3

1.3K 67 12
                                    

Tepat pukul 00.45 wib, kedua orangtua Rin datang ke rumah sakit. Mereka melihat gadis itu tengah terbaring lemas dengan mengenakan baju rumah sakit di tempat tidur pasien dengan infus yang tertancap di tangannya.

Ibunya menghampiri Rin dan siap memarahi putri bandelnya tersebut.

"Kenapa kamu bisa dirampok segala sih, Rin? Lihat kamu sekarang luka-luka seperti ini, dan harus dirawat di rumah sakit. Pengeluaran kita bulan ini pasti akan membengkak nanti, itu semua karena kamu yang bandel!" Ambar, wanita itu memarahi sang putri yang sudah mengulurkan tangannya minta dipeluk, tapi justru omelan sang ibu yang ia terima.

"Lagian kamu ngapain sih malam-malam keluyuran cuma buat beli alat tulis? Kamu kan bisa minta tolong ke Abang kamu buat beliin. Kejadiannya nggak akan seperti ini kalau kamu minta tolong ke Abang kamu!" imbuh Haikal, Ayahnya.

Rin menangis terisak, ia begitu sakit mendengar ucapan kedua orangtuanya. Musibah ini juga bukan keinginan Rin, lagi pula Rin merahasiakan semua yang terjadi padanya itu semata-mata demi orangtuanya sendiri. Ia sangat menyayangi mereka, maka ia akan menelan mentah-mentah semua penderitaan itu seumur hidupnya.

"Ma, Pa ... apa-apaan sih? Rin masih sakit, dan kalian malah marah-marah kayak gini?!" Revan yang baru saja menebus obat bersama Randy, begitu marah ketika mendengar orangtuanya mengomeli sang Adik.

"Gimana Kami nggak marah, Van? Adik kamu itu susah dibilangin, keadaan kita lagi sulit, dan dia malah harus dirawat di rumah sakit seperti ini. Gaji Papa kamu nggak akan cukup buat kebutuhan kita selama sebulan, Van!" tekan Ambar kesal.

Revan merasa geram mendengar ucapan Ambar, lelaki itu melewati mereka begitu saja dan memilih menaiki tempat tidur Rin. Ia kemudian memeluk Adiknya dan menyuruh gadis itu untuk segera tidur, Revan dengan sengaja menutup telinga kiri sang Adik dengan telapak tangan besarnya. Rin memejamkan mata dengan nyaman dalam pelukan Revan.

"Semuanya udah Revan urus dan kalian nggak perlu bayar apa-apa lagi. Mendingan sekarang kalian pulang aja. Kita bertiga mau tidur!"

Ambar dan Haikal melihat pergerakan Randy menuju sofa panjang kamar itu, pemuda yang menjadi sahabat putranya tersebut tidur begitu saja tanpa berniat menyapa mereka.

Haikal dan Ambar merasa kesal karena tak   dihormati sebagai orangtua, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana.

"Maafin Rin, Bang ... Rin nyusahin Abang," isak Rin sedih. Air matanya dihapus oleh Revan.

"Abang akan lakuin apa aja buat kamu, Dek ... jangan merasa sendiri, karena ada Abang di sini." Randy yang mendengar obrolan kecil keduanya merasa terenyuh, ia menjadi ingat dengan Adik perempuannya yang masih duduk di bangku SMP. Apa yang dialami Rin, akan menjadi pelajaran untuknya agar lebih memperhatikan lagi pergaulan dan pertemanan Adiknya. Ia juga harus lebih perhatian dan menjaga sang Adik agar kejadian seperti ini tak terjadi pada keluarganya.

***

Entah sudah berapa gelas minuman alkohol yang ditenggak habis tak bersisa oleh Zen, ia ingin menghilangkannya, melupakannya, dan tak lagi mendengar tangisan pilu itu.

Javier sedari tadi hanya diam tanpa ingin berkomentar atau mengentikan sahabatnya itu yang seakan ingin membunuh dirinya sendiri, ia pun juga terlihat beberapa kali meneguk minuman haram itu untuk menghapus memori mengerikan dalam hidupnya tersebut.

Berbeda dengan Javier, David hanya duduk diam termenung dengan tatapan kosong. Ia ingat gadis yang menjadi obrolan mereka berdua sebelum mabuk dan meracau tak jelas seperti ini. Rin, gadis yang David kenal sebagai siswi pendiam, pemalu, dan juga baik hati, dan kini gadis itu telah menjadi korban kebiadaban kedua temannya.

Ketika Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang