14

186 11 0
                                    

Happy Reading~~






Rin duduk di depan kediaman Gerald dengan seekor kucing putih yang tertidur manis di pangkuannya, berkali-kali ia melihat pada jam tangan dan waktu sudah menunjukkan Zen yang seharusnya telah sampai ke rumah sejak setengah jam yang lalu. Tapi kali ini tidak seperti biasanya, pemuda itu pulang terlambat padahal sebelumnya Zen tak pernah telat sekalipun.

Kedua mata gadis itu terus tertuju pada pintu gerbang tinggi menjulang yang masih saja tertutup rapat tanpa ada tanda-tanda orang yang ia tunggu akan membukanya, hati Rin benar-benar merasa tidak tenang.

Rin tidak mengerti mengapa ia merasa seperti ini, yang jelas sekarang gadis itu ingin melihat Zen kembali ke rumah dengan keadaan baik-baik saja.

Tiba-tiba saja pemikiran yang tidak-tidak muncul dalam benaknya, bukan soal Zen yang terlibat tawuran atau semacamnya, justru Rin terpikir bagaimana jika saat ini Zen tengah bersama dengan Hana menikmati hari Rabu yang indah? Memikirkannya saja membuat dada Rin terasa sesak seketika.

Rin kesal dengan segala angan-angannya yang belum tentu benar faktanya. Ia menggerutu dengan air mata yang tanpa sadar sudah memenuhi kelopak matanya, gadis itu memikirkan hal yang tidak-tidak untuk yang kesekian kalinya.

Ia pun tidak mengerti mengapa akhir-akhir ini dirinya seakan ingin menguasai Zen seutuhnya, ia tak mengerti mengapa ia merasa tak rela bila Zen bersama dengan wanita lain, dan ia tak mengerti mengapa Rin begitu mudah membuang rasa takutnya pada Zen meskipun ia masih sering mengalami mimpi buruk perihal masa lalunya bersama pemuda itu.

"Hei ... bulu kucingnya nanti masuk ke hidung kamu, Rin." Sebuah telapak tangan besar mengusap lembut pipinya, jari telunjuk panjang orang di depannya itu juga mengusap lembut hidung Rin, sepertinya ia tengah menyingkirkan beberapa helai bulu kucing yang menempel di sana sebab beberapa saat lalu si gadis memang sempat mencium kucingnya dengan gemas.

"Kak Zen?" Panggil Rin bingung, pasalnya ia tak mendengar pintu gerbang otomatis itu terbuka, ia juga tak mendengar deru mesin mobil Zen melewatinya.

"Ngapain duduk di sini, hm? Panas, Rin." Zen mengelus puncak kepala gadis di depannya itu, dan si gadis hanya menunduk malu. Tampaknya ia sulit menjelaskan perihal apa yang membuatnya duduk di teras rumah saat ini.

"Emmmm ...?" Rin hanya bergumam tak jelas dan membuat Zen menatapnya bingung.

"Sebentar, Rin." Zen meletakkan tas ranselnya pada meja kecil di sebelah tempat duduk Rin, ia mengeluarkan sekotak coklat yang membuat kedua mata gadis itu berbinar melihatnya. Rin sangat menyukai cokelat.

"Nih!" Zen memberikan kotak coklat itu pada Rin yang masih menatapnya dengan antusias. Ekspresi lucu Rin membuat Zen merasa senang. Gadis itu selalu menghargai sekecil apapun pemberian orang lain.

"Masuk, yuk! Makan cokelatnya di dalam, setelah itu kamu tidur siang, ya?" Rin hanya menurut pada perintah Zen dan masuk ke dalam rumah. Bahkan mereka seolah tak menyadari kehadiran Javier dan David yang sejak tadi menonton adegan romantis mereka berdua, hingga sekarang pun keduanya ditinggal begitu saja di luar tanpa diajak masuk ke dalam rumah.

***

Kalina melihat Zen yang tengah sibuk berkutat di dapur sejak setengah jam yang lalu, sebuah buku resep masakan terbuka lebar di depan lelaki itu yang saat ini tengah sibuk memotong buah-buahan segar.

Tampak juga kedua teman Zen yang tengah duduk di lantai dapur lengkap dengan apron yang mereka pakai. Akan tetapi, mereka justru sibuk dengan game online dan bukan membantu Zen memasak.

"Kamu mau bikin apa, Zen?" Zen sedikit terperanjat kaget sebab Kalina tiba-tiba bertanya tepat di sebelahnya.

"Mau bikin salad buah, Ma, untuk Rin."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketika Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang