Cowok itu nyaris terjungkal karena respon berani Ana. Karena sudah tertangkap basah, cowok itu bangkit dari kursi, mendekatinya dan berdiri dua jengkal dari tubuhnya. Ana hanya bisa menaikkan sebelah alis, menunggu apa yang akan dikatan cowok ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To Know
Action🆄︎🅽︎🅳︎🅴︎🆁︎ 🆁︎🅴︎🆅︎🅸︎🆂︎🅸︎🅾︎🅽︎ D18+ Kata Titan, dia jenius, dari orok malah. Ya, Nathan tahu dan mengakuinya. Tapi dia tak menyangka bahwa ada yang lebih jenius dari dirinya di Kampus. Gara-gara si jenius itu, dia harus kehilangan mobil li...