Chapter 22. Rumors

4 2 3
                                    

*

Pagi hari di musim dingin terasa beku. Udara mulai menyentuh angka minus sekian pada termometer celcious. Panas matahari tak terasa, bahkan tak mempengaruhi apapun. Langit cenderung muram. Di ruang tengah rumahnya, Liu Yongqin menyalakan perapian. Masih pagi, ia sudah sibuk dengan ponselnya, ditemani secangkir kopi yang masih mengepul. Benaknya mengkhawatirkan sesuatu beberapa hari ini.

Huang Haoren tidak terlihat di manapun. Baik di gedung Hong Kong City Hall maupun studio musik Guangliang untuk latihan tur konser. Selepas konser di Makau beberapa waktu lalu, mulai terjadi kejanggalan pada juniornya itu. Anak laki-laki bermarga Huang itu jadi lebih pendiam dan sulit dihubungi. Jika terus seperti ini, Huang Haoren harus melepas posisi master konsernya dan digantikan oleh orang lain. Herannya, bahkan Huang Xiaoying pun tak berkomentar apa-apa sejak pertengkarannya di koridor teater Sands Hotel kala itu.

Melepas kacamatanya, Liu Yongqin memijit tengah jidatnya yang cenat-cenut. Ia menaruh ponselnya di meja dan menyeruput kopi. Tangannya beralih memungut koran mingguan musik langganannya. Sedang melihat-lihat judul artikel di halaman depan, tetiba tatapannya terpaku pada satu artikel dengan judul lumayan besar. Kedua alisnya mengernyit seakan tak mengerti. Ia mendapati nama Huang Haoren tercantum di sana, dengan nada sumbang.

Lamat-lamat, pria itu menyerap baris demi baris isi artikel itu. Beberapa detik kemudian tangannya lantas membanting koran itu ke atas meja. Cepat-cepat ia membuka tablet dan berselancar di dunia maya. Artikel-artikel bertema sama dengan berbagai judul bertebaran hanya dengan sekali memasukkan nama Huang Haoren dan Guangliang Philharmonic Orchestra di kolom pencarian.

"Artikel-artikel macam apa ini?!" seru Liu Yongqin marah. Pria itu lantas bergegas menyambar coat musim dinginnya.

*

Seluruh badan Huang Haoren terasa pegal. Ia baru sadar bahwa semalam dirinya tidur di ruang tengah apartemen Im Hyunbi ... dengan sebuah gitar di pelukannya. Ia akhirnya kembali ke apartemennya sendiri, membuat sarapan seadanya dan susu vanila hangat. Setelah semuanya tandas ia memilih untuk duduk-duduk di sofa. Terbungkus selimut putih tulang yang ia seret dari kamar.

Pikirannya melayang lagi dan lagi. Memikirkan hal-hal acak yang tiba-tiba menjangkiti kepalanya. Sekian hari, ia menghindari biolanya dan semua hal tentang orkestra. Ia absen dari semua jadwal latihan rutin. Mendadak, biola dan orkestra jadi hal yang mengerikan baginya sejak konsernya di Makau. Di mana semuanya kacau dan amarah ayahnya meledak. Kegiatannya kini hanya sebatas menggulir-gulirkan layar ponsel. Membuka media sosial secara acak.

Jemari Huang Haoren berhenti menggulirkan layar. Namanya dan Guangliang Philharmonic Orchestra menjadi trending. Alisnya mengernyit. Jarinya membuka trending itu. Judul-judul artikel yang menyantumkan namanya dan berbagai cuitan warga media sosial itu bertebaran di layar. Karena bertanya-tanya apa yang terjadi, ia pun membuka satu-dua artikel dan membacanya. Wajahnya bingung harus bereaksi seperti apa. Dari berbagai judul yang ia baca, ada satu judul yang sangat menghantam dadanya.

'Concert Master Huang Haoren of Guangliang Philharmonic Orchestra; The Pride That Smear The Orchestra.'

Huang Haoren mulai cemas dan buru-buru menyambar remote dan menyalakan televisinya. Sebuah acara berita seputar dunia hiburan yang menayangkan acara tur konsernya di Makau. Sang pembawa berita mengeja judul dengan makna yang sumbang.

"Konser tunggal grup orkestra terkemuka negeri ini, Guangliang Philharmonic Orchestra, kacau akibat ketidakprofesionalan master konsernya. Hal ini membuat penonton dan penggemar grup orkestra ini kecewa. Ketidakprofesionalan ini diduga berkaitan dengan cara bergabungnya sang master konser atas nama maestro Huang yang tidak lain adalah ayahnya sendiri ...."

FLOWER FLAME (Complete) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang