Happy reading...,
Bunyi sirene sekolah mampu membuat siapa saja terkejut. Apa lagi dengan kondisi Kaily saat ini.
Dirinya yang berjarak 20 meter dari sekolahnya langsung berlari sekuat tenaganya.
"Are you okay?" tanya Nuel.
"Okey," balasnya, Kaily ngos-ngosan. Hampir saja napasnya habis karena apel pagi.
"Do you need water?" tanya Nuel sembari menawarkan sebuah botol air minum.
"Yes, I do," ujarnya mengambil air tersebut.
Namun, saat ingin meminum airnya, aktivitas Kaily langsung dihentikan oleh Nuel.
"Minum tuh duduk Kai," ujarnya.
"Lupa," Cengir Kaily.
••••••••••
"Zayn," panggil Kanzaya.
"Why?" Alis kanannya terangkat dengan wajah bingungnya.
"Mata lo merah? " Kanzaya kembali bertanya.
Zayn yang selalu ceria tetapi, hari ini dia tampak begitu layu.
"Ah biasa, hari ini kan hari ulang tahun gue," ujar Zayn.
"Bagaimana perasaanmu jika
tanggal kelahiranmu adalah tanggal
yang sangat tidak ingin kau hitung."
••Zayn Algazali••"Sorry ya," ujar Kanzaya tak enak dengan situasi saat ini.
Kanzaya kembali mengingat hal yang sangat dibenci oleh temannya itu. Hari ulang tahun menjadi hari yang sangat dinantikan oleh semua orang. Apalagi hari tersebut adalah hari bertambahnya usia seseorang. Tapi, lain halnya dengan Zayn, hari ulang tahun adalah hari yang membuat pola pikirnya dewasa tanpa harus menunggu otaknya berkembang dengan sempurna.
Saat itu dia baru berusia 8 tahun, bukankah keluarga yang harmonis adalah keluarga yang sangat disyukuri oleh semua orang? Ya, seperti itulah keluarga Zayn, keluarga yang terbilang cukup harmonis.
Namun, naasnya kejadian yang membuatnya trauma terjadi pada hari ulang tahunnya.
Jam menunjuk ke arah 23:30, tersisa setengah jam lagi menuju ke hari ulang tahunnya, oleh karena itulah Zayn rela tak tidur hanya untuk menunggu jam 12 malam.
Saat menit jam tengah berputar, tiba-tiba terdengar suara pertengkaran di kamar kedua orang tuanya.
"Mau sampai kapan kita pertahanin sandiwara kayak gini Zevanya!" Murka suaminya pada wanita yang tengah memegang kue ulang tahun.
"Tolong pelankan suara mu, Zayn bisa mendengarnya, mas." ujar istrinya menenangkan.
"Biarkan saja, aku sudah muak dengan situasi yang kita pertahakan saat ini. Aku capek nampilin keharmonisan kita di depan publik," ucap suaminya dengan ekspresi yang susah dijelaskan.
"Mas Alvi!" Tegur istrinya dengan mata memincing tajam.
"Kamu tau Vanya? Dari Zayn lahir aku udah kesiksa, yang awalnya nunggu 2 tahun kemudian baru punya momongan eh malah punya anak duluan." Keluhan suaminya sangat tertohok dihati Zevanya.
Bukankah dia yang menuai benih? Lantas mengapa ketika benih itu tumbuh, dia hanya mau melihat bunganya saja tanpa ingin melihat buahnya.
"Jaga mulut kamu mas! Kalau emang kamu enggak mau lagi ngurus Zayn, tolong jangan membongkar kebenaran bahwa kamu nggak sayang sama dia," ujar Zevanya, dirinya sudah tak kuat membendung air matanya.
"Aku bukannya nggak sayang. Tapi gimana caranya ngebagi kasih sayang antara 2 anak." ujar Alvi tak sadar akan ucapannya.
"Apa maksud kamu, mas?" ujar Zevanya, dia meletakkan kuenya dan perlahan mendekat ke arah suaminya.
Helaan napas terdengar dari laki-laki di depannya ini. "Ini udah waktunya, lagi pula mau sampai kapan aku sembunyiin ini. Sebenarnya aku udah nikah lagi Vanya." ujar Alvi dengan ekpresi bersalahnya.
Sedetik jantung Zevanya terhenti, kepala kecilnya mencerna perkataan yang di lontarkan suaminya. "Kamu bohong kan, mas?" ujarnya mundur beberapa langkah dari hadapan suaminya.
"Enggak Vanya aku nggak bohong, aku punya bukti, kok." ujarnya sembari mengotak-ngatik handphonenya. Seolah tak bersalah dia langsung menujukkan foto anak laki-laki yang tengah tersenyum di gendongan ayahnya.
"Bajingan kamu mas!" Air matanya pecah, napasnya tercekit hingga tak sanggup membuatnya mengeluarkan suara.
"Ayo kita cerai, mas." Zevanya menghapus air matanya. Dia tidak mau terlihat rapuh di hadapan laki-laki tak tau diri seperti Alvi.
"Aku nggak mau Vanya," ujar suaminya.
"Cerai Alvi! Aku mau kita cerai!" ujar Zevanya melangkah ke luar kamar sembari memegang kue ulang tahun anaknya.
Saat hendak melangkah keluar, Zevanya menemukan anaknya yang tengah berdiri dengan matanya yang sudah sembab.
"Zayn?" ujar ayahnya kaget dengan kehadiran anaknya. Apakah Zayn mendengar semuanya?
"Pergi kamu dari hadapan Zayn, mas. Pergi!" Suara Zevanya naik 5 oktaf.
Sebagai seorang ibu, Zevanya semakin tersiksa melihat kondisi anaknya yang mengetahui kalau keluarganya yang harmonis selama ini hanyalah keluarga tempelan di depan publik.
Kemudian Zevanya duduk memosisikan dirinya sejajar dengan anaknya. "Happy birthday Zayn," ujar Zevanya dengan tangisannya sembari mengangkat kue yang lilinnya tinggal setengah.
"Thank you, mom." ujar Zayn menghapus air mata ibunya.
Ya, selama masih ada anaknya, Zevanya sanggup untuk bertahan hidup tanpa suami keparat seperti Alvi.
Please vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANZAYA DEANDRA AL-GHAZIY[ON-GOING]
Teen FictionSiapa yang akan kau salahkan jika garis takdirmu berbeda dengan garis takdir orang lain? Ketika dirimu berada di bawah payung kesengsaraan, tentu saja tetesan air kebahagiaan tidak akan mengenaimu. Oleh karena itu lepaskanlah payung-payung yang memb...