"AVALEA MANA?! MANA SI JALANG ITU?!" teriak Naura memenuhi ruangan kelas.
Anak-anak disana hanya menunduk takut, mereka tidak mau berurusan dengan Naura yang sekarang adalah anak kepala sekolah itu. Mereka tidak ingin mempertaruhkan masa sekolahnya itu.
"GUE TANYA MANA?! KAYRA JUGA MANA?!" teriaknya kembali.
"Nau, mendingan lo tenang. Takutnya guru ngedenger teriakan lo dan kita dapet masalah lagi" ucap Garne menenangkan Naura.
Mendengar penjelasan Garne itu, Naura hanya menarik nafas panjang lalu membuangnya kasar. Memang benar apa yang dikatakan Garne, apalagi mereka baru saja menyudahi masa skorsing beberapa hari yang lalu.
"Pergi!" Titahnya menyuruh kedua temannya untuk meninggalkan kelas Avalea dan Kayra.
Anak-anak yang melihat itu hanya bisa diam. Melawan juga tidak mungkin, apalagi masuk kedalam urusan Ketiga iblis itu.
****"
Kayra membuka matanya perlahan. Kepala yang pusing seperti habis di pukul sebuah balok dan penuh memar disekujur tubuhnya.
Ia baru menyadari bahwa tangannya sedang diikat oleh tali. Tangan perempuan itu membiru, mungkin pembengkakan karna terus bergerak kesana-kemari mencoba melepaskan diri.
"Gue dimana?" Gumamnya yang masih belum sadar seutuhnya.
"Wah, lo udah sadar rupanya ya" sahut seorang laki-laki dari area depan.
Kayra tidak melihat persis wajahnya, tetapi ia bisa melihat bahwa yang didepannya adalah laki-laki. Tetapi naasnya, takdir itu mencoba untuk menyakitinya. Laki-laki itu memegang sebuah pisau kecil yang terlihat pernah di asah beberapa kali sampai setajam itu.
"SIAPA LO ANJING?! BRENGSEK!! LEPASIN GUE!!" Teriak Kayra memberontak. Perempuan itu sedang menahan mati-matian rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya.
"Hustt, perempuan kayak lo nggak boleh bicara kasar kayak begitu. Nanti Angkasa marah lho" ucapnya berjongkok dihadapan Kayra.
Kayra yang melihat itu menatap nyalang ke arahnya. Entah siapa yang berada didepannya sambil tersenyum itu.
Bentar tersenyum?
Pisau ditangan laki-laki berjubah hitam itu dimana?
Kenapa Kayra tidak menyadarinya.
"Awhh" sakitnya yang baru menyadari sebuah pisau tertancap di kaki kanannya.
Darah yang pisau itu perbuat terus-menerus mengalir tanpa henti. Kayra hanya bisa memejamkan matanya menahan rasa sakit yang begitu menyiksa dirinya daat ini. Andai ia bisa terlepas pasti akan bisa keluar dan melawannya.
Sakit.
Perih.
Perempuan itu butuh seseorang.
"Angkasa" lirihnya disela-sela sadarnya.
****
"Gimana? Lo nemuin lokasi Kayra?" Tanya Angkasa terlihat frustasi.
Razi hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak tahu. Bukan Razi saja yang melihat Angkasa seperti amburadul seperti itu, teman-temannya juga bahkan anggotanya.
"Sa, mau dicari lagi? Mendingan pulang aja, udah malem dan juga nggak mungkin, bakalan lebih susah dan takut kenapa-kenapa sama lo, Sa" ucap Dipta menepuk sebelah bahu Angkasa.
Angkasa menatap Dipta, entah apa artinya. Tetapi perkataan Dipta ada benarnya. Entahlah pikirannya kacau.
"Kay," ungkapnya mengacak rambutnya frustasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMORFATI
Random⚠️[The story contains adult scenes, violence, and profanity]‼️ ⚠️[IF THERE ARE SIMULTANEOUS WORDS, SENTENCES AND CHARACTER NAMES. EXCUSE ME. THERE IS NO ELEMENT OF PRACTION]‼️ [Jangan lupa VOTE & KOMEN]? Angkasa terpaksa harus mengikuti perintah dar...