"Kamu Nathan?" tanya pria berkacamata kaku yang tahu-tahu sudah berdiri di depannya.
Nathan berdeham, secepat mungkin terlihat relax dan membuang pemandangan panas itu dari kepalanya. "Ya, saya Nathan."
"Terima kasih sudah mau direpotin sama anak bandel satu itu," pria itu menunjuk ke balik punggungnya. "I owe you a lot. Oh ya, saya Yuda." Mereka berjabat tangan. Ketika Nathan memberitahu nama lengkapnya, Yuda terlihat kaget.
"O—kamu bukannya anak Pak... sebentar saya lupa namanya," Yuda berdecak kesal. "Siapa itu ya?! Pokoknya perusahaan aircraft developer itu, kan?"
Nathan tersenyum. "Hamda Selanno."
Yuda menepuk tangannya sekali. "Ya itu! Berita kematiannya pernah menjadi headline dikalangan para pebisnis, saya turut berduka cita."
"Terima kasih, itu sudah cukup lama," suara tawa yang kencang mengalihkan perhatian mereka berdua. Pria asing itu tertawa sambil menatap Keira namun tubuhnya menempel dari bahu-ke-bahu dengan Ana. Ck, terlalu dekat. Sedangkan Ana sendiri hanya tersenyum tipis melihat kelakuan kedua orang itu.
"Rakha, sshhh," Yuda memperingati, menempelkan jari telunjuk di depan bibirnya.
Pemuda yang ternyata bernama Rakha itu meminta maaf sambil terkekeh geli. Yuda kembali melihatnya. "Jadi, apa yang bisa saya lakukan sebagai ucapan terima kasih? Tolong jangan bilang 'tidak usah' karena saya benar-benar merasa gak enak."
"Tapi memang tidak perlu. Ana teman saya di kampus. Menolong teman sekampus sudah menjadi suatu keharusan."
Yuda kaget. "Oh, kalian sekampus?!"
Nathan mengangguk. "Saya sedang melanjutkan strata. Tapi tetap saja kami berada di satu kampus yang sama."
Yuda mengangguk paham. Pria itu izin keluar saat teleponnya berdering nyaring. Nathan akan tetap berdiri kaku bagai patung jika saja Keira tidak menyapanya.
"Makasih ya, kak, udah nolong kak Ana," ucap gadis manis itu.
Dia tersenyum lebar dan mengangguk. Deringan telepon mengalihkan perhatiannya dan id caller itu tidak bisa diabaikan. Oke, sepertinya dia harus kembali ke kantor. "Saya pamit ya, di kantor masih ada kerjaan."
"Thanks, ya ..." kata Rakha.
"Nathan."
"Thanks ya, Nathan. Oh ya, saya Rakha," pemuda itu mengangkat sebelah lengannya sebagai tanda sapa. Tahu deh yang tidak ingin repot-repot beranjak dan menyalaminya karena sudah terlanjur enak menempel dengan Ana.
"Sama-sama. Saya pamit kalau gitu," Nathan berjalan ke pintu ruangan.
"Nath," panggil Ana.
Dia menoleh cepat. "Ya?"
"Makasih," Ana tersenyum manis. "Dan hati-hati di jalan."
Dia membalas senyum itu dengan jantung yang berdegup cepat. Dia keluar dan segera menutup pintu sebelum mereka semua menyadari telinganya yang berubah merah. Dia berpapasan dengan Yuda dan pria itu memberikan kartu namanya, tetap ngotot ingin berterima kasih. Tidak ada alasan untuk menolaknya, jadi dia ambil saja dan tetap berjanji untuk tidak meminta imbalan apapun.
×××
"Dia siapa, Na?"
Ana menatap Rakha heran. "Nathan. Tadi kan kalian udah kenalan."
"Ck, ya tau. Maksudnya kalian ada hubungan apa?"
"Teman sekampus," seharusnya jawaban itu sudah cukup namun pria itu tetap menatapnya dengan pandangan menyelidik. Memangnya apalagi yang bisa dia berikan sebagai jawaban? Dia pura-pura tidak melihatnya dan meminta diambilkan potongan buah oleh Keira. "Kamu kerja dimana sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To Know
Acción🆄︎🅽︎🅳︎🅴︎🆁︎ 🆁︎🅴︎🆅︎🅸︎🆂︎🅸︎🅾︎🅽︎ D18+ Kata Titan, dia jenius, dari orok malah. Ya, Nathan tahu dan mengakuinya. Tapi dia tak menyangka bahwa ada yang lebih jenius dari dirinya di Kampus. Gara-gara si jenius itu, dia harus kehilangan mobil li...