Part 13

12.2K 885 17
                                    

Ana melakukan nocking—gerakan memasukkan ekor panah ke nocking point atau tali busur—sambil melihat papan target sejauh 70 meter di depannya. Dia sudah melepaskan dua tembakan dan semuanya tepat mengenai titik pusat. Dia menganalisa arah mata angin dan kecepatan angin saat membidik. Ketika segalanya sudah terasa pas, dia melepaskan panah dan benda tersebut melesat cepat dan jauh sebelum akhirnya menancap pada sudut lain di dalam lingkaran kuning. Bergabung dengan dua panah sebelumnya.

Terdengar suara tepukan tangan saat dia masih berada pada posisi after hold atau menahan sikap panahan pasca penembakan. Dia menoleh dan mendapati sesosok pria yang familiar namun tidak pernah dia jumpai dalam keseharian. Seorang pria matang berjanggut tipis di sekitar rahang hingga dagu. Tingginya sekitar 175 cm—dengan bobot tubuh cukup dan massa otot yang mengagumkan, kulitnya cokelat eksotis dan sudut mata yang turun itu tidak mengurangi tatapannya yang tajam membius.

"As expected," ucap pria itu. "from Goddess."

Ana memicing sambil otaknya mengingat-ingat, "Amer, right?"

"Ready for your command," balas pria itu sambil melakukan gerakan penghormatan kepada putri raja.

Ana tersenyum tipis. Bantuannya telah tiba.

×××

Suara ketukan heelsnya menggema ke seluruh lorong yang sedang dilintasinya. Siang ini dia sudah siap mengenakan Pakaian Dinas Harian yang memuat beberapa lencana utama miliknya, dan jangan lupakan heels hitam setinggi 5 cm sebagai pelengkap. Rambutnya tercepol rapi ke belakang, menyisakan beberapa anak rambut di sisi kepala. Ana memasuki sebuah ruangan yang berada di barisan kanan lorong. Suara bising percakapan yang saling tumpang tindih langsung senyap begitu dia tiba. Tanpa kata, seluruh orang yang terdiri dari 50 pria berbaris rapi membentuk dua kubu, masing-masing lima baris pada sisi kanan dan kiri. Ana tidak menaiki podium mini yang ada di ruangan tersebut dan memilih untuk berdiri sejauh semeter di depan mereka, di antara kedua kubu.

Ana melirik seorang pria yang berada di paling kanan jika dilihat dari posisinya, pria kurus namun tegap yang juga sedang meliriknya itu mengangguk singkat lalu berucap dengan lantang untuk memimpin penghormatan. Setelah Ana membalas salam hormat itu, dia mempersilahkan mereka untuk duduk di kursi yang telah disediakan.

"Selamat siang dan selamat berkumpul kembali. Sayangnya hanya ada seperlima dari kalian yang bisa ikut dalam tugas kali ini."

Ana biasanya memimpin sebuah Kompi yang memiliki personil sebanyak ±250 prajurit. 200 personil yang tidak bisa ikut sedang berpencar menjalani misi lain dibawah satuan Pleton. Pleton adalah kesatuan militer di bawah Kompi yang terdiri dari beberapa regu dan dipimpin oleh Letnan Dua.

"Bagi mereka yang bisa selesai tepat waktu mungkin bisa bergabung," Ana berdiri tegak dan melihat para rekannya secara sekilas namun tidak melewatkan satu wajahpun. "Penambahan personil juga tergantung dari tingkat kesulitan yang akan kita hadapi nanti."

Ana mengambil map yang disodorkan oleh rekan yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia mengucapkan terima kasih dan membaca laporan itu. Isinya sama dengan yang diberikan oleh Jenderal Basuki. Namun ada beberapa penambahan. "Intel kita sudah bergerak selama sebulan ini. Berawal dari sebuah ketidaksengajaan bertemu dengan mobil box yang keluar dari perbatasan hutan di wilayah Jawa Barat. Hutan yang seharusnya dilarang dimasuki."

"Kenapa dilarang dimasuki?" tanya seorang pria yang duduk di barisan paling belakang.

Ana mengangkat kedua bahunya dengan gestur jenaka. "Mistis," jawabnya yang disambut tawa rendah. Dia melanjutkan lagi. "Sebagian atau nyaris seluruh warga yang tinggal di sekitar area itu sudah memberikan label tersebut sejak dulu kala. Kita tidak bisa menyalahkan kepercayaan seseorang, bukan? Namun, tentu saja ada alasan lain yang lebih masuk akal. Tio, tolong bantu saya dengan proyektornya."

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang