BAB 12

8K 479 30
                                    

"Mengapa tidak sekarang saja kau menceraikanku?."

Seruku pada Derrick yang sedang duduk bersama Bella disebuah kursi panjang diruangan kerjanya.

Malam itu aku yang gelisah, langsung menghampirinya berharap semuanya segera selesai karena aku benar-benar merasa lelah.

"Hanya itu syarat yang diberikan kaisar saat aku meminta izin bercerai darimu, dan kau tahu berapa banyak denda yang harus ku bayarkan karena masalah ini?."

Deg,,
Hatiku semakin sakit mendengar kalimat dari bibirnya. tak kusangka ia telah menemui kaisar tanpa sepengetahuanku.

"Apakah ia pergi setelah aku meninggalkan kastil ini tadi pagi? Jarak yang tidak dekat itu ditempuhnya demi mengurus dokumen kepemilikan selir barunya, bahkan ia menyelesaikannya dalam satu hari?."

"Tuan, sudahlah, aku tidak ingin terus melihat anda dan nyonya bertengkar. Sekarang kita adalah keluarga, aku berharap kedepannya kita terus rukun dan bahagia."

Ucap Bella memotong pembicaraan kami.

"Hatimu secantik wajahmu Bella, seandainya aku bertemu denganmu lebih dulu dibandingkan wanita kasar itu."

Derrick kembali membelai rambut wanita itu, hingga Bella tersenyum seperti anak anjing yang ceria karena bermain dengan tuannya.

"Dikehidupan ini aku sadar, sikapku pada Derricklah yang membuat ia berpaling dariku, namun dimasalalu, ia pernah mencintaiku, dikehidupan kami yang bahagia, aku tidak mengerti mengapa ia tega melukai anak semata wayangnya, bahkan membuatku terbunuh. Apakah Derrick memberiku cinta palsu atau ia mengabaikanku karena kecantikan Bella?."

Seketika aku memalingkan tubuhku dan meninggalkan mereka dengan perasaan yang sangat hancur. meski aku berniat bercerai dengan Derrick, namun perlakuannya itu membuatku sedih, walaupun rasa cintaku pada Derrick telah luntur semenjak Derrick membawa Bella dikehidupan pertamaku.

                           ***

Ditengah malam yang gelap, aku memandangi langit melalui jendela kamarku.

Aku berharap bisa terbang, agar bisa meninggalkan kastil ini sejenak untuk melupakan kemarahan yang terpendam dalam hati kecilku.

Perlahan sebuah bintang yang berkerlip semakin mendekat kearahku, hingga sosok yang membuatku kaget kini telah bediri dibalkon luar kamarku.

"Izekiel?."

Refleks aku memanggil namanya, setelah terkejut melihat Izekiel yang tiba-tiba saja berada dikediamanku.

Ia tersenyum memandangku memalui luar jendela kamarku, hingga mata kami saling bertatapan.

"Apa kau menggunakan sihir?."
Aku menayakan hal yang sama seperti sebelumnya.

"Ssssstttt. Elena, bukankah pernah kukatakan padamu, bahwa sihir dilarang dikekaisaran ini?."

Seketika aku mengangguk pelan, dan aku berharap itu hanyalah sebuah trik sulap.

"Baiklah."

"Kau terlihat sedih Elena, apakah kau berhasil menghukum pelayan itu?."
Izekiel, melompat melalui jendela hingga akhirnya ia berada di dalam kamarku.

"Izek, bagaimana kalau ada yang melihat?."
Aku merasa takut jika kembali disalah pahami, karena aku tidak ingin diberi hukuman oleh Derrick.

Ia tersenyum tanpa membalas perkataanku. Dan kemudian Izekiel duduk dikursi tempat biasa aku bersantai dikamar ini.

"Kau belum menjawab pertanyaanku Elena."

Kini izekeil menatapku dengan keseriusan.

"Haaaah, sebenarnya pelayan itu telah kabur, dari informasi yang ku dapat dari pelayan lainnya, Ia pulang kekampung halamannya. Dan sayangnya aku tidak tau dimana kampung halamannya berada."

"Apakah kau ingin aku mencarinya untukmu?."

Izekel, beranjak dan perlahan menghampiriku.

"Aku telah mengatakan bersedia memberi bantuan untukmu Elena, semoga kau masih mengingat itu."

Mata kami saling bertatapan kembali, hingga akhirnya aku memalingkan wajahku karena merasa tak nyaman.

"Apakah itu tidak akan merepotkanmu?."
Jawabku sembari memandangi bunga Freesia yang telah layu.

"Demi membantu nona, bukan tapi nyonya cantik yang akan balas dendam, aku tidak merasa keberatan."

Pungkas Izekiel, wajah kami saling memandang dalam diam selama beberapa menit, sehingga membuatku menjadi malu.
Tak terhitung telah berapa kali mata kami saling menatap.

Netra indahnya yang bewarna coklat terang, terlihat lebih hidup saat rembulan memantulkan cahayanya pada wajah Izekiel.

"Ah, kau tau. Suamiku telah menjadikan wanita yang kita temui tadi siang sebagai selirnya, dan ia berkata akan menceraikanku jika selirnya berhasil hamil sebelum aku."

Izekiel terlihat mengepalkan tangannya, sorot matanya menunjukkan kemarahan.

"Ayo kita pergi dari sini, kau tidak pantas bersama pria itu."

Izekiel menggenggam tanganku, hingga tanganku yang kedinginan menjadi terasa hangat.

"Aku bisa saja pergi dari dulu, namun aku ingin mereka merasakan pembalasan dariku. Aku tidak rela jika mereka bahagia diatas penderitaanku."

Seketika Izekiel melepaskan genggamannya, ekspresi wajahnya berubah menjadi kecewa.

"Baiklah, aku akan mencari pelayan itu dan meletakkannya dikakimu. Elena, beristirahatlah, jangan sampai kau jatuh sakit karena terlalu memikirkan orang-orang tak berguna itu."

Aku mengangguk pelan sebagai jawabanku akan perkataan Izekiel.

Izekiel yang melompat melalui balkon diluar kamarku membuatku terkejut, hingga aku berlari dan menunduk kearah tempat ia melompat, namun Izekiel tak terlihat lagi.

Meski ia datang dan pergi secara tiba-tiba, namun hatiku kini merasa lega, mungkin karena ada seseorang yang benar-benar berpihak padaku.

____________________________________

Kalau kalian jadi Elena, apa kalian langsung bunuh dia saat itu juga? 😱

pecintasenjamu

Duke, Kita Lihat Saja Nanti! [EBOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang