Part 16

10.6K 796 45
                                    

"Makanan keluar," suara yang nyaris menyerupai bisikan itu masuk ke gendang telinga Rega. Rega memperhatikan papan catur di depannya cukup lama sebelum akhirnya menggerakkan ratu putihnya ke arah samping (h5) dan ... "Skakmat!" raja hitam milik lawan sudah berpindah padanya. Sebuah mobil box melintas ketika dia mengangkut sang raja.

Dia mengangkat sedikit kerah kaus bagian depannya. "Makanan sudah meluncur." Lalu menurunkan lagi kerah kausnya dan mengambil segelas kopi yang tersisa setengah. "Yah, udah adem."

"Skakmat!" Regi—yang menjadi lawannya—bersorak lalu memakan pisang goreng yang tersisa satu potong di atas piring.

"Itu jatah gue! Tadi lo udah makan tiga!" sentak Rega lalu berseru ke arah pondok warung di samping mereka. "Teteh, bade pisang goreng deui moal?!"

Sementara disisi lain, sekitar duaratus meter dari titik Rega-Regi, tiga orang pria bersiap untuk melakukan pengecekan. Sekitar sepuluh menit setelah peringatan itu sampai di telinga mereka, sebuah mobil box berhenti karena ada portal yang terbuat dari besi ditaruh tepat di tengah jalan. Salah satu dari mereka turun dan mengetuk kaca supir.

"Punten Pak, kok ieu jalanna ditutup aya naonnya?" tanya sang supir ketika sudah menurunkan kaca. Wajahnya berubah gugup ketika pria yang mendatanginya ternyata memakai seragam polisi. Begitu pula dengan seorang pria yang berdiri di sisi pintu kiri.

"Ada kasus penculikan di desa, saksi mengatakan kalau tersangkanya membawa mobil. Jadi, kami adakan pengecekan dadakan di sekitar akses masuk. Kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya."

Sang supir mengangguk gugup. "Oh begitu. Silahkan, Pak, silahkan dicek." Dia mengeluarkan surat-surat kendaraan dan ijin resmi untuk mengangkut barang.

Mereka berdua—sang supir dan si penumpang—turun untuk mengikuti jalannya pengecekan. Kedua polisi dan para tersangka sudah menuju ke bagian belakang mobil untuk membuka pintu box. Di dalamnya berisi belasan dus polos yang tertata rapih.

"Bawa apa ini?"

"Obat pesenan, Pak."

Sang polisi meminta temannya untuk membuka dus setelah diberikan izin oleh sang supir. Satu dus berisi puluhan kemasan obat yang memiliki logo generik pada tutup botol dan box kemasan luar. Kedua polisi itu mengangguk setelah memeriksa bagian lain dari dalam box mobil.

"Silahkan lewat, Pak. Sebentar, saya buka dulu pagarnya."

Keempat orang itu kembali ke bagian depan. Ketika pagar disingkirkan, mobil itu melaju dengan kecepatan sedang di tengah kepungan pepohonan rimbun yang gelap. Kedua polisi itu beralih kepada seorang pria yang berdiri di tengah-tengah jalan—tiga meter di belakang portal—sedang memandangi kepergian mobil itu.

"Terkunci," kata pria itu kepada kedua polisi yang tengah menyeringai di depannya.

×××

"Silahkan, Kapt."

Ana mematikan sambungan lalu menekan-nekan layar iPad selama beberapa saat sebelum akhirnya layar tersebut menampilkan GPS dengan titik merah yang bergerak lambat. Rekannya sudah berhasil menaruh alat pelacak mini seukuran ibu jari anak bayi ke truk target. Titik itu memasuki jalan utama sebuah desa yang tersambung dengan jalan protokol dibeberapa kilometer berikutnya.

Ana duduk di kursi putar, iPad dia sandarkan pada stand holder di atas meja. Jarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja sambil memeperhatikan kemana arah titik merah itu bergerak. Tiga jam berlalu, titik itu sudah memasuki area Tol Cikampek. Ana menghiraukan detik jam yang berbunyi nyaring karena keheningan. Waktu sudah akan menunjukkan pukul 3 pagi namun matanya masih terbuka lebar dan tidak melepaskan atensinya pada layar iPad. Hingga ketika pukul 4 pagi, titik itu berhenti. Ana masih menunggu pergerakan yang mungkin akan terjadi lagi, namun setelah lima belas menit kemudian titik merah itu tetap disana. Dia memperbesar tampilan layar sebanyak dua kali dan seluruh persendiannya kaku.

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang