1

1.6K 79 3
                                    

Rin, gadis itu tersenyum senang ketika melihat sebuah kado berpita pink yang kini ada di pangkuannya. Kado berisikan jam tangan yang khusus ia berikan untuk sang pujaan hati.

Meski tak semahal harga jam tangan rolex, tapi ia mengumpulkan sendiri uang pembelian jam tersebut dari sisa uang jajannya yang sengaja ia sisihkan untuk ditabung.

Sudah sejak lama Rin ingin memberikan kado itu, seharusnya ia memberikannya ketika hari valentine beberapa bulan yang lalu.

Namun, ia tak ingin sang pujaan hati tersebut tahu tentang perasaan yang sudah ia pendam sejak duduk di bangku kelas 4 SD.

"Ciee, kado buat siapa tuh?" terdengar suara Revan -Kakaknya- yang meledek. Lelaki itu melirik sejenak pada sang Adik yang pipinya sudah bersemu pink, setelahnya ia kembali fokus pada jalan berbelok di depannya.

"Bukan buat siapa-siapa kok. Abang kepo deh." Rin menjulurkan lidahnya pada Revan yang disusul tawa singkat lelaki itu. Kemudian, Rin memasukkan kado tersebut ke dalam ransel sekolahnya.

"Adeknya Abang udah gede nih, udah berani kasih kado ke cowok lain. Jadi cemburu deh," goda Revan ketika mobil mereka berhenti di lampu merah.

"Apaan sih, Bang, kan udah Rin bilang kalau ini bukan buat siapa-siapa," sanggah Rin kesal. Gadis berbadan mungil itu mengerucutkan bibirnya, Revan yang gemas segera mencium pipi kanan Rin dan mengacak rambutnya pelan.

"Eh?" Rin terkejut melihat pemandangan di depannya. Ervan, lelaki yang ia cintai tengah membonceng Hana Chelsea Pranada, primadona sekolah sekaligus gadis yang dicintai Ervan. Sayangnya, cinta Ervan bertepuk sebelah tangan, Hana sudah mencintai lelaki lain yang menjadi idola di sekolahnya.

"Kenapa, Dek?" tanya Revan yang menyadari Adiknya melamun.

Rin terkejut, tapi hanya beberapa detik saja kemudian tersenyum manis seperti biasannya pada Revan, seolah tak pernah terjadi apa-apa. "Nggak papa kok, Bang," sahutnya dusta.

Merasakan kecemburuan dan juga sakit hati, sudah menjadi makanan sehari-hari untuk gadis itu. Ia tak bisa langsung melabrak Hana dan menyuruh gadis itu untuk menjauhi Ervan seperti di sinetron yang selalu Mamanya tonton. Bagaimanapun juga, Hana begitu baik padanya, meski gadis tersebut terkenal semena-mena dan galak pada teman sekolahnya. Tapi, Hana sudah menganggap Rin seperti Adiknya sendiri.


***


Lima menit kemudian Rin dan Revan sudah sampai di depan gerbang sekolahnya. Sebelum turun Rin selalu mencium tangan kanan kakaknya terlebih dahulu.

*Cup*~

Revan mengecup pipi kanan Rin, ia juga mengelus puncak kepala Adik kesayangannya tersebut.

"Belajar yang rajin ya, Dek. Kalau belum Abang jemput, kamu jangan pulang dulu." Rin mengangguk mengiyakan, kemudian gadis itu beranjak turun.

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Revan pun kembali menancap gasnya menuju kampus ternama di Jakarta, Ayahnya yang hanya seorang staf kantor biasa membuatnya sangat bersyukur bisa masuk ke kampus yang didominasi oleh mahasiswa dari kalangan atas.

Otaknya yang cerdas membuatnya bisa mendapatkan beasiswa, setidaknya itu bisa sedikit meringankan beban Ayahnya.

Rin berjalan memasuki gerbang sekolah, ia menyapa beberapa temannya yang kebetulan berpapasan dengan dirinya.

Rin diam sejenak ketika melihat Ervan tengah melepas helm Hana di parkiran. Sakit hati karena cemburu, sudah membuat jiwanya lebih kebal dalam menghadapi pemandangan seperti itu.

Ketika Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang