Part 21

9.7K 678 30
                                    


Pic on the top is Athena. Akhirnya nemu juga karakter yang pas untuk tokoh ini. Say welcome to Lee Ji Ah everyone ....

8/5

Huzaini.

______________________________________________________

Ana sudah siap pergi. Kopernya yang tak seberapa banyak, alias hanya satu koper sudah dimasukkan ke dalam bagasi oleh Reynald.

"Masih kurang panas mesinnya, tunggu dua menit lagi," ucap Reynald dari balik kemudi. Ana mengangguk singkat lalu tidak jadi masuk ke dalam mobil, dia berdiri di depan kap mesin dan menyilangkan tangan di depan perut.

Dia tidak pernah pergi tanpa meninggalkan pesan. Karena temuan baru mereka, dia jadi harus menambah strategi baru untuk mencari 'pintu tujuan' yang masih bersembunyi. Ada banyak saran yang diberikan oleh subordinates-nya, dan setelah empat jam rapat akhirnya mereka mengambil dua cara paling efektif. Dia merasa lega karena pencarian mulai menyempit dan benang kusutnya mulai terurai. Kalau begitu, sudah seharusnya dia kembali melangkah dari sisi lainnya.

Reynald menyuruhnya masuk. Hal pertama yang dilakukan Ana setelah menutup pintu mobil adalah menyalakan AC hingga level tertinggi. Jawa Barat memang terkenal akan cuacanya yang selalu dingin, namun tidak untuknya. Dan sebaliknya bagi Reynald. Terbukti dari tebalnya jaket yang tidak pernah Reynald tanggalkan. Tunggu, jaket hitam polos ini tidak pernah dia lihat. Kemana jaket merah darah kesayangannya?

"Jaket Adidas merah lo kemana?"

Itu pertanyaan biasa, namun reaksi Reynald luar biasa. Dia tiba-tiba tersedak dan batuk hebat. Tidak ada niat ingin menolong, Ana hanya diam menyaksikan hingga batuk pria itu reda.

"Dicuci," cicit pria itu. Ana menatapnya intens hingga Reynald tidak tahan untuk mengumpatnya. "Damn, hold your horses."

"Pardon? I'm calm."

"But your gaze isn't! Emang aneh banget apa kalau gue gak pakai jaket itu?" sungutnya. Dia sungguh tidak berani mengatakan kalau jaketnya ada pada adik wanita itu. Cemen sekali memang.

Ana melepaskan tatapannya dari pria itu dan beralih ke jalan. Mereka sudah keluar dari base. Ketika melewati lapangan sepak bola di dekat desa, dia melihat ada banyak sekali pedagang kaki lima yang mendirikan tenda mini. Nanti malam akan ada pasar kaget. Ujung matanya melihat konter hp seadanya, alias tidak begitu komplet, di sisi bagian jalan dekat lapangan dan menyuruh Reynald menepi.

Reynald bertanya lewat tatapan namun dia langsung membuka pintu tanpa menjelaskan. Ana meraba saku celana depan dan lega karena dia menaruh dompetnya disana, bukannya di tas dalam koper. Konter hp itu dibangun seadanya di pekarangan rumah. Luasnya mungkin satu kali satu meter. Ana berhenti dan melihat-lihat etalase mini setinggi paha atasnya. Kartu dari berbagai macam provider, baju ponsel dan kabel data dijejer rapih.

"Ya Teh? Cari apa?" tanya sang penjual, merupakan seorang remaja berusia belasan tahun yang Ana taksir masih siswa SMA.

"Ada hp bekas gak? GSM?"

"Waduh gak ada, Teh," remaja itu terlihat menyesal dan sedetik berikutnya tersentak kaget. "Eh sebentar-sebentar," lalu merogoh bagian bawah etalase. "Saya baru inget, kemarin teman saya baru jual hp-nya. Dia minta tuker tambah. Tapi Teh, baterainya blendung hamil." Ana menerima ponsel itu dan memang benar baterainya bengkak di satu sisi. "Jual baterainya?"

"Ada, Teh, ada."

Maka jadilah dia membeli satu ponsel bekas, baterai dan satu SIM card. Karena ponsel itu bekas maka harganya sangat murah. Ana duduk disana untuk mengatur ulang sistem sekaligus mendaftarkan SIM card-nya. Dia membuka pesan dan mengetik dengan sabar.

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang