Jenogar, anak laki-laki yang sudah duduk di bangku menengah pertama ini kerap di panggil Jeno oleh teman-temannya.
Di usia 14 tahun, Jeno sedang aktif mengikuti eskul di sekolahnya. Selain supel, Jeno juga selalu ingin tahu, suka mencoba hal baru dan tantangan.
Setiap harinya dia berangkat sekolah sangat pagi dan pulang dengan langit yang hampir gelap total.
Seperti sore ini. Jeno mengayuh sepedanya lebih cepat agar cepat juga sampai rumah. Dia yakin, pasti Mamanya sudah menunggu dan kalau terlambat sedikit, dia pasti akan sangat khawatir.
Satu lagi, dia dengar Ayah tersayangnya ini pulang setelah perjalanan bisnis selama seminggu lebih. Jeno jadi makin tak sabar.
Tiba di rumah yang lumayan besar, Jeno menjatuhkan sepedanya sembarangan saat melihat mobil Ayah nya terparkir di halaman rumah.
Segera dia berlari ke pintu masuk dengan riang.
"Jeno pulang! Ayah udah pulang?! Jeno kangen!"
Biasanya Mama dan Ayahnya— jika sudah pulang kantor —akan duduk di ruang tengah untuk menunggu Jeno pulang.
Tapi yang di lihat Jeno sekarang kosong. Tidak ada seorangpun di lantai 1.
Karena terlalu haus, Jeno terlebih dahulu menuju dapur untuk minum.
Di dapur Jeno sayup-sayup mendengar suara Ayah dan Mama nya, itu terdengar dari lantai atas.
Dan perlahan suara itu terdengar jelas, sepertinya mereka tengah berjalan menuruni tangga.
***
"Alea! disini harusnya aku yang marah!. Kenapa kamu buat seolah aku yang salah?!" Suara Johnny menggema.
"Aku memang selingkuh dari kamu, tapi ini semua karena kamu!. Kamu yang bikin aku merasa lebih di sayang sama dia daripada sama kamu!."
Johnny terdiam, mereka bertatapan sesaat.
"Tetep aja, Alea! selingkuh bukan solusi."
"Itu solusi!. Dan buat aku." Tegas Alea.
Dia berlalu dari hadapan Johnny untuk pergi mengecek apakah Jeno sudah sampai atau belum.
Johnny dengan sigap mencekal lengan Alea.
"Alea, jangan kekanakan. Kamu ini seorang ibu dan istri, gak sepantasnya kamu deketin laki-laki lain waktu kamu masih berstatus jadi istri aku!"
"Masa bodo!!" teriak Alea dengan tangan yang melemparkan vas bunga berukuran segenggamnya ke arah Johnny.
Wajah Johnny tertoleh menatap kepingan vas yang pecah menghantam lantai setelah lebih dulu mengenai pelipisnya.
Sesaat dia hanya memandangi pecahan vas, namun kemudian matanya menangkap sepasang kaki yang mengenakan sepatu, tengah berdiri di pintu dapur, yang letaknya tidak jauh dari mereka berdiri.
Johnny mendongak. Membuat matanya bersibobrok dengan Jeno, putra sambungnya.
"Udahlah!. Aku capek. Pokoknya aku mau kita cerai dan jangan ganggu aku sama Jeno lagi! aku itu udah gak mau sama kamu lagi. Jeff juga mau menikahi aku!." Ucap Alea dengan suara yang masih keras.
Dia masih belum menyadari ada Jeno di belakangnya.
Dan saat berbalik, Alea barulah sadar kalau Jeno sudah di sana sedari tadi. Dia sedikit kaget dan merasa sedikit bersalah pada putranya.
Namun seperti 'biasa', Alea mengenyampingkan hal itu.
"Jeno, cepet beresin barang-barang kamu, kita pergi dari sini."
Jeno masih diam di tempat, bergantian memandang Ayah dan Mama nya.
"Jeno, Ayo? Om Jeff baik kok, dia bakal sayang sama kamu juga, ayo ikut Mama?" bujuk Alea.
Sedangkan Jeno masih terdiam.
Alea yang sedikit tidak sabar, pun mendekat untuk menarik Jeno dengan paksa.
Saat Alea baru saja maju selangkah, Jeno reflek mundur beberapa langkah menjauhi Alea. Hal itu membuat Alea terkejut dan langsung terdiam di tempatnya.
Johnny mendecih pelan. Dia kemudian beralih berdiri diantara keduanya, tepatnya menghalangi pandangan Alea pada Jeno.
"Silakan, kamu boleh pergi sendiri. Aku turutin kemauan kamu buat kita cerai. Tapi Jeno, tetep disini dan aku yang bakal rawat dia."
"Dia anak ku! kamu cuman Ayah sambungnya jadi jangan seenaknya!."
Johnny tertawa pelan, "Pergi, Alea. Kamu aku ceraikan. Jeno? dia udah muak liat pertengkaran Mamanya sama suaminya yang ribut karna dia bakal punya Ayah baru. Jadi, biarin Jeno disini, tetap sama aku dan aku yang rawat dia."
"Ya nggak bisa git—"
"Aku ceraikan kamu, Alea." tekan Johnny lebih tegas.
"Jeno tetap disini, atau laki-laki yang kamu gilai itu sekarat di tanganku?" bisik Johnny.
Alea terdiam. Dia menatap Jeno yang terlihat menatapnya juga, namun tanpa ekspresi.
Alea mendengus kesal. Dia segera menarik kopernya yang rupanya sudah dia siapkan. Langsung saja dia berlalu dari hadapan keduanya.
Bahkan suara pintu tertutup dengan keras pun terasa membuat telinga mereka penging.
Johnny menghela nafas beratnya.
Hari yang benar-benar tidak terduga. Bahkan dia belum sempat mengganti bajunya dan benar-benar baru sampai setelah perjalanan bisnis.
Suara isakkan kecil membuat Johnny sadar, kalau Jeno masih di belakangnya.
Johnny segera menatap Jeno yang terisak dengan kepala menunduk.
Dengan bertumpu pada lutut, Johnny memandang Jeno sejenak sebelum memeluknya.
"Hai? Ayah baru pulang, Jeno kangen? mau main sama Ayah gak? Ayah bawain Jeno oleh-oleh juga, loh." ucap Johnny dengan tenang seolah tidak terjadi apapun di beberapa menit tadi.
Jeno makin terisak saat Johnny memeluknya. Bahkan sampai Johnny mengangkatnya dan mendudukkan tubuhnya di sofa pun Jeno masih terisak di ceruk leher Johnny.
Tidak berhenti-henti Johnny mengusap lembut punggung sempit Jeno yang terduduk di pangkuannya.
Meski usia Jeno sudah tidak pantas untuk duduk di pangkuannya, namun tubuh Jeno terlihat pas di pahanya, bahkan dia terlihat tenggelam di dada bidang Johnny.
***
Tes gelombang sebelum gw up oneshoot bermeki nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inner Child
Fanfiction-- GA SUKA SKIP, JGN KAYAK ORG TOLOL -- Johnny - Jeno story (semi daily) John!dom Jen!sun #BOYSLOVE #BOYPUSSY #SEMIINCEST #STEPFATHER