KDA_07

16 9 0
                                    

Happy reading....

"Kaily," Sapaan dari Nuel mampu membuat pemilik nama tersebut menyergit.

"Iya, kenapa El?" Panggilan kecil dari Kaily membuat Nuel merasa kalau dirinya spesial.

"Qur'an lo ketinggalan, lo ada mapel pendais 'kan?" ujarnya menyodorkan Qur'an yang berukuran kecil.

Untukmu agamamu dan untukku agamaku, sepertinya hal tersebut berlaku di dalam kelasnya. Oleh karena itu, ketika ada pelajaran yang mengarah ke ilmu agama, mereka di pisahkan agar terciptanya toleransi antar teman kelas.

"El Makasih, ya...," ujarnya sambil berlari-lari kecil menuju kelasnya.

"Ceroboh," ujar Nuel tersenyum menatap kepergian Kaily.

"Apa yang bisa buat lo yakin kalau gue cinta sama lo kaily?" batin Nuel.

Usai pelajaran sekolah selesai Kanzaya mengajak kedua temannya ke pesantren Al-mu'minun.

"Masih jauh nggak? Gue udah mules. ini," ujar Zayn yang sedari tadi ingin membuang hajatnya.

"Sabar,"

"Ya udah buruan!" Paksa Zayn, dirinya pasrah dengan keadaan saat ini. 35 menit berlalu mereka kemudian tiba di tempat tujuannya.

"Luas banget ege," ujar Zayn bergegas mencari letak wc.

"Eh..., lo mau kemana? Disini tuh bukan sekolahan, bisa dihajar sama penjaga pesantren kalau lo salah masuk area santriwati," ujar Nuel kepada Zayn.

“Eh kok lo tau sih?” tanya Kanzaya bingung.

Dirinya saja yang islam sekaligus keterunan ning tidak tau akan peraturan tersebut, lantas mengapa Nuel yang berbeda agama dengannya
bisa tau sedetail itu?

"Lo tau? Tau darimana? Jangan-jangan lo sering nonton kajian, ya?" timpal Zayn.

Rasa ingin buang hajatnya hilang digantikan dengan kebingungannya.

"Kepo lo, kayak dora," jawab Nuel santai.

"Udah ah, gue kebelet," ujar Zayn.

Saat mereka bertiga bergegas untuk menemuin kakek Kanzaya,
penampilan mereka tak luput dari pandangan santriwan.

"Apa lagi yang mau dilakukan para
berandalan itu," ujar Reza melirik ke
arah mereka.

"Lo punya teman pemilik pesantren, lo punya kuasa," ujar Zayn, dia merasa kalau mereka sedang berjalan di atas karpet merah.

"Gini ya rasanya punya kuasa," batin
Zayn bangga.

Please Zayn mohon sadar diri atuh, Kanzaya yang pemilik pesantren aja
nggak bertingkah.

Setibanya mereka di tempat tujuan, Kanzaya langsung memberi salam. "Assalamu'alaikum warahmatullahi
wabarakatuh," salam Kanzaya.

"Tumben salamnya panjang biasanya.
kan cuman samlekom doang,” ujar Zayn dengan ekspresi tengilnya.

“Ya lo lihat situasi dong 'kan nggak mungkin Kanzaya salam kayak gitu di hadapan kakeknya yang seorang pak
kyai," ujar Nuel menggeplak lengan
Zayn.

Kesabaran Nuel setipis tisu, malah berteman dengan Zayn, manusia berlabel sinting, yang ada kesabarannya langsung hangus
terbakar oleh tingkah Zayn.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," balas sang kakek
membukakan pintu.

Pandangannya sangat teduh melihat
wajah cucunya. "Mari masuk dulu," ujarnya ramah mempersilahkan mereka masuk.

"Ini Zayn teman Kanzaya," Tunjuknya ke arah Zayn yang tersenyum sungkan, pada posisi ini Zayn diam tak berkutik 'kan nggak mungkin dia ngereog sambil jaipongan, bisa-bisa dianggap stress nantinya. Apalagi Zayn mengincar para ukhti-ukhti. Jadi, dia harus jaga image.

"Nah ini Immanuel teman Kanzaya juga. Tapi, dia beda agama sama kita," ujar Kanzaya memperkenalkan temannya satu persatu, kemudian sang kakek melirik ke arah
jam dinding.

Telah tiba saatnya waktu sholat dzuhur. "Ayo kita sholat dulu," ajak pak kyai.

"Lo tunggu sini atau ikut kita?" tanya Kanzaya pada Nuel. Tentu, dia memilih ikut. Dirinya
merasa tidak enak kalau harus berdiam diri di rumah orang lain sedangkan dirinya hanya sebatas
tamu.

Setibanya ditempat wudhu, mereka langsung disambut oleh ratusan pasang mata, yang menjadi pusat perhatian disitu adalah Nuel.

"OMG! I'm forget," Dirinya lupa melepas kalungnya yang berbentuk
salib.

"No problem," ujar Kanzaya menepuk
pundak Nuel.

"Thanks," balasnya tersenyum sembari menunggu diteras masjid.

"Silahkan Kanzaya," ujar pak kyai mempersilahkan cucunya untuk mengadzani sholat dzuhur yang akan segera dimulai.

"Emang dia bisa?"

"Gaya doang, lihat aja ntar juga
cempreng."

"Wah.... dengerin tuh guz yang adzan,"

Terdengar bisikan-bisikan yang meremehkannya. Namun, Kanzaya tetap pada pendiriannya, dia
melaksanakan perintah kakeknya. Saat takbir berkumandang, lantunan suara Kanzaya mendayu-dayu, persis
seperti suara pak kyai sewaktu muda.

Para jamaah yang berada dilingkup
pesantren terkejut, inikah yang namanya bakat terpendam? Atau memang berasal dari bibit unggul.

"Ya, inilah bukti nyata kalau dia adalah keturunan sah dan satu-satunya cucu saya," batin pak kyai tersenyum.

Usai menyelesaikan kegiatan tersebut Kanzaya berbalik badan, terlihat Zayn
ternganga dengan apa yang baru saja dilihatnya.

Votee epriiiiiwaan!!

KANZAYA DEANDRA AL-GHAZIY[ON-GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang