KDA_06

18 10 0
                                    

Please vote....

Esok paginya Kanzaya masih sempat membawakan bubur ke kamar ibunya. "Assalamualaikum. Bunda, bunda...." Kanzaya mengetuk-ngetuk pintu kamar ibunya. Namun, belum ada balasan dari dalam sana.

"Bunda!" teriak Kanzaya
mendobrak pintu kamar ibunya.

"Berisik Yaya," ujar ibunya dengan nada rendah.

"Maaf soalnya Kanzaya panik," ujarnya cengengesan.

Dia sangat telaten menyuapi ibunya. "Kanzaya udah besar sekarang, udah bisa bunda tinggal 'kan?" Ibunya bersuara.

"Enggak bisa, ntar Kanzaya tinggal sendiri, Kanzaya nggak mau sendiri
lagi," balasnya.

"Kan ada kakek sama nenek," ujar sang ibu menenangkan.

"Kanzaya udah ketemu sama nenek belum?" sambung ibunya.

"Udah..., nenek mirip banget sama Bunda," ujar Abyan dari tadi matanya berkaca-kaca firasatnya sudah tidak enak ditambah dengan ucapan ibunya yang ingin meninggalkannya.

"Bunda bisa minta tolong lagi 'kan?" pinta sang ibu.

"Bisa,"

"Bisa panggil kakek sama nenek
kesini?" ujar ibunya.

Sekali lagi, semua keluarga telah berkumpul. “Umi, Kayra minta maaf atas semua kesalahan yang telah dilakukan Kayra,” ujar Kayra kepada ibunya yang kini telah berstatus sebagai nenek.

"Iya nak,umi maafin kok, sekarang
Kayra bisa pergi dengan tenang," ujarnya sembari menangis, firasat seorang ibu tak akan pernah meleset. Dia merasa kalau anaknya itu sudah
tidak lama lagi

“Ayo, tuntun Bunda sayang,” ujar Kayra kepada anaknya yang telah menangis sedari tadi.

Seakan mengerti Kanzaya bergegas menundukkan kepalanya dan mendekatkan dirinya di telinga sang
ibu.

"Ashadualla...," ujar Kanzaya, kakinya bergetar hebat, air mata sudah membanjiri bantal ibunya.

"Ashadualla...," ujar sang ibu mengikuti tuntunan Abyan dengan suaranya yang terdengar samar-samar.

"Ila..., hailallah...," suara Kanzaya ikut bergetar, dirinya tak kuat menuntun ibunya kejalan takdir yang sebenarnya.

"lla..., hailallah...." tangan ibunya masih setia menggengam tangan Kanzaya.

"Wa ashadu anna...," Seiring dengan suaranya yang bergetar dirinya
semakin kuat menggengam tangan ibunya.

“Wa ashadu anna….” Suara sang ibu semakin serak dan mengecil.

“Muhammadarasulullah,” Kanzaya
hening menunggu saat-saat terakhir
bersama ibunya.

"Muhammadarasulullah...." seketika tangannya terlepas dari genggaman Kanzaya, tatapannya tak luput dari dari Kanzaya disertai bibir yang tersenyum.

“Innalilahi Wa innalilahi roji’un,” ujar
Kanzaya bangkit dari tumpuannya.

Dirinya menangis memeluk neneknya. "Bunda udah ninggalin kita." ujarnya mengadu kepada neneknya.

"Udah sayang nggakpapa, udah takdir Allah," ujar sang nenek mengelus-elus pundak cucunya. Sang nenek ingin menangis. Namun, dirinya harus kuat karena sang anak meninggalkan cucu
sebagai tanggung jawabnya.

Sementara kakeknya hanya bisa terdiam. Dirinya sadar ini adalah bagian dari skenario sang pencipta.

"Ya Allah..., sesungguhnya tidak ada insan yang tenang kecuali dia menempuh panggilan darimu. Tolong kuatkan hati cucu hamba," Batinnya ikut berdoa.

Usai dari pemakaman, Kanzaya
langsung bergegas pulang ke
rumahnya. Rasanya Kanzaya tak akan
sanggup jika terlalu lama berada di pesantren.

Berjalan dengan langkah linglung
membuat dirinya terjatuh dari tangga, mungkin karena terlalu sering merasa kesakitan, dia kembali bangkit dan tertawa miris. Seperti tidak merasakan apapun.

"Oh..., gini ya namanya takdir? Emang boleh nggak seadil ini?" Dirinya tertawa di depan cermin dan langsung membasuh wajahnya di wastafel kamar, tetesan air meluncur dari hidung lancipnya. Mata sembabnya yang memerah, sungguh tak mengurangi akurasi ketampanan wajahnya.

"Garis takdir orang kok indah, ya?" Monolognya bingung.

Siapa sih yang tidak akan menyalahkan takdir kalau baru bertemu dengan ibunya, tetapi sudah
ditinggal pergi. Belum lagi dia baru saja kehilangan ayahnya, dirinya semakin terpukul dengan hilangnya sosok seorang ibu yang sangat dinantinkannya.

Bunyi Alarm mampu membuatnya
terbangun dari tidurnya yang lelah,
dia kemudian melihat jamnya. "Eh kok jam 2 pagi? Gue kan nyetelnya jam 6 pagi." Monolog Kanzaya kemudian kembali tertidur.

Namun, ketika sudah tertidur dirinya
bermimpi. "Kanzaya..., bangun
sayang doain bunda, bunda kesepian
disini, bunda kepanasan, disini gelap
Kanzaya." tutur ibunya sembari
menangis.

Kanzaya terperanjat kaget, nafasnya
tercekat di tengah-tengah kerongkongannya kemudian dia langsung bergegas ke kamar mandi.

Dirinya dibuat terkejut oleh ibunya
yang menangis tersedu-sedu. Ternyata dia melupakan janjinya kepada sang ibu.

"Kanzaya jangan tinggalin sholat, ya?
Biar bisa doain Bunda, siapa lagi yang
mau doain kalau bukan Kanzaya,"
ujarnya sembari mengangkat jari
manisnya kemudian Kanzaya memberi perlakuan yang sama.

"Maafin Kanzaya bunda..., Kanzaya lupa. Tapi, Kanzaya bakal ingat terus kok." ujarnya mengambil air wudhu.

Walaupun dia adalah keturunan
langsung dari seorang ning. Dirinya jarang sekali melaksanakan sholat, ketika dirinya masih kecil, ibunya selalu mengajaknya untuk sholat dan
mengaji. Tapi, semenjak kepergian
ibunya, sang Ayah tidak menuntunnya ke jalan yang benar, alhasil Kanzaya tersesat ke arah yang salah.

Please vote

KANZAYA DEANDRA AL-GHAZIY[ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang