21 Desember 2023, pukul 6 sore, pesawat yang membawanya terbang meninggalkan kota. Sebelum berangkat, beberapakali ia mengirimkan fotonya saat sedang di bandara. Saat itu, aku sedang berada di ruang perawatan. Aku tidak bisa mengantarkan dirinya, dan dia juga tidak mau diantar sebenarnya.
Hari berlalu tanpa ada sedikit kabar, bukan tanpa alasan; aku hanya tidak ingin mengganggu dirinya di sana. Namun, saat malam Natal tiba, ku kirimkan pesan dari balik ruang perawatan.
"Selamat natal, Gea."
"Terimakasih, Dim."
Hanya itu saja sampai tahun pun berganti.
Kembang api menyala terang di langit-langit kota, sorak meriah masyarakat antusias menyambutnya. Aku masih berada di dalam ruang perawatan, aku hanya bisa melihat sekilas beberapa cahaya terang saat tahun mulai berganti. Dan hanya ada suara dentingan elektrokardiograf di dalam ruangan itu. Tak ada suara terompet atau kebahagiaan di sini.
Saat itu, aku ditemani oleh ayah ku. Karena ayah adalah seseorang yang pendiam namun ketika berbicara selalu berupa sebuah kiasan, jadi, aku tertarik untuk menanyakan sesuatu hal kepadanya.
"Yah, mereka yang berada di luar sana, bersorak-sorai, bernyanyi, menyalakan kembang api. Apakah sebenarnya mereka sedang merayakan hidup, dan bukannya pergantian tahun?"
"Apa maksudmu, nak?"
"Dimas hanya berpikir, sungguh mengherankan bahwa mereka itu 'ada' dan kita juga 'ada'.
Aku hanya tidak mau menerima begitu saja kehidupan ini tanpa pernah mempersoalkan dan mengajukan pertanyaan. Sebab, kebanyakan orang dewasa melakukan itu.
"Ayah kira, tidak ada yang mengherankan tentang hidup itu. Sebab memang Tuhan sudah mengaturnya sedemikian rupa, jadi kita, manusia, tinggal menjalani saja."
"Itu artinya, tak ada yang bisa kita lakukan selain mengikuti alur cerita yang telah dibuat oleh Tuhan, sehingga ayah tidak merasa heran."
"Tidak semua, Nak. Buktinya saat ini ayah sedang heran mendengar kau bertanya seperti itu." Dengan sambil mengupas sebuah jeruk di atas meja.
"Iya, Ayah. Dimas hanya sedikit heran. Kenapa manusia yang disebut makhluk sempurna; dengan kata lain mampu berpikir sendiri apa yang ingin di perbuat nya. Namun kerap kali melakukan hal yang repetitif dan membosankan."
"Kau boleh memikirkan tentang apapun di dalam kehidupan ini, tapi perlu diingat, jangan sampai kau lari dari pemikiran mu sendiri, Nak."
"Iya, Yah. Dimas mengerti."
Aku hanya mengingat masa kecilku. Karena kerap kali aku dikecewakan oleh orang dewasa yang tidak mau mengakui bahwa dunia ini sangat menakjubkan dan indah; mereka mencoba lari dari hal itu dan menyembunyikannya. "Tidak ada yang menarik" di dunia ini, begitu kata mereka.
Setelah aku beranjak dewasa, Ayah selalu mengajariku untuk mencari kata-kata baru di dalam sebuah buku. Jadi sekarang aku merasa pintar dalam memainkan kata-kata.
***
Sehari sebelum Gea kembali ke kota ini, aku sudah pergi. Aku sedang berada di sebuah kapal laut yang akan membawaku ke sebuah pulau besar.
"Dim, besok aku akan kembali ke sana."
"Iya, Gea. Saat ini aku sedang berada di kapal."
"Kau mau kemana?"
"Aku ingin menemui temanku."
"Baiklah, hati-hati, ya."
Aku berada di pagar pembatas kapal, melihat debur ombak yang tercipta akibat benturan air laut dengan lambung kapal. Di sekeliling nya hanya nampak kegelapan, hanya samar-samar lampu kecil dari kapal lain yang lewat. Aku merasa sedang berada di angkasa, dengan lampu-lampu itu sebagai bintangnya. Aku serasa menaiki roket yang terbang secara vertikal, menembus setiap jejak-jejak yang terhapus gelombang elektromagnetik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu
Romancekisah cinta yang berbeda berlipat ganda. Agama, Suku, Ras, dan Kota. Mungkin memang tak ada yang salah dalam mencintai, akan tetapi, terkadang cinta itu tumbuh di sebuah ruang dan waktu yang salah. Ini adalah sebuah kisah tentang seorang Mahasiswa b...