"Kamu sengaja, ya?"
Langkah Jeno berhasil di imbangi Johnny yang sempat tertinggal.
Dia terlihat mengangguk semangat dan terkikik geli.
"Lucu aja. Orang gak bisa hamilin tiba-tiba di hajar gegara dituduh ngehamilin, mana ngotot lagi."
Johnny ikut tertawa mendengar ucapan Jeno.
"Jantung Ayah hampir copot waktu Jisung telpon dan ngabarin kalo kamu di hajar."
"Maaf yaa.."
Johnny mengangguk kecil, dia membawa langkahnya berbelok ke arah lorong UKS dengan tangannya yang langsung merangkul pinggang Jeno, mengarahkan Jeno untuk mengikuti langkahnya.
Mereka memasuki UKS yang ternyata penjaganya hendak pergi.
"Ah, Jenogar ya. Silakan masuk saja, saya mau beli beberapa keperluan yang sudah habis."
"Terima kasih." ucap Johnny
Dia mengarahkan Jeno untuk duduk di salah satu ranjang disana. Kemudian dia menyiapkan potongan es batu yang terbungkus kain dan beberapa kapas juga plaster luka.
Di detik berikutnya Johnny sudah duduk berhadapan dengan Jeno dan mulai mengobati putranya.
"Jangan diem aja, sekalipun kamu mau Ayah mukul dia yang mukul kamu, kamu tetep harus lindungi diri kamu."
Jeno mengangguk kecil. Dia membiarkan Ayah nya mengobatinya dengan telaten.
"Maaf ya, ngerepotin Ayah lagi." Jeno berkata dengan pelan.
Johnny tersenyum sambil meletakkan es batu berbalut kainnya, dia mulai menempelkan plaster di pelipis dan dagu Jeno yang terlihat tergores.
Sepertinya karena cincin yang di pakai Jakasha.
"Gapapa, Ayah lebih suka kamu repotin Ayah."
Jemari Jhonny merapihkan helai rambut Jeno yang menutupi wajahnya. Kemudian tersenyum saat matanya mengunci pandangan Jeno.
"Ayah lebih suka kamu bergantung sama Ayah. Apa-apa Ayah, minta ini itu ke Ayah, ngadu ke Ayah dan apapun itu."
"Ngerengek ke Ayah, Jeno. Sekalipun Dunia dan seisinya, bakal Ayah kasih."
Jeno berkedip setelah mereka terdiam dalam adu pandang. Kemudian Jeno mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Jeno udah gede."
"Ayah gak bilang kamu masih kecil."
Mendengar itu Jeno mendengus kesal. Yang tadinya dia menahan rasa malunya karena perkataan Johnny, berubah jadi menahan rasa kesalnya.
"Kamu merah sampai telinga, itu malu atau marah?"
Langsung saja Jeno menatap tajam Ayahnya dengan ekspresi kesal. Mungkin terlihat menyeramkan jika yang di tatap begitu bukan Johnny.
"Mau ikut?" tanya Johnny setelah terkekeh.
"Kemana?" ekspresi Jeno berubah.
Dia mendongak menatap Ayahnya yang melangkah mengemasi plaster dan lain-lainnya.
Johnny tersenyum kemudian berbalik menatap Jeno.
'Fuck?! kenapa lucu banget tatapannya itu?!!'
"Ayah? Mau kemana?"
"Ah, ke? ke rumah? atau ke kantor?" Johnny jadi gugup sendiri.
"Boleh ikut?" tanya Jeno.
Sebenarnya dia ingin bolos kelas. Dia benar-benar bosan, apalagi dia juga sungguhan menahan diri untuk tidak membolos.
"Sure, asal sama Ayah."
Jeno mengangguk cepat.
"Oke, Minta izin dulu sama guru dan ambil tas—"
Tiba-tiba Jeno terbaring di ranjang yang semula di dudukinya.
"Ah, males. Nanti gak percaya gurunya, Ayah aja yang minta izin.." ucap Jeno dengan suara tertahan karena wajahnya di tenggelamkan dalam kasur tersebut.
Johnny menggeleng pelan, "Yaudah, Jeno tunggu di parkiran."
"Oke."
Tiba-tiba saja Jeno bangkit dan berlalu dengan cepat keluar dari UKS, meninggalkan Johnny yang masih berdiri di tempatnya.
"Bisa-bisanya dia jadi anaku?"
"Gak bisa dibiarin, harus cari cara."
Dia mulai melangkah sambil memainkan ponselnya.
'Gimana cara mendekati anak?'
'Gimana cara mendekati anak yang di cintai?'
'Maksudnya gimana cara memacari anak?'
'Apa anak bisa di nikahi?'
'Maksdunya apakah Ayah bisa menikahi anaknya sendiri?'
"Oh, tunggu?. Am I his biology father?" gumam Johnny.
Johnny tersenyum dan terkekeh pelan, "Well, no I am."
KAMU SEDANG MEMBACA
Inner Child
Fanfiction-- GA SUKA SKIP, JGN KAYAK ORG TOLOL -- Johnny - Jeno story (semi daily) John!dom Jen!sun #BOYSLOVE #BOYPUSSY #SEMIINCEST #STEPFATHER